Bobby diajak teman OMK untuk pergi ke Misa di gereja paroki pada hari Minggu. “Bob, ayo kita ke gereja, kita dapat jatah nih untuk Misa offline di paroki!” ajak Stefan, temannya, kepadanya. Bobby menjawab, “Ah, aku mau Misa online saja nih, Stef, soalnya juga mau nggarap tugas paper
untuk besok pagi sekalian.” Akhirnya, Stefan berangkat sendiri ke gereja.
Hampir satu tahun Gereja harus terbiasa dengan Misa streaming atau online. Awalnya terasa aneh. Terutama para orang tua merasa tidak mantap hatinya. “Misa kok streaming, kayak nonton sepak bola.” Namun lama-kelamaan orang sudah menjadi terbiasa. Misa online kini sudah menjadi kebiasaan pada masa pandemi ini bagi sebagian besar orang Katolik. Meski paroki sudah membuka pintu bagi Misa secara langsung di gereja, tentu dengan protokol kesehatan yang ketat, masih ada saja orang-orang Katolik yang sudah “merasa cukup” dengan Misa online. Ketika paroki-paroki mulai membuka pelayanan Misa di gereja (Misa offline), ternyata umat yang datang tidak lebih dari 50% dari jumlah umat yang diperbolehkan hadir yaitu antara umur 10-70 tahun. Kata mereka: “Aku Misa online di rumah saja!” “Saya streaming dari gereja anu ….”, dsb.”.
Benarkah Misa online itu sudah cukup, dan bahkan dianggap dapat menggantikan Misa di gereja (offline)? Paus Benediktus XVI mengatakan dalam Anjuran Apostolik Sacramentum Caritatis bahwa Misa lewat tayangan (online) tidak dapat menggantikan Misa di gereja secara nyata. “Gambaran-gambaran visual memang dapat menampilkan realitas, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh menghasilkannya” (SCar. 57). Misa online itu praktis
merupakan kegiatan “nonton Misa”, walaupun tetap dapat membantu kita dalam berdoa dan berjumpa dengan Tuhan dalam batin, tetapi tidak membuat kita dapat berjumpa dengan Tuhan secara sakramental.
Video renungan dapat dilihat di: