Kulon Progo 12 Oktober 2025, Di tempat yang sudah tidak asing lagi bagi umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang di tempat yang teduh dan tenang rangkaian Novena Laudato Si’ Kevikepan Yogyakarta Barat berakhir pada Periode Ke – 9 ini. Dengan Tema Syukur Budaya Ekologis dimana kita diajak untuk melestarikan alam ciptaanNYA sebagai bagian dari suatu gaya hidup yang mencakup kemampuan untuk hidup bersama dan dalam persekutuan yang mampu bersyukur dalam iman, harapan dan kasih.
Dalam kesempatan perjumpaan ini Rm AR. Yudono Suwondo, Pr, Vikaris Episkopal Kevikepan Yogyakarta Barat menyapa umat yang hadir menyemarakan suasana terdiri perwakilan dari sembilan belas perwakilan Paroki di Kevikepan Yogyakarta Barat juga hadir para peziarah pengharapan dari Semarang, Boyolali, Magelang dan Surakarta. Dalam kegiatan kali ini sekaligus dilaksanakan Penutupan Novena Yubileum dan Peringatan Hari Pangan Sedunia 2025.
Rm Yudono berterima kasih atas kesetiaan para umat yang hadir dalam sembilan kali kesempatan Novena Laudato Si‘. “Syukur atas budaya Ekologis” kita diajak bersyukur seperti Orang Samaria, yang “ketika melihat bahwa ia telah sembuh setelah bertemu Yesus, ia kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu sujud di depan kaki Yesus, dan mengucap syukur kepada-Nya”, sebagaimana disampaikan oleh Lukas dalam kisah Sepuluh Orang Kusta (Luk 17: 15-16).

“Syukur atas budaya Ekologis” dimulai ketika merenungkan dengan penuh kesadaran kata-kata Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si‘ mengenai pentingnya memelihara Bumi sebagai rumah bersama untuk mewariskan lingkungan yang nyaman kepada anak cucu kita, sehingga benar-benar layak menjadi rumah bagi mereka. Kepada kita saat ini, diajak untuk senantiasa memiliki rasa kagum terhadap karya Tuhan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perjumpaan dengan sesama. KEKAGUMAN yang mendalam terhadap ciptaan akan melahirkan kesediaan untuk mewartakan kasih Allah kepada dunia.
Keluarga dapat menjadi tempat menanamkan nilai-nilai spiritualitas ekologis. Kebiasaan- kebiasaan sederhana yang dimulai dari keluarga, menjadi bekal anak-anak untuk memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, tidak abai terhadap sampah atau penggunaaan energi yang berlebihan, juga sadar bahwa kerusakan yang ditimbulkan sekarang, berdampak pada generasi yang akan datang. Orang tua yang memberi teladan kepedulian terhadap lingkungan akan memetik hasil, anak-anak generasi muda yang tanggap lingkungan dan tidak egois, dan ini membutuhkan KESABARAN seperti Paulus: “Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah supaya merekapun memperoleh keselamatan dalam Kristus” (2Tim 2:10)
Kekaguman dan Kesabaran akan alam semesta dapat memicu KREATIFITAS PENUH CINTA. Dengan itu, kita bisa mendengar rintihan Bumi dan tangisan si Miskin yang terbebani dengan kerakusan manusia akan banyaknya produksi yang harus dihasilkan yang menyebabkan penggunaan bahan-bahan non alami yang memperparah kondisi Bumi. Keberanian mencoba menggunakan pupuk alami dapat menjadi salah satu tanda harapan akan kondisi bumi yang lebih baik meski dalam skala kecil dan terbatas. Tindakan kecil namun baik, bila konsisten dilakukan akan menjadi arus baru dalam merawat kehidupan. Dalam Cinta, kita bisa memahami dan mengambil langkah pertama dalam bertindak bagi siapapun yang miskin dan terpinggirkan dengan mengusahakan bumi dan alam semesta untuk memenuhi kebutuhan sekaligus memeliharanya agar tetap lestari.
Kesadaran Ekologis yang bermuara pada pertobatan Ekologis dapat memicu sikap dan perilaku hidup sederhana. Hidup secara sederhana berarti mengerti mana yang utama, mana yang tambahan. Persoalan timbul manakala orang begitu sibuk mengejar hal-hal yang tidak utama melebihi yang utama. Diperlukan kebeningan hati, ketenangan dan sikap tidak tergesa-gesa termasuk dalam memeluk alam. Memang tidak mudah, diperlukan edukasi ekologis, pendidikan dan penyadaran terus-menerus sebagaimana pendidikan yang kita terima dari para leluhur kita dahulu. Mereka sabar membimbing kita dengan bijaksana, seperti Nabi Elia mengubah ketergesa-gesaan Naaman ketika ia mengalami kesembuhan dari penyakit kustanya. Pada akhirnya, Naaman mengatakan: “jika demikian, berikanlah kepada hambamu ini tanah sebanyak dapat diangkut oleh sepasang bagal sebab hambamu ini tidak akan lagi mempersembahkan kurban kecuali kepada Tuhan” (2Raj 5:14-17).
Pada akhirnya, marilah kembali mengungkapkan seruan syukur: “ Bersyukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah bagimu dalam Kristus Yesus” (1Tes 5:18). Bersyukur atas budaya hidup Ekologis adalah keberanian untuk mengagumi alam ciptaan, merawatnya dengan kesabaran dan kerendahan hati.
Ekaristi puncak Penututupan Novena Laudato Si’, Novena Yubileum dan Peringatan Hari Pangan Sedunia 2025 dipimpin Selebran Utama Rm. AR. Yudono Suwondo, Pr ; Co-selebram Rm. Thomas Ari Wibowo, Pr, Rm. A. Hendri Atmoko, Pr, Rm. Yohanes Iswahyudi,Pr, Rm. Servulus Juanda, Pr.; setelah ekaristi dilakukan pemberkatan air sendang dan pemberkatan tumpeng yang akan disantap bersama dimana panitia juga menyediakan 3000 nasi bungkus.

Puncak dari keseluruhan kegiatan Novena Laudato Si’ 2025 adalah bagaimana umat yg telah mengikuti seluruh kegiatan novena laudato si 2025 mampu mengubah pola hidup yg selama ini tdk sejalan dg budaya ekologis menjadi lebih ekologis dan peduli lingkungan hidup.









