“Bangga menjadi Remaja Katolik”, SOMA I Kevikepan DIY 2019

Twitter
WhatsApp
Email

“Di tangan seorang remaja berusia belasan sebuah palu besar mengayun dengan kecepatan tinggi menghancurkan dinding yang telah di susun rapi. Dinding yang bergambar …., simbol dari kelemahan pun hancur berantakan setelah tiga pukulan palu Mjolnir mendarat telak. Sorak remaja, yang mendapat julukan Black Tor diikuti sorakan riuh dari suluruh peserta yang hadir di situ. Sebuah sorak kemenangan telah berhasil mengalahkan symbol kelemahan.”

Sepenggal kisah ini, merupakan salah satu adegan seru yang dialami teman-teman peserta SOMA remaja Kevikepan DIY angkatan 2019. Sebuah alat permainan yang menyerupai Palu Mjolnir menjadi alat penghancur symbol kelemahan dan tantangan peserta SOMA. Simbol kelemahan dan tantangan tergambar di dinding yang tersusun dari balok kardus merupakan hasil penemuan para peserta.  Simbol itu merupakan symbol bersama seluruh peserta yang berawal dari kelemahan dan tantangan yang ditemukan diri sendiri kemudian digabungkan dan direfleksikan menjadi kelemahan dan tantangan bersama. Dalam sesi Romo Andri,Pr., Romo Moderator KKM kevikepan DIY, para peserta diajak untuk berani menghancurkan hambatan diri dan komunitas supaya menjadi remaja yang militan, mandiri, inisiatif dan tanggungjawab.

SOMA (School of Missionary Animators) merupakan sarana kaderisasi remaja katolik. SOMA menjadi upaya untuk mengembangkan kemampuan remaja katolik menjadi “rasul-rasul muda” pembawa injil masa kini. KKM-KKI (Komisi Karya Misioner-Karya Kepausan Indonesia) KAS (Keuskupan Agung Semarang) menginisiasi kegiatan SOMA menjadi tiga tahap dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun dengan peserta tiga remaja dan dua pendamping per paroki.

KKM Kevikepan DIY mencoba untuk meneruskan upaya ini dan memperluas jangkauan adar lebih banyak peserta remaja dan pendamping dari tiap-tiap paroki terjaring. Tahapan, tema dan silabus mengikuti apa yang sudah disiapkan SOMA KAS. Namun, untuk proses penyelenggaraannya ada yang diolah sendiri da nada pula yang disinkronkan dengan SOMA KAS, terutama dalam proses pendampingan post SOMA.

Sama halnya SOMA KAS, SOMA Kevikepan DIY dilakukan 3 tahap. SOMA Tahap pertama dengan tema belajar “Bangga menjadi Remaja Katolik”. SOMA I dilaksanankan di Wisma Salam, Muntilan pada hari Rabu s/d Jumat, 29 s/d 31 Mei 2019. Kegiatan ini diikuti oleh peserta: pendamping dan remaja dari paroki-paroki yang ada di kevikepan DIY. Total peserta sekitar 116 orang yang berasal dari 22 paroki. Masing-masing paroki mengirimkan 1 pendamping dan 4 remaja sebagai peserta SOMA.

SOMA I Kevikepan DIY ini difasilitasi dan diselenggarakan oleh pengurus KKM Kevikepan DIY. Kali ini Panitia tidak mengundang narasumber sebagai pemateri. Sumber belajarnya peserta sendiri. Panitia memfasilitasi supaya peserta menemukan sendiri pemahamannya dari pengalaman berdinamika bersama. Peserta menjadi guru bagi diri sendiri dan sumber belajar bagi temannya. Dengan pendekatan ini, harapanya peserta dapat menemukan sendiri kebanggaannya sebagai remaja katolik. Penemuan diri ini merupakan kekuatan untuk bekal praktik dalam keseharian mereka di rumah, sekolah, komunitas, gereja maupun masyarakat.

Hari 1 SOMA.
Proses diawali dengan dinamika perkenalan. Lagu-lagu animasi dan game-game perkenalan yang seru mewarnai proses ini. Suasana cair dan saling mengenal satu sama lain antar peserta dan juga dengan panitia menjadi tujuannya.

Selanjutnya, peserta dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pendamping remaja berdinamika di Aula Batu bersama kak Rosy ditemani Pak Gemak, Mas Yudhis, bu Reny dkk untuk mendapat pengantar tentang SOMA dan bagaimana mereka berperan sebagai pendamping selama proses SOMA I dan post SOMA satu tahun ke depan. Dialog dengan pendamping yang hadir terutama yang pernah mengikuti SOMA KAS menjadi cara efektif bagi kak Rosy untuk menjelaskan tentang SOMA. Kelompok Remaja berdinamika bersama Simbok, Kak Juju, Kak Egy, Kak Indika dkk di Aula Girli. Sama-sama mengenalkan tentang SOMA, proses di kelompok remaja lebih dinamis dan banyak permainannya.

Supaya SOMA ini berjalan dengan baik, maka perlu dibangun kesepakatan bersama untuk saling menjaga proses. Sesi ini fasilitator mengajak para peserta untuk mendiskusikan apa saja yang perlu dijaga bersama selama proses SOMA tiga hari. Ada tiga kesepakatan yang dibuat oleh peserta yaitu, menjaga diri, menjaga teman dan menjaga lingkungan sekitar. Dengan tiga kesepakatan ini diharapkan selama tiga hari dapat saling menjaga prosesnya sehingga lebih optimal dalam pembelajaran bersama.

Peserta kemudian dibekali dengan kemampuan menulis refleksi. Romo Andri memfasilitasi sesi ini. Romo mencoba memberikan teknik sederhana yang mudah dipahami dan dipraktikan oleh peserta. Peserta diajak latihan menulis refleksi dengan bekal pengalaman pada sesi sebelumnya.

Bagian penting pada proses SOMA hari pertama adalah sesi pengenalan diri. Sesi ini dipandu oleh pak Gemak. Untuk mengenali dirinya peserta diajak bermain fotonovela. Peserta pendamping dan remaja berbaur kemudian di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok diberikan gambar manusia yang beraktivitas dengan jumlah yang cukup. Masing-masing peserta kemudian memilih tiga gambar yang mewakili pribadinya. Saat yang seru adalah saat dimana masing-masing peserta diberi kesempatan untuk menceritakan tentang gambar yang dipilihnya dan apa kecocokan gambar itu dengan dirinya. Peserta yang sebelumnya jarang bicara, yang malu-malu dengan mudahnya menceritakan tentang dirinya dengan medium foto novella tersebut.

Sesi ini juga bermaksud untuk mengungkap kecenderungan remaja pada umumnya. Maka, tahap selanjutnya peserta diminta untuk merangkai gambar-gambar yang dipilih masing-masing menjaadi rangkaian milik kelompok pada plano. Yang dilakukan pesserta adalah mengidentifikasi gambar yang mirip kemudian dikelompokkan. Setelah dikelompokkan disusun menjadi rangkaian cerita.

Paling tidak ada tiga point yang diceritakan:

  1. Identitas “Kelompok kami merupakan remaja yang (hal baik/ cita-cita/ harapan)”,
  2. Hambatan “namun masih ada kekurangan …. “, dan
  3. Upaya mengatasi hambatan. Setelah selesai masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Setelah semua kelompok presentasi, maka fasilitator dan seluruh peserta menemukan gambaran utuk remaja katolik terutama yang mengikuti SOMA ini.

Rangkaian kegiatan selama satu hari ini ditutup dengan review dan refleksi proses yang sudah dilalui. Review, menjadi sarana untuk meneguhkan nilai-nilai dan hasil belajar yang sudah ditemukan selama satu hari. Selanjutnya proses ditutup dengan doa malam.

Hari ke 2 SOMA.

Proses hari ke dua ini merupakan pendalaman proses hari pertama. Di hari ke dua, para peserta diajak untuk semakin mengenal diri dan komunitasnya dengan menggunakan analisis SWOT/ KeKePAn (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman). Fasilitator tentunya menggunakan cara-cara yang seru membangun dinamikanya.

Para peserta dan panitia mengawali hari dengan mengikuti Perayaan Ekaristi Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus. Misa dipimpin oleh romo Andri, Pr. Khotbah Romo Andri menjadi peneguhan bagi peserta untuk mengikuti proses SOMA secara utuh dan kemudian siap berkarya menjadi missioner dalam keseharian.

Sebagai penghubung proses hari pertama dan ke dua fasilitatro mengajak para peserta untuk mereview kembali nilai-nilai belajar yang sudah ditemukan di hari pertama. Kemudia masuklah pada sesi pendalaman diri menggunakan analisisk SWOT.

Tahap pertama, peserta diajak bermain peran menjadi si lumpuh, si bisu-tuli dan si buta. Yang menjadi si lumpuh ada dua orang, kaki dan tangan tidak boleh digerakkan untuk berpindah tempat bergantung pada yang lain. Si bisu-tuli juga diperankan dua orang dalam kelompok, komunikasinya terbatas karena tidak bisa mendengar dan berbicara. Namun, dia bisa berjalan dan melihat. Si buta diperankan satu orang. Si buta dapat berjalan dan menggunakan tangannya, bisa mendengar dan berbicara. Namun, dia tidak bisa melihat.

Fasilitator melakukan pembagian kelompok dengan kartu remi ditambah 1 simbol baru. Menggunakan game berkumpul lima orang, para peserta sudah terbagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing beranggotakan lima orang. Setiap orang mendapatkan satu kartu. Symbol pada kartu itulah yang menentukan peran yang akan mereka lakukan. Sesaat peserta diminta untuk mengenali anggota kelompok yang lain. Setelah itu mengambil jarak sekitar 7 langkah dari titik kelompok berkumpul, kemudian memerankan tokoh sesuai dengan intruksinya.

Misinya mudah, yaitu berkumpul dengan teman satu kelompok. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki masing-masing, jarak dan pergerakan dari kelompok lain. Berkumpul dengan teman satu kelompok tidaklah mudah.

Selesai misi pertama, dilanjutkan misi ke dua. Untuk melakukan misi ke 2 mereka berubah peran. Ada yang menjadi mata, mulut, telinga, kaki dan tangan. Mereka satu tubuh, hanya saja perannya berbeda. Yang menjadi mata hanya bisa melihat. Dia tak bisa melakukan komunikasi ke public tapi bisa berbisik kepada telinga. Yang menjadi telinga hanya bisa mendengar. Dia tidak bisa bergerak dan tidak bisa berkomunikasi ke public. Telinga hanya bisa berbisik kepada mulut. Yang menjadi mulut dia bisa berkomunikasi kepublik dan kepada kaki dan tangan. Dia tidak bisa bergerak. Yang bisa melakukan pergerakan adalah kaki, dan tangan hanya bisa memegang. Kaki tidak boleh menggunakan tangannya dan sebaliknya tangan tidak boleh menggunakan kakinya. Kecuali mata, semua ditutup matanya. Misinya adalah memindahkan barang yang diminta oleh fasilitator. Permainan ini sungguh seru, karena masing-masing memiliki keterbatasan dan harus melakukan kerjasama untuk menyelesaikan misi kelompoknya.

Permainan ini mengajak peserta untuk mengenali kelemahan dan kekuatan diri. Setelah permainan selesai peserta diaja untuk merefleksikan dirinya. Menanggapi permainan serta mengenali kekuatan dan kelemahan diri. Dalam kelompok peserta diajak sharing dan menemukan kecenderungan apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan bersama. Kesimpulan kelompok kemudian disimbolkan dan digambar.

Tahap kedua, peserta diajak untuk mengenali peluang dan ancaman (tantangan). Permainan menyusun menara menggunakan sedotan dan kertas Koran yang terbatas membuat proses ini menjadi seru. Makin seru lagi fasilitator mensyaratkan 3 hal untuk mengunji menara peserta. Menara yang sudah ajadi akan di uji mana yang ter kuat, ter indah dan ter tinggi. Yang membuat berdebar-debar peserta adalah alat penguji yang disiapkan. Ada palu Tor dan kipas angin berkecepatan tinggi untuk menguji kekuatannya. Meteran yang panjang untuk menguji ketinggiannya. Dan keindahan diuji dengan tepukan paling meriah dari semua peserta.

MC memandu pembuatan menara ini dengan cukup meriah. Selesai sudah menara dari masing-masing kelompok dan siap diuji. Selesai diuji, ternyata panitia membri kejutan hadiah pada para peserta. Semua kelompok mendapatkan hadiah dari nilai yang tertinggi sampai yang terendah.
Seperti halnya pada tahap sebelumnya, fasilitator kemudian mengajak peserta berefleksi untuk mengenali peluang dan tantangan yang dihadapi oleh diri sendiri untu menjadi remaja katolik. Dalam kelompok peserta diajak sharing dan menemukan kecenderungan apa yang menjadi peluang dan tantangan bersama sebagai remaja katolik. Kesimpulan kelompok kemudian disimbolkan dan digambar.

Tahap yang ketiga fasilitator memandu untuk mereview kembali apa yang sudah ditemukan oleh kelompok sebagai kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan remaja. Review ini kemudian di simbolkan dengan gambar. Supaya proses ini menjadi seru dan menyenangkan, panitia menyediakan balok-balok kardus, cat dan kain perca sebagai kuasnya. Peserta dalam kelompok diajak memggabarkan symbol yang sudah disepakati pada dinding yang tersusun dari kardus. Ada 4 sisi kardus yang digambar akan disusun seperti puzzle.

Terbentuklah dinding-dinding yang tersususn dari balok kardus dengan gambar indah karya kelompok. Masing-masing karya dapat dibongkar dan disusun lagi sehingga menampakkan gambar yang lain. Kelompok kemudian mempresentasikan karyanya dan arti lambang yang mereka buat. Kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan sebagai remaja untuk mewujudkan cita-citanya “remaja bintang peradaban kasih” menjadi terpetakan dengan baik.

Apa yang sudah ditemukan oleh peserta ini kemudian diberi peneguhan pada sesi yang difasilitasi oleh suster dan romo. Sesi ini memberi tekanan pada militansi, mandiri, inisiatif dan tanggungjawab. Empat hal ini yang akan mendukung kebanggaan menjadi remaja katolik. Pada tahap terakhir dari sesi ini romo mengajak peserta menghancurkan apa yang menjadi penhalang. Peserta diakjak menghancurkan kelemahan dan tantanggan. Palu tor kemudian dipinjamkan kepada kelompok untuk menghancurkan dinding kelemahan dan tantangan. Dengan semangat mereka berebut untuk merobohkan dinding-dinding yang terpampang didepan mereka. Duar….duar…. akhirnya 4 dinding kelemahan dan tantangan menjadi roboh.

Hari kedua ditutup dengan review dan doa jalan salib.

Hari ke tiga.
Soma hari ketiga. Peserta diajak untuk membuat rencana tindak lanjut. Apa yang akan dilakukan peserta secara pribadi, di paroki maupun pada tingkat rayon setelah SOMA I ini? Ini menjadi pertanyaan yang mengantar peserta untuk membuat rencana tindak lanjut. Peserta juga menentukan coordinator untuk masing-masing rayon. Pengurus KKM kevikepan mengutus pengurus untuk menemani proses mereka sehingga penyelenggaraan dan pendokumentasian proses post SOMA mendapat kepastian. #Yudis

Galeri foto klik disini