Dibacakan/diterangkan pada hari Sabtu-Minggu,6-7 Februari 2016
“Diutus menjadi garam dan terang bagi masyarakat”
Saudara-saudariku yang terkasih
Memasuki tahun 2016, umat Allah KAS telah memiliki ARDAS VII untuk periode 2016-2020. Dalam semangat ARDAS yang baru ini, kita ingin menapaki peziarahan iman, dengan bergotong royong memperjuangkan Peradaban Kasih melalui hidup bersama yang sejahtera, bermartabat dan beriman, sebagaimana dicita-citakan dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS) 2016-2035. Apa yang kita cita-citakan ini tentulah bagian dari perwujudan iman kita. Kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga diutus hadir dan tinggal bersama warga masyarakat lainnya. Secara istimewa pada Tahun Yubileum Kerahiman Allah ini, kita diutus menampilkan Wajah Kerahiman Allah. Dia sungguh baik, peduli dan penuh kasih.
Bacaan-bacaan yang kita dengarkan hari ini menegaskan arti perutusan. Allah memilih dan mengutus beberapa orang memberi¬takan kabar baik dan memberi kesaksian akan kebaikan hati-Nya di tengah kehidupan nyata. Nabi Yesaya memiliki ketakutan dan tidak siap mengemban perutusan hidup di tengah-tengah suasana yang muram. “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, Tuhan semesta alam” (Yes 6:5). Yesaya merasa tidak pantas menjadi seorang utusan, namun akhirnya dengan penuh iman berkata: “Inilah aku, utuslah aku!” (Yes 6:8).
Perasaan yang serupa juga dialami oleh para murid Yesus. Simon dipilih dan dipanggil oleh Yesus untuk ikut serta dalam karya-Nya. Merasa diri lemah dan tak layak mengemban perutusan, Simon menjawab: “Tuhan, pergilah dari padaku sebab aku ini orang berdosa” (Luk 5:8). Akan tetapi Yesus menguatkan hati Simon dengan berkata: “Jangan takut! Mulai sekarang engkau akan menjala manusia” (Luk 5:10).
Saudari-saudara yang terkasih
Kadang kita pun merasa tidak pantas untuk mengemban tugas perutusan. Kita disadarkan bahwa justru dalam pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan tersebut, kita merasakan kekuatan Allah yang berkarya. Seperti nabi Yesaya yang tinggal di tengah bangsa yang suram, kita juga tinggal di tengah-tengah bangsa yang masih diwarnai oleh kesuraman karena berbagai masalah, antara lain pemaksaaan kehendak dan kekerasan, pengrusakan alam, dan korupsi serta lemahnya penegakan hukum. Dalam situasi seperti itu Yesus menghendaki kita bertolak ke tempat yang dalam (Luk 5:4), agar hidup semakin bermak-na dan berbuah.
Sebagai umat beriman, kita disadarkan akan hakikat kita sebagai garam dan terang dunia (Mat 5:13-14). Sabda Yesus kepada para murid inilah yang dijadikan tema Aksi Puasa Pembangunan 2016: “Akulah garam dan terang dunia”. Tema ini menyadarkan jati-diri kita sebagai murid Yesus yang siap diutus untuk menaburkan garam kebaikan di tengah masyarakat sehingga kehidupan bersama tidak terasa hambar; untuk membawa terang sehingga memungkinkan setiap orang menemukan kebenaran dan jalan keselamatan. Seperti Simon dan Yesaya, semoga kita, murid Tuhan ini, juga berani menanggapi panggilan Yesus dengan memberikan jawaban: “Inilah aku; utuslah aku menjadi garam dan terang dunia”.
Kita yakin bahwa panggilan dan perutusan kita sebagai garam dan terang dunia akan semakin meman¬tap¬kan iman kita. Dengan iman yang mantap itu kita memberi kesaksian melalui keteladan dan perbuatan yang berkenan kepada Allah serta berguna bagi masyarakat. Gagasan Romo Albertus Soegijapranata SJ tentang lingkungan, sewaktu masih berkarya di Bintaran pada tahun 1934, mendorong umat katolik untuk hadir dan terlibat dalam kehidupan bermasya¬rakat. Romo Soegija mengung¬kap¬kan: “Alangkah baiknya kalau dalam setiap wilayah pemukiman terdapat ‘seorang pribumi yang bersemangat’ yang dapat mengumpulkan orang-orang katolik, supaya orang katolik tidak ‘berkedudukan’ di luar lingkungan hidup mereka (berkumpul pada hari Minggu di gedung gereja), melainkan supaya orang katolik tinggal di tengah-tengah masyarakat, sebagai orang beriman menjadi satu dengan hidup sosial”. Pemikiran itulah yang kemudian melahirkan sistem lingkungan dalam tata penggembalaan umat di paroki-paroki dan sangat khas di Jawa. Sistem lingkungan bukan semata-mata sistem administrasi, melainkan sebagai sarana keterlibatan sosial, supaya iman kristiani benar-benar berakar di masyarakat. Melalui karya nyata dalam keterli-batan sosial di tengah masyarakat, kita mengem¬ban tugas perutusan sebagai garam dan terang dunia.
Aneka karya karitatif dan pemberdayaan bagi umat dan masyarakat, perlu terus ditingkatkan. Tindakan nyata memba¬ngun budaya transparansi dan akuntabilitas sebagai upaya mela¬wan tindak korupsi, tentu sangat bermanfaat. Budaya memilah dan meletak¬kan sampah pada tempatnya, membuat sumur resapan, dan memanfaatkan air hujan merupakan sarana kepedulian terhadap lingkungan hidup dan kelestariannya. Hal ini merupakan tindakan bijaksana yang perlu terus dikembang¬kan. Selain itu, dengan rendah hati, kita mau belajar pada komunitas lain yang mempunyai kepedulian dan bertindak secara nyata demi kebaikan bersama (bonum commune).
UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, mendorong kita untuk ikut serta membangun dan mengembangkan desa dengan cara kita masing-masing. Pada pasal 18 UU itu ditegaskan bahwa kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang Penyeleng¬garaan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan Desa, Pem¬bi¬naan Kemasya¬ra¬katan Desa, dan Pemberdayaan Masyara¬kat Desa. Dengan memahami dan mendalami apa yang tertuang dalam UU itu, serta dalam semangat kerjasama yang sinergis dengan berbagai pihak, Pengurus Dewan Paroki bersama umat Katolik dapat mengambil bagian dalam salah satu bidang tersebut guna mewujudkan diri sebagai garam dan terang di tengah masyarakat.
Saudari-saudara yang terkasih
Saya, bersama Kolegium Konsultor Keuskupan, mengucap¬kan terima kasih kepada seluruh umat, komunitas Hidup Bakti, dan paguyuban-paguyuban atas partisipasi¬nya mengembang¬kan Ge¬re¬¬ja KAS. Kita yakin, usaha kecil dan sederhana yang telah dilakukan menjadi cahaya dalam kehi¬dupan yang masih diliputi kesuraman. Kita terus berdoa agar umat Allah KAS, dalam terang Rencana Induk Keuskupan 2016-2035 dan semangat ARDAS KAS 2016-2020, semakin meneguh¬¬kan peran sebagai garam dan terang dunia. Rama Kardinal Darmajuwana menegaskan: “Tidak ada tenaga yang tidak berguna meski kecil sekalipun, asal mau. Meski kita lemah namun Tuhan memberi kekuatan. Tuhan memilih yang lemah untuk memberi hikmah kepada yang kuat”.
Mari kita saling mendoakan dan meneguhkan. Kita berdoa dan memberi perhatian bagi para ‘Adi Yuswa’ dan yang sedang sakit di manapun berada, agar rahmat Tuhan menguatkan mereka; bagi yang difabel, agar diberi anugerah penghibur¬an dan pertolongan; bagi keluarga-keluarga, agar senantiasa mengupayakan keru¬kun¬an, damai dan sejahtera. Pintu Kerahiman Allah dan belaskasih-Nya diwujudkan dan dinyatakan dalam cara bertin¬dak dengan saling memberi perha¬¬tian dan dukungan.
Sebagai umat Allah KAS, mari kita bergerak bersama agar sebagai garam tetap mampu memberikan rasa asin, meskipun harus melarutkan diri dan tidak kelihatan dalam kehidupan bersama. Dan sebagai terang mampu menjadi cahaya di tengah kegelapan.
Semarang, 25 Januari 2016,
pada Pesta Bertobatnya St. Paulus
Tahun Luar Biasa Yubileum Kerahiman Allah.
Salam, doa dan berkah Dalem,
FX. Sukendar Wignyosumarta, Pr
Administrator Diosesan KAS.