Darurat Sampah, Kevikepan Semarang Selenggarakan Pelatihan Eco Enzyme

Twitter
WhatsApp
Email
Panggilan merawat bumi tak lagi menjadi sebuah tawaran, tapi keharusan. Bertolak dari situasi suram ini Kevikepan Semarang dalam rangka memaknai HUT ke-59 menggelar kegiatan sosialisasi dan pelatihan eco enzyme bagi paroki-paroki Rayon Kota Semarang, Minggu (23/3/25).

Kebon Dalem – Darurat sampah telah melanda bumi kita tercinta. Panggilan merawat bumi tak lagi menjadi sebuah tawaran, tapi keharusan. Bertolak dari situasi suram ini Kevikepan Semarang dalam rangka memaknai HUT ke-59 menggelar kegiatan sosialisasi dan pelatihan eco enzyme bagi paroki-paroki Rayon Kota Semarang, Minggu (23/3/25).

Romo Rudy (kedua kiri) dan Romo Nano MSF (kaos hitam) menikmati suasana pelatihan eco enzyme. (dok Elwin)

Bertempat di Paroki Santo Franciscus Xaverius Kebon Dalem, kegiatan yang diinisiasi 3 paroki (Kebon Dalem, Tanah Mas, Atmodirono) ini diikuti 60an peserta utusan dari 10 paroki. Hadir pula Vikep Semarang Romo J.B. Rudy Hardono, Pr. dan Ketua Panitia HUT Kevikepan Romo Yusup ‘Nano’ Sunarno, MSF. Sebagai narasumber adalah Anneke Tjahjono seorang pelatih eco enzyme bersertifikat Eco Enzyme Nusantara Pusat, yang juga umat Paroki Atmodirono.

Narasumber Anneke (kanan) saat menerangkan pembuatan eco enzyme, sebelum peserta mempraktekkannya. (dok Elwin)

Menurutnya, eco enzyme ini memiliki banyak manfaat. Dari sisi ekonomi, ia sendiri merasakan tidak perlu beli cairan pembersih lantai, cairan cuci piring, bisa mengatasi masalah jerawat, rontok rambut, dan sebagainya. “Dan terutama lagi mengurangi limbah rumah tangga,” ungkapnya.

Anneke memberikan arahan sebelum peserta praktek membuat eco enzyme. (dok Elwin)

Ia pun menjelaskan secara singkat pembuatannya. Prosesnya menggunakan rumus 1, 3, 10. Yaitu 1 gula, 3 BO (bahan organik=limbah buah dan sayuran), 10 air. Wadah disarankan dari plastik. Gula, air, dan BO dimasukkan ke dalam botol dan ditutup selama 3 bulan. Ditutup rapat karena fermentasinya anaerob, yaitu fermentasi yang tidak membutuhkan oksigen. Tiga bulan kemudian eco enzyme siap dipanen.

Ucapnya pula, “Urgensi eco enzyme terhadap limbah sampah sangat mendesak. Di Indonesia limbah sampah sudah mencapai 500 juta ton per hari. Ini sudah sangat mengkhawatirkan untuk kesehatan, lingkungan, udara, tanah dan air. Kalau kita tidak bantu, bagaimana kelangsungan generasi mendatang? Kalau kita menjaga bumi, bumi pasti akan menjaga kita.”

Romo Rudy menekankan pentingnya merawat bumi sebagai rumah kita bersama. (dok Elwin)

Hal tersebut senada dengan yang diucapkan Romo Vikep. Bumi kita saat ini sudah darurat sampah di mana-mana dan juga banyak eksploitasi. Maka, pelatihan eco enzyme ini menjadi bagian dari gerakan untuk mengolah sampah organik supaya bermanfaat untuk kehidupan itu sendiri. Karena manfaatnya banyak, yaitu seperti dipersaksikan oleh banyak orang, dan juga dari penelitian-penelitian. Paling pokok adalah kita ingin merawat bumi kita, terutama dari sampah-sampah organik, buah, sayur, dan sebagainya.

“Tujuan dari semua ini adalah kita menjadikan Gereja sebagai gerakan Laudato Si. Yaitu untuk menghidupkan bumi sebagai rumah kita bersama dan rumah generasi-generasi berikut. Kita harus memberi legacy untuk generasi yang akan datang,” tandasnya.

Kedepannya, kita ingin di banyak tempat ada bank-bank eco enzyme. Namun saat ini Paroki Tanah Mas ditunjuk sebagai bank eco enzyme, ucap Romo Vikep.

Satu kelompok peserta sedang mencampur dan memasukan BO (bahan organik) ke dalam galon yang sudah disiapkan. (dok Elwin)

Kegiatan ini tak sebatas teori, namun juga praktek. Peserta dibagi dalam kelompok-kelompok paroki. Selanjunya, BO berupa limbah buah dicampur dengan air dan gula di dalam sebuah botol. Di akhir sesi peserta diajak tanya-jawab dan mendengarkan testimoni beberapa peserta akan manfaat eco enzyme. (BD Elwin)