Atmodirono – Demi meningkatkan pelayanan yang lebih baik, Bidang Liturgi dan Peribadatan Paroki Keluarga Kudus Atmodirono Semarang menggelar Sekolah Liturgi Paroki Atmodirono 2025. Sekolah yang diperuntukkan bagi anggota tim pelayanan (timpel) yang dinaunginya ini dibagi dalam 2 gelombang. Gelombang I diadakan Senin (12/5/25). Sedangkan gelombang II Kamis (29/5/25). Sebagai guru atau narasumber adalah Tim Komisi Liturgi (Komlit) Kevikepan Semarang.
Peserta gelombang pertama terdiri dari timpel prodiakon, pemazmur, misdinar, dan tata altar – paramenta. Gelombang kedua meliputi timpel paduan suara, pemusik, lektor, dan tatib (tata tertib). Setelah memperoleh penjelasan secara umum mengenai arti dan makna liturgi, masing-masing timpel mendalami tugasnya di kelas tersendiri.

Kabid Liturgi dan Peribadatan Elisa Farida menjelaskan latar belakang diadakannya sekolah liturgi ini. “Berawal dari berbagai pertanyaan dari beberapa pelayan liturgi tentang tugas masing-masing timpel. Maka perlulah diadakan semacam pelatihan dan pendalaman bagi mereka yang tergabung dalam bidang liturgi dan peribadatan,” ucapnya.

Mengawali paparannya Romo Hieronymus Rony Suryo Nugroho, Pr. dalam gelombang I mengupas seputar dasar liturgi, seperti arti liturgi, sikap, tata warna, dan tata waktu. Staf Seminari Menengah Mertoyudan ini mengatakan, tim liturgi memiliki tanggung jawab yang besar untuk membawa umat kepada Tuhan melalui liturgi dan peribadatan.
“Liturgi adalah “proyek”-nya Allah. Kita hanya ikut membantu. Namun kerapkali kita jatuh pada cara kerja yang terlalu mekanis dan kurang memiliki jiwa. Dalam perayaan liturgi kita tidak pernah bisa bekerja sendiri, harus bersama yang lain. Maka, marilah kita terbuka untuk menggerakkan dan digerakkan dalam kita berliturgi,” tandasnya.

Sementara itu Romo Yosafat Dhani Puspantoro, Pr. Ketua Komlit Kevikepan Semarang dalam gelombang II mengajak para pelayan liturgi untuk bersikap ikhlas dan bersukacita saat melaksanakan tugas pelayanan sebagai pelayan liturgi, baik itu sebagai paduan suara, lektor, pemazmur, prodiakon, tata altar, maupun tata tertib. “Karena melibatkan diri sebagai petugas liturgi itu tidak ada paksaan. Itu sebuah pilihan kita sebagai umat Katolik,” ucapnya.
Di akhir sesi kelas, Margareta Jenie P dan Maria Chricencia R -keduanya anggota lektor- mengatakan merasa bersyukur boleh mengikuti sekolah liturgi ini khususnya sesi kelas lektor. Menurutnya, semua hal yang dibahas dalam sekolah liturgi sangat bermanfaat bagi pelayanan liturgi. “Kami tertarik akan pembahasan mengenai alkitab dan isinya. Agar kami sebagai lektor bisa dengan baik menyampaikan maksud dari kitab suci kepada umat yang hadir,” harapnya.
Sementara bagi anggota paduan suara Petra Olga, dalam sekolah liturgi ini ia mendapatkan pengetahuan baru tentang arti pelayan liturgi dalam Ekaristi yang merupakan satu kesatuan dan perlu kerjasama. Sehingga, seharusnya komentar buruk antar pelayan liturgi bisa diminimalisir dengan kesadaran tersebut.
“Khusus dalam kelas timpel paduan suara kami diajarkan untuk saling memahami antara petugas koor, notasi, jenis lagu, dan hal-hal yang kurang baik saat ekaristi. Saya senang karena pembawaan narasumber sangat enjoy dan fun sehingga membuat peserta tidak bosan,” tandasnya mantap.
Pastor Paroki Atmodirono, Romo Yusup “Nano” Sunarno, MSF mengajak ‘murid’ sekolah liturgi untuk bersyukur atas kesempatan belajar bersama dalam Sekolah Liturgi 2025. Menurutnya, ini merupakan salah satu usaha pelayan liturgi untuk memperbaiki diri dari waktu ke waktu baik dalam liturgi dan hidup menggereja.
“Saya berharap setelah ini kita bisa berliturgi dengan lebih baik dari waktu ke waktu. Selamat berproses dalam dan setelah sekolah liturgi ini,” harapnya. (BD Elwin)