Hari Minggu Biasa VII/B, Tanggal 18-19 Februari 2012

Katolik Sejati Harus Peduli dan Berbagi
“Lakukanlah Pekerjaan Baik meski Kecil dan Sederhana Sekalipun”

Para ibu, Bapak, Suster, Rama, Bruder, orang muda, remaja, anak-anak dan saudari-saudaraku yang terkasih dalam Tuhan,

1. Hari Rabu yang akan datang, tanggal 22 Februari 2012, kita akan memulai masa tobat atau masa prapaska. Bagi kita masa prapaska merupakan masa khusus dan istimewa, karena disebut juga sebagai retret agung umat. Masa itu menjadi masa yang sangat baik untuk meneliti hidup kita, apakah hidup kita selaras dengan kehendak Tuhan. Masa prapaska juga menjadi kesempatan yang sangat istimewa untuk bersyukur kepada Tuhan, karena kita orang yang lemah dan berulang kali jatuh dalam dosa senantiasa dikasihi oleh Tuhan yang mahakasih. Cinta kasih Tuhan yang begitu dalam tersebut dikisahkan amat indah oleh nabi Yesaya yang diwartakan hari ini, ”Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” (Yes 43:25). Sabda Tuhan ini mengingatkan kita, agar mau membangun pertobatan yang sejati. Tuhan tidak pernah menghukum, namun Tuhan selalu memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat.

Membangun pertobatan sejati berarti berani memulai hidup baru, dengan meninggalkan cara hidup lama. Untuk memulai hidup baru, melalui nabi Yesaya Tuhan mengingatkan kita, ”Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala” (Yes 43:18). Dalam bacaan Injil hari ini wujud hidup baru tersebut tampak jelas dalam peristiwa penyembuhan orang yang tadinya lumpuh, dapat berjalan (bdk. Mrk. 2:1-12). Hal itu terjadi karena kehendak dan cinta kasih Yesus sendiri kepada orang lumpuh yang berharap akan belas kasih Tuhan. Maka, kita semua diajak untuk membuka diri terhadap bimbingan Tuhan, agar bisa hidup secara baru meninggalkan dosa-dosa kita.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

2. Ada dua hal penting untuk dihayati selama masa prapaska sebagaimana ditegaskan oleh Konsili Vatikan II, “dua ciri khas masa „empat puluh hari‟, yakni terutama mengenangkan dan menyiapkan baptis dan membina pertobatan” (Sacrosanctum Concilium 109). Jika dua hal itu dihayati dalam hidup, saya yakin masa prapaska akan menghasilkan buah yang sangat berguna bagi kehidupan kita bersama di tengah-tengah Gereja dan masyarakat.

3. Dengan diterangi sabda Tuhan hari ini dengan mantab kita menghayati hidup kerohanian kita selama masa prapaska. Salah satu buah yang dapat kita petik dari pertobatan kita adalah semangat gotong-royong, tulus menolong dan tumbuh suburnya kepedulian terhadap sesama. Semangat, ketulusan dan solidaritas seperti itu-lah yang diceritakan di dalam Injil hari ini. Ketika melihat orang lumpuh yang akan berjumpa dengan Yesus, orang-orang di sekitarnya dengan rela hati mem-berikan pertolongan. Yang sangat mengharukan dari kutipan tersebut diceritakan dengan amat indah, ”Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepadaNya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap di atasNya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu” (Mrk 2:4). Meski ada kendala, mereka tidak menyerah. Hanyalah satu hal keinginan mereka, orang lumpuh itu sampai di depan Yesus, sembuh dan bisa berjalan.

4. Melihat orang yang lumpuh, mereka bergegas memberikan pertolongan; tidak ada yang menyuruh atau meminta tetapi keluar dari ketulusan hati. Mereka bertindak karena didorong oleh iman. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Yesus kepada orang lumpuh itu, ”Hai anakKu, dosamu sudah diampuni” (Mrk 2:5). Orang-orang memberikan pertolongan karena kepedulian, ketulusan dan solidaritas kemanusiaan kepada sesama. Hal ini menjadi daya dorong bagi kita semua untuk melakukan sesuatu, jika ada orang di sekitar kita yang membutuhkan pertolongan.

Kisah seperti dalam Injil tadi ternyata masih dapat dijumpai saat ini. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat sharing dari seorang dokter: “Suatu hari rumah sakit kami menerima seorang pasien, “Bu Fatimah”; diantar oleh seorang pemuda. Keadaannya sangat buruk: badan kurus, berbau, luka gangren, wajah pucat dan tampak depresif. Pemuda itu berkata kepada perawat: “Ini bukan Ibu saya tetapi saya menemukannya dari alun-alun kota. Saya membawanya ke sini karena rumah sakit ini pasti mau menolong Ibu ini.” Setelah dirawat beberapa hari Ibu itu mengembuskan nafasnya dengan tenang. Karena tidak ada identitas apa pun, pemakaman Bu Fatimah diurus oleh pihak rumah sakit. Pada saat pemakaman pemuda itu datang bersama pacarnya dan ternyata ia telah memberikan beberapa rupiah kepada Ibu itu untuk biaya perawatan. Beberapa hari kemudian, waktu ia bermobil lewat di pinggir alun-alun kota, ia jumpai lagi “Bu Fatimah” yang lain tergeletak di sana. Dengan rasa kasih, pemuda itu memasukkan Ibu itu ke dalam 5 mobilnya, dan dibawa ke rumah sakit yang berjarak 40 km dari alun-alun kota tempat tinggalnya”.

Sebagai murid-murid Yesus Kristus kita masih bisa menghadirkan karya baik di sekitar kita seperti pemuda tadi. Meski tidak persis sama seperti pemuda itu, namun saya yakin karya baik yang kita lakukan meski kecil dan sederhana sekalipun akan sangat berguna bagi sesama. Seperti yang diceritakan di dalam Injil hari ini, karena ada kepedulian dan perhatian kepada sesama, maka meski ada kendala, tetap ada juga usaha berbuat kebaikan bagi orang lain. Berkat kebaikan itu orang lumpuh bertemu dengan Yesus dan dapat berjalan. Sikap, semangat peduli, dan ketulusan hati inilah yang harus kita jaga kelestariannya, agar hidup kita menjadi berkat bagi sesama. Empat orang yang mengusung orang lumpuh tadi tidak hanya memikirkan kebutuhan mereka sendiri, namun memikirkan kebutuhan orang lain lebih-lebih orang yang tidak bisa berbuat apa-apa. Demikian juga pemuda tadi: ia tidak jijik dengan keadaan Bu Fatimah. Ia telah membuat Bu Fatimah “bertemu dengan Sang Penciptanya”secara tenang dan bermartabat.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

5. Apa yang dilakukan empat orang terhadap si lumpuh dan pemuda terhadap Bu Fatimah mengingatkan kita, bahwa tolong-menolong, saling peduli menjadi keutamaan hidup yang harus tetap dipupuk dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat. Kita tidak bisa tinggal diam, jika masih melihat keadaan yang memprihatinkan. Kita harus berani berbuat sesuatu demi kebaikan. Meskipun yang kita perbuat itu hal yang sangat kecil dan sederhana, namun pasti sangat berguna. Apa yang kita perbuat itu bisa jadi tidak kelihatan atau tidak membuat kita menjadi populer dan terkenal, bahkan oleh orang-orang tertentu dianggap cari perhatian. Berbuat baik tidak untuk mencari pujian atau mencari popularitas diri. Kita berbuat baik karena didorong iman kita, dan sebagai bentuk kesaksian sebagai murid-murid Yesus Kristus. Sebagai murid-murid Yesus Kristus kita melakukan perbuatan baik, terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.

6. Dilandasi oleh iman dan sabda Tuhan hari ini, saya mengajak para Ibu/Bapak/Suster, Bruder/Rama/orang muda/remaja dan anak-anak untuk memasuki masa prapaska dan merenungkan tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2012, yaitu Katolik Sejati Harus Peduli dan Berbagi. Saya mengajak Anda semua untuk terus mengupayakan hidup kekatolikan kita. Tanpa ragu-ragu memberikan kesaksian hidup sebagai murid-murid Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat. Berbuat kebaikan bagi siapa saja tanpa memandang pangkat dan kedudukan. Berani meninggalkan sikap serakah dan mengutamakan sikap bersyukur. Karena bagi kita lebih baik menderita karena berbuat baik daripada menderita karena berbuat jahat. Sikap dan keutamaan hidup seperti inilah yang selalu kita wujudkan setiap tahun dalam gerakan APP.

APP yang sudah berjalan selama empat puluh tahun ini menjadi contoh konkret, bahwa kita selalu peduli kepada sesama. Maka ketika kita memasuki masa prapaska dan mengadakan APP bukan diri kita sendiri yang pertama-tama dipikirkan, namun orang lain yang lebih membutuhkan. Puasa dan pantang kita telah berbuah bagi sesama. Apa yang kita lakukan selama ini dalam rangka prapaska sebenarnya menjadi penegasan apa yang disampaikan oleh para pemimpin Gereja. Di dalam dokumen Konsili Vatikan II ditegaskan, ”Pertobatan selama empat puluh hari itu hendaknya jangan hanya bersifat batin dan perorangan, melainkan hendaknya bersifat lahir dan sosial kemasyarakatan” (Sacrosanctum Concilium 110).

7. Akhirnya, para Ibu, Bapak, Suster, Rama, Bruder, orang muda, remaja dan anak-anak yang terkasih, dilandasi iman yang teguh marilah dengan gembira hati dan mantab kita mulai masa tobat, masa prapaska ini. Semoga apa yang kita renungkan bersama di lingkungan-lingkungan dan komunitas-komunitas maupun di dalam kelompok kategorial semakin meneguhkan jatidiri kita sebagai orang Katolik sejati, yaitu peduli dan rela berbagi. Dengan begitu permenungan yang kita jalani dengan setia bisa menghasilkan buah melimpah-limpah bagi banyak orang yang susah dalam hidupnya. Berkat Tuhan senantiasa melimpah bagi Anda semua, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas dan paguyuban Anda. Tuhan meneguhkan karya baik Anda semua, meski sederhana dan kecil sekalipun.

Perkenankan saya menutup surat ini dengan berpantun,

Lungguh dingklik nang ngisor wit waru
Sinambi ngisis ngicipi roti
Dadi wong Katolik aja mangu-mangu
Kudu peduli lan rila andum rejeki

Semarang, 1 Februari 2012
Salam, doa dan Berkah Dalem,

 

† Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang