Peserta JAMNAS SEKAMI 2023, Bawil St. Didakus, St. Filipus, dan St. Agnes melakukan kunjungan ke Komunitas Edukasi Tuk Mancur (ETM) pada hari Kamis, 6 Juli 2023. Rombongan berangkat dari kompleks Seminari Menengah Mertoyudan pada pukul 08.10 dan tiba di lokasi pukul 08.45. Komunitas Tuk Mancur berlokasi di Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Komunitas atau tim tersebut dibentuk pada tahun 2003, sehingga saat ini mereka sudah berusia 20 tahun dan sudah melayani tamu yang melakukan live-in dan edukasi dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bogor, hingga yang paling jauh dari Pekanbaru.
Komunitas Edukasi Tuk Mancur (ETM) menyambut hangat kedatangan para peserta JAMNAS SEKAMI 2023 beserta pendamping (Tim Angelus), para rama, dan suster. Anggota tim Edukasi Tuk Mancur ialah umat Katolik di wilayah Gereja St. Paulus Ngargomulyo, Paroki Sumber. Mereka yang menyambut rombongan kami terdiri atas bapak-bapak yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani dan para OMK yang kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Salah satu anggota tim, yaitu Bapak Revo menyampaikan tentang makna pemilihan nama “Tuk Mancur”. Kata ‘Tuk’ berasal dari Bahasa Jawa yang berarti ‘sumber’ dan istilah ‘mancur’ yang artinya ‘mengalir’. Filosofi air yang merupakan salah satu sumber kehidupan tidak akan pernah bisa kita nikmati dengan jernih atau bening tanpa adanya keterlibatan dari energi atau elemen lain, di antaranya tanah, udara, batu-batuan, dan lain-lain. “Hal ini juga mencerminkan kebersamaan di dalam proses, seperti teman-teman yang ini dari berbagai keuskupan, berbagai latar belakang pendidikan, status, tetapi ketika dalam satu komunitas seperti ini akan energi yang bening, yang bagus, yang membuat orang akan berdaya”, tambah Pak Revo.
Aktivitas utama yang dilakukan yakni menyusuri jalanan tanah menuju ke ladang untuk merasakan langsung bagaimana cara mengolah tanah yang siap ditanami cabai, belajar mencangkul, menanam bibit cabai, sampai pada proses memanen cabai, sekaligus memilih cabai mana yang sudah siap untuk dipanen, yaitu yang sudah berwarna merah. Salah seorang tim ETM, mengatakan bahwa jika cuaca mendukung dan kualitas tanaman baik, maka satu pohon bisa menghasilkan 20 kali panen.
Ada hal menarik dari pengalaman para peserta di ladang ketika menyiapkan tanah sebagai media tanam, yaitu saat mereka harus menyebarkan pupuk kandang di atas gundukan tanah hanya menggunakan tangan kosong. Awalnya para peserta belum mengetahui bahan dasar dari pupuk tersebut, itulah mengapa mereka bisa dengan antusias menggenggam pupuk kandang tersebut. Akan tetapi, suasana seketika berubah tatkala Pak Tarsisius memberi tahukan bahan dasar pembuatan pupuk kandang tadi, yakni dari kotoran sapi. Sontak para peserta berteriak tandanya merasa jijik, mungkin sekaligus menyesal. Pak Tarsisius memberikan edukasi kepada para peserta setelah sesi itu selesai, tentang filosofi pupuk kandang. “Kita tahu kalau kotoran sapi ini dipandang sebagai sesuatu yang kotor, bau, jelek, namun masih bisa memberi manfaat bagi makhluk hidup yang lain. Begitu pula kalian juga harus bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain, khususnya dalam hal mewartakan Sabda Tuhan kepada sesama kita”, kata Pak Tarsisius menegaskan.
Dirdios Keuskupan Tanjung Selor, Kalimantan Utara, Sr. Juliva Motulo, DSY., pada kesempatan ini dipercaya sebagai penanggung jawab Kunjungan Misi ke Komunitas Edukasi Tuk Mancur (ETM) Sumber. Beliau menyatakan kesan positif dari kegiatan ini, ikut merasakan kesenangan para peserta, sekaligus salut kepada komunitas ETM ini. “Saya salut sama mereka. Saya sering pergi ke tempat-tempat yang ada gerakan peduli seperti ini, tapi tadi saya harus stop karena waktu. Saya tahu mereka masih banyak yang mau disampaikan ke anak-anak. Api, api, untuk ‘membakar’ semangat orang untuk berjuang, untuk peduli dan cinta lingkungan, mereka menyampaikan itu pada anak-anak. Saya tahu itu dari hati!”, kata Sr. Juliva.