MAGELANG, KEDU- Mendekati Hari Raya Waisak yang jatuh pada hari Senin, 12 Mei 2025 Bhante atau Biksu berjalan dari Thailand ke Candi Borobudur. Seperti tahun 2024 yang lalu, Thudong viral dan moncer di media sosial.
Thudong sendiri merupakan ritual yang dilakukan menjelang Waisak oleh para Biksu, dan aksi tersebut merupakan sebuah perjalanan spiritual dan religi.
Tahun 2025 ini Thudong kembali dilakukan, dan pada Jumat, 9 Mei 2025 para Biksu memasuki Kota Magelang, Jawa Tengah dan sebelumnya telah beristirahat di Gereja Katolik Santo Thomas Rasul Bedono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Pada momen para Bhante melangkahkan kaki di Kota Magelang, rombongan menerima sambutan di Klenteng Liong Hok Bio. Adapun sambutan diberikan oleh Wakil Wali Kota Magelang Sri Harso bersama dengan tokoh Agama Kota Magelang. Perjalanan para Bhante sendiri diharapkan mampu menjadi penebar benih toleransi di Kota Magelang, kata Wakil Wali Kota Magelang dalam sambutannya pada para Bhante yang melakukan perjalanan dari Thailand ke Borobudur untuk perayaan Waisak 2569 BE.
Masih dari Klenteng Liong Hok Bio panitia lokal penyambutan Biksu Thudong David Hermandjaja menjelaskan soal perjalanan religi itu. Ditegaskan bahwa aksi spiritual tersebut dilakukan untuk menyambut momen Waisak 2569 BE. Selama perjalanan sambutan untuk para Biksu juga penuh dengan tindakan yang menggambarkan toleransi.
Usai rehat di Klenteng Liong Hok Bio sebagian Biksu kembali melangkahkan kaki untuk menuju Gereja Katolik Santo Ignatius Magelang. Pada perjalanan menuju Gereja Santo Ignatius Romo Fransiskus Xaverius Alip Suwito, Pr ikut mendampingi para Biksu.
Ketika tiba di Gereja Santo Ignatius Vikaris Episkopalis Kedu Romo Antonius Dodit Haryanto, Pr menyambut para Biksu tersebut. Romo Dodit memberikan penegasan bahwa perjalanan suci para Biksu menjadi pengingat umat Katolik yang tengah menjalanai Tahun Yubelium dengan tema Peziarahan Pengharapan.
Sementara itu untuk diketahui Thudong sendiri merupakan perjalanan yang penuh dengan kesabaran, sebab selama perjalanan para Bhante hanya mengenakan sandal dan kaus kaki dengan jubah mereka. Tak jarang, para bhante harus melakukan perjalanan dengan cuaca yang tak menentu dengan bekal secukupnya.
Reporter: Heribertus Herning Palmono
Editor: Masukanulis









