Pada suatu hari, ada umat yang mengutarakan perasaan sedihnya ketika mengikuti Misa di gereja. Alasannya, mengikuti Misa pada masa pandemi ini terasa kurang meriah karena lagu-lagu yang dinyanyikan sangat terbatas. Lantas, apakah keagungan dan kemeriahan Misa hanya tergantung
pada banyaknya nyanyian?
Hal penting yang harus disadari adalah memahami konteks situasi ketika merayakan Misa. Pada masa pandemi seperti ini, Misa yang dihadiri oleh umat hendaknya dilakukan dengan memperhatikan panduan perayaan liturgi dan peribadatan sebagaimana telah disusun oleh Gugus Tugas
Penanganan Dampak Covid-19 tingkat Keuskupan. Usulan lagu-lagu yang bisa dinyanyikan telah dipilih berdasarkan makna liturgi dan bagian pokok ritual yang terdapat di dalamnya. Instruksi tentang musik di dalam Liturgi (Musicam Sacram) Nomor 7 memberi penjelasan, “Dalam memilih bagian-bagian yang harus dinyanyikan, hendaknya diutamakan bagian-bagian yang sedari hakikatnya lebih penting, khususnya bagian-bagian yang harus dinyanyikan oleh imam atau pembantunya, dengan jawaban oleh umat; atau bagian-bagian yang harus dinyanyikan oleh imam dan umat secara bersama-sama.”
Merayakan Misa pada masa “new normal” menuntut kecerdasan liturgis dan kepekaan simbolis karena tidak semua unsur dalam Misa harus dinyanyikan. Keagungan dan kemeriahan Misa bisa diungkapkan melalui jawaban lantang pada saat dialog antara imam dan umat (aklamasi) maupun menyanyikan lagu yang sudah ditentukan selama perayaan berlangsung. Bukan pada banyaknya nyanyian, tetapi lebih pada kesiapan hati dan sikap doa yang pantas saat kita mengikuti perayaan Ekaristi.