Di Bulan Ajaran Sosial Gereja, OMK Diajak Kritis Hadapi Tantangan Digitalisasi dan AI

Twitter
WhatsApp
Email
Gereja tidak bisa menutup mata terhadap situasi sosial yang terjadi. Isu-isu seperti martabat pekerja, hak asasi manusia, hingga perkembangan teknologi seperti AI, menjadi perhatian Gereja

BANTUL – Bulan Agustus secara khusus didedikasikan sebagai Bulan Ajaran Sosial Gereja (ASG), sebuah momen bagi umat Katolik untuk merefleksikan kembali panggilan Gereja di tengah masyarakat. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, Orang Muda Katolik (OMK) secara khusus diajak untuk tidak hanya memahami, tetapi juga menerapkan pedoman moral Gereja dalam menghadapi realitas modern, termasuk digitalisasi dan kecerdasan buatan (AI).

Ajakan ini menjadi sorotan utama dalam sebuah podcast Ngopi Pod (Ngobrol Seputar Iman Podcast) yang dibawakan oleh Bima (Pendamping OMK Paroki Bantul) sebagai host bersama dengan narasumber Romo Laurentius Dwi Agus Merdi Nugroho, Pr (Ketua Komisi Kepemudaan Kevikepan Yogyakarta Barat). Konten podcast ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan program kerja ANJRIT (Anak Muda Jiwai Kristus), sebuah program dari Komisi Kepemudaan Kevikepan Yogyakarta Barat yang bertujuan meneguhkan iman dan keterlibatan orang muda Katolik di tengah tantangan zaman. Romo Merdi menekankan bahwa ASG bukanlah sekadar dokumen historis, melainkan kompas moral yang hidup dan relevan bagi kaum muda saat ini.

Menurut Romo Merdi, ASG memiliki akar sejarah yang kuat, dimulai dari ensiklik Rerum Novarum yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada abad ke-19 sebagai respons terhadap revolusi industri. Dokumen tersebut menjadi tonggak kepedulian Gereja terhadap isu keadilan sosial, martabat, dan hak-hak pekerja.

“ASG bukanlah ajaran yang kaku dan ketinggalan zaman. Sebaliknya, ASG adalah kompas moral Gereja yang terus diperbarui untuk menjawab berbagai persoalan sosial, mulai dari isu keadilan bagi pekerja hingga isu lingkungan dalam Laudato Si’ dan tantangan teknologi saat ini,” jelas Romo Merdi.

Secara khusus, Romo Merdi menyoroti bagaimana dunia digital telah mengubah cara OMK berinteraksi dan memandang dunia. Ia mengingatkan bahwa teknologi, meskipun membawa banyak kemudahan, harus diposisikan sebagai sarana, bukan tujuan akhir dari hidup manusia. Tantangan terbesar bagi OMK adalah menjaga esensi hubungan manusiawi yang otentik di tengah derasnya arus komunikasi digital.

“Gereja tidak bisa menutup mata terhadap situasi sosial yang terjadi. Isu-isu seperti martabat pekerja, hak asasi manusia, hingga perkembangan teknologi seperti AI, menjadi perhatian Gereja,” ujarnya. “Perangkat digital seperti smartphone sangat diperlukan, tetapi penggunaannya harus ditempatkan sebagai sarana. OMK diajak untuk tetap membangun hubungan relasional secara langsung (offline) sebagai bentuk penghargaan terhadap martabat manusia,” tegasnya.

Ia menambahkan, keterlibatan di dunia digital harus diimbangi dengan kepekaan sosial di dunia nyata. OMK didorong untuk menggunakan teknologi secara bijak, misalnya untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan, daripada terjebak dalam individualisme dan interaksi semu.

Sebagai penutup, Romo Merdi mendorong OMK untuk menghidupi tiga nilai utama ASG di bulan Agustus ini: memperjuangkan keadilan (justice), mengupayakan perdamaian (peace), dan menyebarkan kasih (love). Dengan berpegang pada nilai-nilai tersebut dalam tindakan nyata sehari-hari, OMK dapat menunjukkan identitasnya secara utuh sebagai 100% Katolik dan 100% Indonesia.

Program ANJRIT (Anak Muda Jiwai Kristus) sendiri merupakan inisiatif Komisi Kepemudaan Kevikepan Yogyakarta Barat yang secara khusus menyasar orang muda Katolik agar semakin terlibat aktif di tengah Gereja dan masyarakat. Melalui media digital seperti Ngopi Pod, OMK didorong untuk berdialog tentang iman dengan cara yang segar dan relevan. Produksi podcast ini turut melibatkan Komsos Gereja Santo Yakobus Bantul, sebagai wujud kolaborasi antar bidang dalam pelayanan. (oleh: Dionisius Rizky Pramusinto / OMK Paroki Bantul)

Link YouTube : https://www.youtube.com/watch?v=H2KewJJHp3Q