Saat Kanvas Bertemu Arena Digital: OMK Santo Petrus Warak Rangkul Keragaman Ekspresi Kaum Muda Lewat Lukisan dan E-Sports

Twitter
WhatsApp
Email
Suasana "meriah dan menyenangkan" yang tercipta di nDalem Padmowarsito

SLEMAN – Sebuah pemandangan kontras namun harmonis tersaji di nDalem Padmowarsito, Warak, pada hari Minggu (19/10/2025). Di satu sudut, keheningan khusyuk menyelimuti; jemari-jemari lentik menari di atas kanvas, menuangkan gagasan mendalam tentang kemanusiaan. Di sudut lain, riuh rendah teriakan taktis dan sorak-sorai penuh adrenalin membahana, menandai pertarungan strategi di arena digital Mobile Legends.

Dua dunia yang tampak kontras ini—kontemplasi seni dan adrenalin e-sports—bertemu dalam satu harmoni. Inilah babak kedua dari rangkaian acara Specta yang diinisiasi oleh Orang Muda Katolik (OMK) Santo Petrus Warak. Setelah sukses menggebrak lewat kompetisi futsal, OMK Warak kembali membuktikan komitmen mereka untuk membangun “rumah” yang relevan bagi kaum muda, sebuah rumah yang memahami bahwa ekspresi memiliki banyak sekali bentuk..

Kegiatan ini sukses menarik antusiasme tinggi, tidak hanya dari OMK se-Kevikepan Yogyakarta Barat, tetapi juga diramaikan oleh kehadiran teman-teman OMK dari luar paroki di wilayah Kevikepan, membuktikan bahwa gaung Specta telah meluas dan menjadi magnet kebersamaan yang baru.

Menjawab Kebutuhan Zaman dengan Dua Pintu Berbeda

Koordinator Seksi Lomba Specta 2025, Heronimus Delfrianto Westpa Gagah, memberikan refleksi mendalam mengenai pilihan dua genre lomba yang sangat berbeda ini. Menurutnya, ini adalah sebuah sikap sadar untuk menjawab kebutuhan zaman secara jujur dan terbuka, tanpa menghakimi.

“Kami melihat bahwa ‘ruang bersama’ bagi kaum muda tidak bisa lagi diseragamkan,” ujar Delvri. “Specta hadir untuk memberi validasi pada minat mereka yang beragam. Lomba Lukis dan Mobile Legends adalah dua pintu masuk berbeda yang sengaja kami buka lebar-lebar untuk masuk ke ‘rumah’ OMK yang sama.”

Lomba Mobile Legends, jelasnya, adalah jawaban atas realitas yang tak terelakkan. “Kita tidak bisa menutup mata bahwa sebagian besar interaksi sosial anak muda saat ini ada di dunia game. Daripada melihatnya sebagai ancaman, kami memilih untuk memfasilitasinya sebagai ruang positif,” lanjutnya.

Baginya, turnamen ini bukan sekadar ajang adu skill menekan layar. “Di sini mereka meluapkan rasa, mengasah strategi tim, dan yang terpenting, belajar tentang sportivitas. Mereka belajar menerima kekalahan dengan legawa dan merayakan kemenangan bersama. Ini adalah sekolah karakter dalam medium yang mereka cintai. Keakraban yang terjalin antar pemain setelah pertandingan usai adalah bukti bahwa persaudaraan bisa tumbuh, bahkan dari arena virtual sekalipun.”

Mengolah Rasa Lewat “Cinta Kasih dalam Keragaman”

Jika Mobile Legends adalah tentang kecepatan reaksi, Lomba Melukis adalah tentang kedalaman refleksi. Panitia secara khusus mengangkat tema “Cinta Kasih dalam Keragaman”, sebuah tema yang menusuk langsung ke jantung fenomena sosial saat ini.

“Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi, kami ingin mengajak kaum muda untuk jeda sejenak dan ‘mengolah rasa’,” refleksi. Lomba melukis menjadi medium kontemplasi. Tema ini, menurutnya, dipilih untuk menajamkan kepekaan nurani.

“Kami menantang mereka untuk tidak hanya ‘tahu’ bahwa keragaman itu ada, tetapi untuk ‘merasakan’ mengapa cinta kasih adalah fondasi untuk merawatnya. Bagaimana mereka melihat perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai ancaman? Lomba ini adalah ruang bagi orang muda Katolik yang gemar melukis untuk berkreasi sekaligus bersuara lewat cara yang mungkin lebih sunyi, namun tak kalah kuat.”

Apresiasi Maestro: “Karya Peserta Sudah Berkarakter”

Keseriusan OMK Warak dalam memfasilitasi ruang seni ini dibuktikan dengan kehadiran dewan juri yang sangat kompeten, yaitu para seniman yang telah lama berkecimpung di dunia kesenian Yogyakarta, Ki Wahono dan Edbert Antonio.

Kehadiran mereka bukan sekadar untuk menilai, tetapi juga untuk memberi apresiasi dan arah. Kedua juri ini mengaku terkesan dengan hasil karya para peserta. Menurut mereka, karya-karya yang dihasilkan tidak hanya baik secara teknis, tetapi juga “sudah memiliki karakter dan ciri khas sendiri.”

Mereka menilai bahwa bibit-bibit seniman muda ini memiliki potensi besar dan “siap untuk dikembangkan lebih lanjut.” Dalam pesannya kepada para peserta, para juri memberikan amanat yang sederhana namun mendalam: “Jangan lelah untuk berkesenian.”

Apresiasi dari para maestro ini menjadi validasi penting bagi para peserta, sebuah penegasan bahwa hobi dan gairah mereka di bidang seni memiliki nilai dan patut untuk terus diasah.

Pesta Kreativitas dan Persaudaraan

Suasana “meriah dan menyenangkan” yang tercipta di nDalem Padmowarsito menjadi bukti nyata keberhasilan konsep Specta. Dua kutub kreativitas itu tidak saling meniadakan, justru saling melengkapi. Energi yang meledak-ledak dari arena ML seolah diseimbangkan oleh keteduhan dari ruang melukis.

Setelah melalui proses penilaian dan pertandingan yang ketat, para pemenang pun diumumkan:

Lomba Melukis:

  • Juara 1: Paroki Santa Theresia Sedayu
  • Juara 2: Paroki Santo Petrus Warak
  • Juara 3: Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok

Lomba Mobile Legends:

  • Juara 1: Paroki Gereja Santo Yohanes Paulus II Brayut
  • Juara 2: Paroki Santa Theresia Sedayu
  • Juara 3: Paroki Santa Maria Assumpta Gamping

Rangkaian Specta akan segera mencapai puncaknya pada Ekaristi Kaum Muda (EKM) pada 26 Oktober 2025. Momen itu akan menjadi penutup yang sempurna, di mana semua energi—dari lapangan futsal, kanvas lukis, dan arena digital—akan disatukan dalam satu perayaan syukur, menegaskan bahwa OMK telah benar-benar menjadi rumah yang nyaman bagi semua.