Dikasteri Untuk Ajaran Iman
“DIGNITAS INFINITA”
Deklarasi
Tentang Martabat Manusia
8 April 2024
Pengantar
Pada Kongres tanggal 15 Maret 2019, Kongregasi Ajaran Iman memutuskan untuk memulai “penyusunan sebuah teks yang menyoroti pentingnya konsep martabat pribadi manusia dalam antropologi Kristen dan mengilustrasikan ruang lingkup dan implikasi bermanfaat di bidang sosial, politik, dan ekonomi—sambil juga mempertimbangkan perkembangan terkini dalam bidang akademis dan cara-cara ambivalen (bercabang dan saling bertentangan) dalam memahami konsep tersebut saat ini.” Draf awal teks tersebut disiapkan dengan bantuan beberapa ahli pada tahun 2019 tetapi Konsultasi Terbatas dari Kongregasi, yang diadakan pada tanggal 8 Oktober tahun yang sama, menganggapnya tidak memuaskan.
Kantor Ajaran kemudian menyiapkan draf yang baru lainnya, berdasarkan kontribusi berbagai ahli, yang dipresentasikan dan dibahas dalam Konsultasi Terbatas yang diadakan pada tanggal 4 Oktober 2021. Pada bulan Januari 2022, draf baru tersebut dipresentasikan pada Sidang Pleno Kongregasi, di mana para Anggota mengambil langkah-langkah untuk mempersingkat dan menyederhanakan teks.
Setelah itu, pada tanggal 6 Februari 2023, versi perubahan dari draf baru tersebut ditinjau oleh Konsultasi Terbatas, yang mengusulkan beberapa perubahan tambahan. Versi yang telah diperbarui kemudian diserahkan untuk dipertimbangkan oleh Anggota pada Sidang Biasa Dikasteri (Feria IV) pada tanggal 3 Mei 2023, di mana Anggota menyetujui bahwa dokumen tersebut, dengan beberapa penyesuaian, dapat dipublikasikan. Selanjutnya, Paus Fransiskus menyetujui pembahasan sesi tersebut pada Audiensi yang diberikan kepada saya (prefek dikasteri) pada tanggal 13 November 2023. Pada kesempatan tersebut, beliau juga meminta agar dokumen tersebut menyoroti topik-topik yang berkaitan erat dengan tema martabat manusia, seperti kemiskinan, situasi migran, kekerasan terhadap perempuan, perdagangan manusia, perang, dan tema lainnya. Untuk menghormati arahan Bapa Suci, Bagian Ajaran Dikasteri mendedikasikan Kongres untuk melakukan studi mendalam terhadap Ensiklik Fratelli Tutti, yang menawarkan analisis orisinal dan pertimbangan lebih lanjut mengenai tema martabat manusia “melampaui segala keadaan.”
Versi baru dan perubahan signifikan dari teks ini dikirimkan kepada Anggota Dikasteri pada tanggal 2 Februari 2024, menjelang Sidang Biasa (Feria IV) pada tanggal 28 Februari 2024. Surat yang menyertai draf tersebut memuat klarifikasi sebagai berikut: “Draft tambahan ini diperlukan untuk memenuhi permintaan yang khusus dari Bapa Suci: yaitu, beliau secara eksplisit mendesak agar perhatian pada pelanggaran berat terhadap martabat manusia di zaman kita mendapatkan perhatian yang lebih banyak, khususnya sehubungan dengan Ensiklik Fratelli Tutti. Dengan ini, Kantor Ajaran mengambil langkah-langkah untuk mengurangi bagian awal […] dan mengembangkan secara lebih rinci apa yang ditunjukkan oleh Bapa Suci.” Teks Deklarasi saat ini akhirnya disetujui pada Feria IV tanggal 28 Februari 2024 yang disebutkan di atas. Kemudian, dalam Audiensi yang diberikan kepada saya dan kepada Monsinyur Armando Matteo, Sekretaris Bagian Ajaran, pada tanggal 25 Maret 2024, Bapa Suci menyetujui Deklarasi ini dan memerintahkan penerbitannya.
Elaborasi teks yang berlangsung selama lima tahun ini, membantu kita memahami bahwa kita dihadapkan pada sebuah dokumen yang, karena keseriusan dan sentralitas persoalan martabat dalam cara pandang Kristiani, memerlukan proses pematangan yang cukup lama untuk sampai pada versi final yang telah kami publikasikan hari ini.
Dalam tiga bagian awalnya, Deklarasi ini mengingatkan kembali prinsip-prinsip dasar dan premis teoritis, dengan tujuan memberikan klarifikasi penting yang dapat membantu menghindari kebingungan yang sering terjadi seputar penggunaan istilah “martabat manusia.” Bagian keempat menyajikan beberapa situasi terkini dan persoalan-persoalan di mana martabat setiap manusia yang sangat besar dan tidak dapat dicabut kurang diakui secara memadai. Kecaman terhadap pelanggaran-pelanggaran berat dan aktual terhadap martabat manusia merupakan tindakan yang perlu dilakukan, karena Gereja memupuk keyakinan mendalam bahwa iman tidak dapat dipisahkan dari pembelaan martabat manusia, evangelisasi untuk mempromosikan kehidupan yang bermartabat, dan spiritualitas dari komitmen terhadap martabat setiap umat manusia.
Martabat setiap manusia ini dapat dipahami sebagai sesuatu yang “tidak terbatas” (dignitas infinita), sebagaimana ditegaskan Paus Santo Yohanes Paulus II dalam pertemuan bagi orang-orang yang hidup dengan berbagai keterbatasan atau disabilitas.[1] Beliau mengatakan hal ini untuk menunjukkan bagaimana martabat manusia melampaui semua penampilan luar dan aspek-aspek tertentu dari kehidupan masyarakat.
Dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus ingin menggarisbawahi bahwa martabat ini ada “melampaui segala keadaan.” Dengan demikian, Bapa Paus mengajak semua orang untuk membela martabat manusia dalam setiap konteks budaya dan setiap momen keberadaan manusia, terlepas dari kekurangan fisik, psikologis, sosial, atau bahkan moral. Deklarasi ini berupaya untuk menunjukkan bahwa ini adalah kebenaran universal yang memanggil kita semua untuk mengakuinya sebagai kondisi mendasar bagi masyarakat kita untuk menjadi masyarakat yang benar-benar adil, damai, sehat, dan manusiawi.
Meskipun tidak komprehensif, topik-topik yang dibahas dalam Deklarasi ini dipilih untuk menjelaskan berbagai aspek martabat manusia yang mungkin tersembunyi dalam kesadaran banyak orang. Beberapa topik mungkin lebih disukai oleh beberapa kelompok masyarakat dibandingkan yang lain. Namun demikian, semua hal tersebut menurut kami penting karena, jika digabungkan, hal-hal tersebut membantu kita mengenali keselarasan dan kekayaan pemikiran tentang martabat manusia yang mengalir dari Injil.
Deklarasi ini tidak bertujuan untuk membahas topik yang begitu kaya dan krusial. Sebaliknya, tujuannya adalah untuk menawarkan beberapa poin refleksi yang dapat membantu kita mempertahankan kesadaran akan martabat manusia di tengah momen sejarah yang kompleks yang kita jalani. Hal ini agar kita tidak tersesat, sebaliknya agar kita membuka diri terhadap lebih banyak luka dan penderitaan yang mendalam di tengah banyaknya kekhawatiran dan kegelisahan di zaman kita.
Kardinal Víctor Manuel Fernández
Prefek
Baca dokumen selengkapnya di tautan ini.