Sendangsono adalah tempat ziarah Goa Maria yang terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Gua Maria Sendangsono dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan, barat laut Yogyakarta.

Tempat ini ramai dikunjungi peziarah dari seluruh Indonesia pada bulan Mei dan bulan Oktober. Selain berdoa, pada umumnya para peziarah mengambil air dari sumber. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat menyembuhkan penyakit.

Catatan terkait memperlihatkan, Sendangsono awalnya merupakan tempat pemberhentian (istirahat sejenak) para pejalan kaki dari Kecamatan Borobudur Magelang ke Kecamatan Boro (Kulon Progo), atau sebaliknya. Tempat itu banyak dikunjungi karena keberadaan sendang (mata air) yang muncul di antara dua pohon sono.

Kesejukan dan kenyamanan tempat itu ternyata juga dimanfaatkan untuk bertapa oleh sejumlah rohaniwan Buddha dalam rangka menyucikan dan menyepikan diri. Nilai spiritualistik muncul dan menguat seiring dengan adanya kepercayaan yang didasarkan pada suatu legenda bahwa tempat itu juga dihuni Dewi Lantamsari dan putra tunggalnya, Den Baguse Samija.

Dari situ bisa dilihat bahwa sebenarnya nilai rohani Sendangsono sudah terbangun sebelum Gereja Katolik berkarya di tempat itu.

Keberadaan Sendangsono tak luput dari peran Romo Van Lith SJ, rohaniawan Belanda yang lama tinggal di Pulau Jawa. Hal itu juga menandakan bahwa Sendangsono tidak bisa dilepaskan dari lingkaran sejarah Gereja Katolik di Pulau Jawa mengingat Romo Van Lith sendiri merupakan salah satu rohaniwan yang menyebarkan ajaran Katolik di Pulau Jawa.

Sejarah

Pada 14 Desember 1904 silam Romo Van Lith membaptis 171 warga setempat dengan air dari kedua pohon sono, termasuk Barnabas sebagai katekumen pertama. 25 tahun kemudian, tepatnya 8 Desember 1929, Sendangsono dinyatakan resmi menjadi tempat penziarahan oleh Romo JB Prennthaler SJ.

Patung Bunda Maria di Sendangsono dipersembahkan oleh Ratu Spanyol yang begitu susahnya diangkat beramai-ramai naik dari bawah Desa Sentolo oleh umat Kalibawang.

Pada 1945 Pemuda Katolik Indonesia berkesempatan berziarah ke Lourdes, dari sana mereka membawa batu tempat penampakan Bunda Maria untuk ditanamkan di bawah kaki Bunda Maria Sendangsono sebagai reliqui sehingga Sendangsono disebut Gua Maria Lourdes Sendang Sono.

Sendangsono dibangun secara bertahap sejak tahun 1974 hanya dengan mengandalkan sumbangan umat. Budayawan dan rohaniwan YB Mangunwijaya memberikan sentuhan arsitektur. Konsep pembangunan kompleks Sendangsono ini bernuansa Jawa yang ramah lingkungan. Bahan bangunannya memanfaatkan hasil alam.

Tahun 1991, kompleks bangunan Sendangsono mendapat penghargaan arsitektur terbaik dari ikatan arsitek Indonesia, untuk kategori kelompok bangunan khusus.

Pada 17 Oktober 2004, diadakan suatu prosesi dan misa ekaristi kudus pada pukul 10.00 WIB oleh Mgr Ignatius Suharyo Pr untuk memperingati 100 tahun Sendangsono.

One Response

  1. Beberapa tahun yang lalu pernah ke sini untuk menemani rombongan wisatawan yang ingin berziarah. Tempatnya tenang dan sejuk, enak buat bersantai dan menenangkan pikiran.