Moyudan, 11 Mei 2025 — Kevikepan Yogyakarta Barat kembali menggelar Novena Laudato Si’ periode keempat dengan tema Tangisan Si Miskin. Kegiatan ini berlangsung di Taman Doa Maria Ratu Perdamaian Sendang Jatiningsih, wilayah Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu, Sleman.
Bertepatan dengan Minggu panggilan dan juga Novena V hari jadi Taman Doa Maria Ratu Perdamaian Sendang Jatiningsih, acara ini diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan Mars Keuskupan Agung Semarang, yang dibawakan secara meriah oleh paduan suara anak-anak dari TK Kanisius Jetis Depok, Minggir. Pembukaan dipandu oleh Pak Riyanto selaku pembawa acara, yang mengawal rangkaian kegiatan mulai dari doa pembuka hingga pengantar menuju perayaan Ekaristi.
Dihadiri lebih dari 1200 umat diajak mendalami katekese oleh Rm. Bernadus Himawan, Pr. dalam pesannya, manusia dipanggil untuk menjadi “penjaga taman” (Kejadian 2:15), tetapi dosa merusak harmoni ini (Roma 8:19-22), manusia lebih memikirkan untuk mengekploitasi bumi tetapi lupa memelihara bumi ciptanNYA. Ketika suatu kebijakan baik tidak segera dilaksanakan dalam kehidupan pribadi dan sosial, maka muncul ketimpangan, termasuk ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, tidak cukup kita berbicara tentang keutuhan ekosistem. Kita harus terus berani berbicara tentang keutuhan hidup dan nilai-nilai kehidupan ciptaanNYA. Hilangnya kesadaran manusia pada perlindungan alam ciptaan, yang terlalu menginginkan menguasai sumber daya alam yang dianggap tanpa batas, akhirnya hanya akan membawa kerugi-an bagi umat manusia, alam dan lingkungan. Beliau menyoroti ketimpangan sistem pengelolaan sumber daya yang mengakibatkan penderitaan bagi kaum miskin. “Mereka yang paling bergantung pada alam justru paling menderita karena tidak mendapatkan akses yang layak terhadap teknologi, pendidikan, maupun perlindungan,” ujarnya. Krisis ekologis adalah “tangisan si miskin” dan “tangisan bumi” maka aksi kolektif untuk membangun sistem yang adil dan berkelanjutan.
“Segala sesuatu terhubung. Karena itu, perhatian terhadap lingkungan perlu digabungkan dengan cinta yang tulus kepada sesama.”(LS 91)
Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Vikaris Episkopal Kategorial Keuskupan Agung Semarang, Rm. Y. Dwi Harsanto, Pr, sebagai selebran utama, didampingi imam lainnya: Rm. A. Hendri Atmoko, Pr, Rm. Bernadus Himawan, Pr, Rm. Adolfus Suratmo, Pr, dan Rm. T. Insaf Santoso, Pr.
Dalam homilinya, Romo Dwi menegaskan pentingnya persatuan misi umat dalam iman. “Kita memiliki satu tugas bersama dengan seluruh komponen masyarakat tanpa kecuali : untuk menyelamatkan bumi dan menyelamatkan umat manusia, baik generasi kini maupun mendatang dari kehancuran yang ditimbulkan oleh perbuatan kita sendiri,” tegasnya. Bumi yang yang sudah berusia jutaan tahun akan tetap mudah beradaptasi, tetapi manusia yang tinggal dia atasnya perlu membuat langkah-langkah dalam tindakan dan cara berfikir untuk memelihara bumi bagi generasi yang akan datang.
Sebagai bentuk aksi konkret dilakukan penanaman seratusan bibit pohon Trembesi dan pohon Sengon yang telah disiapkan panitia, bersama umat sebagai simbolisasi Rm. Y. Dwi Harsanto, Pr dan Rm. Adolfus Suratmo, Pr melakukan penanaman pohon Bodhi dan Gayam di sekitar area Taman Doa Jatiningsih serta menebar benih ikan Nilem di Sungai Progo, sebagai wujud komitmen menjaga keseimbangan ekosistem.
Kegiatan ini juga memberi dampak positif bagi pelaku UMKM umat Paroki Klepu dan masyarakat sekitar Sendang Jatiningsih yang turut meramaikan acara dengan menjajakan produk lokal.