Dalam sebuah keluarga, seorang bapak merupakan pribadi yang menempati tempat yang penting. Dia adalah kepala keluarga, bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya. Apa yang dialami, dirasakan, dan dihadapi istri serta anak-anaknya, merupakan tanggung jawab dan perhatian seorang suami dan bapak keluarga. Itu juga yang terjadi dalam Keluarga Kudus Nazaret: Yesus, Maria, dan Yusuf.

Kita tahu dan dapat merasakan bagaimana pengalaman awal yang berat dialami oleh Yusuf dan Maria: mencari penginapan saat Maria akan melahirkan dan tidak mendapatkan; saat harus membawa Maria dan Sang Bayi lari ke Mesir menghindari ancaman pembunuhan anak-anak dari Raja Herodes; saat Yesus berusia 12 tahun tertinggal di Yerusalem sehingga mereka harus kembali ke Yerusalem mencari-Nya, dsb.

Tidak mengherankan bila Bapa Suci Fransiskus meletakkan tema Yusuf sebagai “Seorang bapak yang dikasihi” pada nomor satu dalam Patris Corde, Surat Apostolik Bapa Suci Paus Fransiskus, pada peringatan 150 tahun pemakluman Santo Yusuf sebagai pelindung Gereja Semesta, 8 Desember 2020. Yusuf sungguh bertanggung jawab atas situasi Maria setelah Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel. Karena kasihnya kepada Maria, Yusuf mendengarkan dan melaksanakan kehendak Tuhan yang ia terima melalui mimpinya, yaitu “mengambil Maria menjadi istrinya” (Mat. 1:20).

“Setiap orang dapat menemukan dalam diri Santo Yusuf –laki-laki yang tidak diperhatikan, laki-laki dalam kehadiran sehari-hari, bijak, dan tersembunyi– seorang perantara, seorang pendukung, dan seorang pembimbing pada saat-saat sulit. Santo Yusuf mengingatkan kita bahwa yang tampaknya tersembunyi atau berada di ‘barisan kedua’ memiliki peran tak tertandingi dalam sejarah keselamatan” (PC, No. 1). Saatnya kita mengingat, menghadirkan kembali, dan mendoakan sosok bapak (keluarga) dalam diri kita masing-masing. Mungkin dia itu orang tuaku, mertuaku, suamiku, adik atau kakak kandungku, atau malah diriku sendiri. Tuhan memberkati.