Pagi itu, Elysha bergegas ke sekretariat paroki untuk meminta pelayanan Misa Ujud bagi ayahnya yang genap 40 hari dipanggil Tuhan. Hatinya gelisah karena sejak proses pemberkatan jenazah hingga saat ini, keluarganya merasa belum bisa mengadakan doa yang pantas untuk mengiringi kepergian bapaknya dengan perayaan Ekaristi arwah di rumah. Masa pandemi telah membatasi kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan, termasuk di dalamnya doa bersama, baik di gereja maupun di rumah. Namun benarkah kesempatan untuk memohon ujud doa di masa pandemi ini hilang?

Keuskupan Agung Semarang melalui Satgas Penanganan Dampak Covid-19, telah menetapkan bagaimana kebutuhan umat yang hendak menyampaikan ujud doa tetap bisa terlayani. Satuan Tugas Penanganan Dampak Covid-19 KAS melalui Surat Edaran Nomor: 1136/A/X/2020-44 poin 1b, memberikan dua pilihan terkait penyampaian Misa Ujud: Pertama, untuk gereja yang sudah melaksanakan Misa secara luring (luar jaringan = offline), perayaan Ekaristi ujud bisa dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Kedua, perayaan Ekaristi atau Ibadat Ujud bisa dilakukan di rumah dengan syarat jumlah maksimal 15 orang, berbasis lingkungan (tidak mengundang dari lingkungan maupun paroki lain), membuat daftar nama dan alamat umat yang datang, bukan daerah klaster Covid-19, dan harus seizin atau sepengetahuan dari RT/RW setempat dan Rama Paroki. Sebagai tambahan, bagi paroki yang belum merayakan Ekaristi luring, ujud doa tetap bisa disampaikan dalam perayaan Ekaristi daring (online).

Ketentuan umum ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan kita bersama, sehingga di masing-masing paroki, Rama Paroki dimungkinkan untuk menerapkan ketetapan khusus sesuai dengan kondisi masing-masing paroki. Bagi kita semua, mari kita tetap mempersatukan seluruh dinamika hidup kita dalam doa syukur dan permohonan dengan, tetap mengikuti adaptasi kebiasaan baru dengan penuh
keterbukaan.

Renungan dalam bentuk video: