SIGNUM MAGNUM
Anjuran Apostolik Bapa Suci Paus Paulus VI
kepada Para Uskup Katolik Sedunia
Yang terhormat para saudara, salam sehat dan berkat apostolik
PENGANTAR
Tanda besar di langit yang dilihat oleh Rasul Yohanes, “seorang perempuan berselubungkan matahari,”[1] ditafsirkan oleh Liturgi suci,[2] bukan tanpa dasar, dengan merujuk pada Maria yang terberkati, bunda seluruh umat manusia dengan rahmat Kristus, Sang Penebus.
Saudara-saudara yang terhormat, kenangan ini masih hidup dalam pikiran kita dengan perasaan besar yang kita rasakan dalam mewartakan Bunda Allah yang mulia sebagai Bunda rohani Gereja, yakni, Bunda dari semua umat beriman dan para gembala yang kudus, sebagai puncak sidang ketiga Konsili Vatikan Kedua, sesudah dengan resmi mengumumkan Konstitusi Dogmatik tentang Gereja.[3] Juga, demikian besar kegembiraan banyak Bapa Konsili dan umat beriman yang hadir dalam upacara suci di Basilika Santo Petrus serta kegembiraan seluruh umat Kristiani yang tersebar di seluruh dunia.
Kenangan itu secara spontan menyembul di pikiran banyak orang tentang kemenangan agung pertama yang dicapai oleh “hamba Allah” yang rendah hati[4] ketika para Bapa dari Timur dan Barat, yang berkumpul dalam suatu konsili ekumenis di Efesus pada tahun 431, menyambut Maria sebagai “Theotokos” – Bunda Allah. Umat Kristiani dari kota yang termasyhur itu menggabungkan diri mereka sendiri dengan suatu dorongan iman yang penuh kegembiraan dengan sukacita besar para Bapa dan menyertai mereka dengan cahaya suluh menuju kediaman mereka.
Ya, tentu dengan begitu banyak kepuasan keibuan yang dipandang oleh Perawan Maria terhadap para gembala dan umat beriman dalam masa bersejarah yang jaya dari Gereja, dengan mengakui dalam nyanyian-nyanyian pujian, yang diangkat terutama untuk menghormati Sang Putra dan kemudian untuk dirinya sendiri, gema nyanyian pujian profetik yang dengan dorongan Roh Kudus telah diangkatnya sendiri bagi Yang Mahatinggi;
“Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.”[5]
Pada kesempatan upacara religius yang berlangsung pada saat ini untuk menghormati Bunda Allah, Perawan, di Fatima, Portugal, di mana ia dihormati oleh umat beriman yang tak terhitung jumlahnya karena hatinya yang penuh keibuan dan berbelas kasih,[6] kami ingin meminta perhatian semua putra Gereja sekali lagi kepada ikatan tak terpisahkan antara keibuan rohani Maria, yang begitu banyak digambarkan di dalam Konstitusi Dogmatik tentang Gereja (dari konsili)[7] dan kewajiban orang-orang yang ditebus kepadanya, Bunda Gereja.
Setelah diakui, berdasarkan sejumlah besar kesaksian yang diberikan oleh teks-teks suci dan oleh para Bapa suci serta dikenang dalam konstitusi tersebut di atas, bahwa “Maria, Bunda Allah dan Bunda Penebus”[8] telah “disatukan kepada-Nya dengan ikatan yang erat dan tak terpisahkan”[9] dan bahwa ia memiliki peran yang sangat istimewa dalam “misteri Sabda yang Menjelma dan Tubuh Mistik,”[10] yaitu, dalam “tata keselamatan,”[11] tampak jelas bahwa Sang Perawan “sudah sepantasnya dihormati oleh Gereja dengan suatu penghormatan khusus,[12] terutama secara liturgis,”[13] tidak hanya sebagai “Bunda Allah yang mahakudus, yang mengambil bagian dalam misteri-misteri Kristus,”[14] tetapi juga sebagai “Bunda Gereja.”[15]
Juga tidak perlu dikhawatirkan bahwa pembaruan liturgis, jika dipraktikkan menurut rumus “prinsip iman menentukan aturan doa”[16] bisa merugikan penghormatan “yang sepenuhnya istimewa”[17] karena Santa Perawan Maria atas hak istimewanya, menjadi yang pertama di antara segala makhluk dalam martabat sebagai Bunda Allah. Juga tidak perlu ditakutkan bahwa penghormatan yang lebih besar, secara liturgis maupun privat, yang diberikan kepadanya akan menghalang-halangi atau mengurangi “kebaktian yang diberikan kepada Sabda yang Menjelma, juga kepada Bapa dan Roh Kudus.”[18]
Dengan demikian, tanpa ingin mengulangi lagi di sini, saudara-saudara yang terhormat, ajaran tradisional Gereja tentang peran Bunda Allah dalam rencana keselamatan dan relasinya dengan Gereja, kita percaya bahwa, jika kita mempertimbangkan dua kebenaran yang sangat penting bagi pembaruan hidup Kristiani, kita akan melakukan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi jiwa-jiwa umat beriman.
[1] Bdk. Wahyu 12: 1
[2] Bdk. Buku Epistola Misa pada pesta Penampakan Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa, 11 Februari.
[3] Bdk. AAS 57, 1965, hlm. 1-67.
[4] Bdk. Luk. 1:38.
[5] Ibid., 1:46 dan 48-49.
[6] Pesan radio Pius XII, 13 Mei 1946, yang disampaikan kepada jemaat Kristiani Portugal, AAS 38, 1946, hlm. 264.
[7] Bdk. Bab Delapan, paragraf III, tentang Perawan Terberkati dan Gereja, AAS, 57, 1965, hlm. 62-65.
[8] Bdk. ibid. no. 53, hlm. 58.
[9] Bdk. ibid.
[10] Ibid., no. 54, hlm. 59.
[11] Ibid. no. 55. hlm. 59.
[12] Ibid. no. 66, hlm. 65.
[13] Pidato kepada para Bapa Konsili di Basilika Vatikan pada pesta Yesus dipersembahkan di kenisah, sidang ketiga Konsili, AAS, 56, 1964, hlm. 1016.
[14] Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 66: AAS, 57, 1965, hlm. 165.
[15] Bdk. ibid., no. 67, hlm. 65.
[16] Pius XII, ensiklik Mediator Dei: AAS, 38, 1947, hlm. 541.
[17] Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 66: AAS, 57, 1965, p. 65
[18] Ibid. no. 66, hlm p. 65.
Baca dokumen selengkapnya di tautan ini.