Semarang – Jelang Tri Hari Suci, Ekaristi Pembaruan Janji Imamat (PJI) 2025 kembali dirayakan bersama Bapa Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko di Gereja Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci, Randusari Katedral Semarang, pada Selasa (15/4/25). Meski ini acara tahunan tapi tetap menjadi spesial bagi para imam. Tak kurang dari 300 imam yang berkarya di wilayah KAS mengikutinya. Hadir dalam perayaan agung ini Bapa Julius Kardinal Darmaatmadja SJ.


Inti dari Ekaristi malam itu selain pembaruan janji imamat adalah pemberkatan tiga minyak oleh Bapa Uskup. Ketiga minyak untuk pelayanan itu adalah Minyak Pengurapan Orang Sakit (Oleum Infirmorum), Minyak Katekumen (Oleum Catechumenorum) dan Minyak Krisma Suci (Sanctum Chrisma).

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Ekaristi PJI tahun ini tidak ada arak-arakan barisan imam yang panjang di awal misa. Yang ada hanyalah perarakan Bapa Uskup bersama beberapa imam Kuria KAS dan para provinsial tarekat serta Ketua UNIO KAS. Lalu di mana ratusan imam lainnya? Rupanya para imam langsung duduk menempati dua blok bangku depan. Tujuannya adalah untuk menyingkat waktu prosesi.

Dalam homili Bapa Uskup mengingatkan para imam akan hakekat imamat dan ajakan kepada para imam untuk mengembangkan iman bersama-sama umat. “Inilah yang sangat penting bagi kita, yaitu mengembangkan kebersamaan dengan umat. Karena untuk itulah kita ditahbiskan. Maka sangat menggembirakan kalau kita mudah dihubungi, mudah dicari, siap sedia melayani tanpa menunda-nunda,” tandas Bapa Uskup.
Sehari sebelum Ekaristi PJI, para imam diajak mengikuti rekoleksi yang diadakan secara hybrid. Para imam berkumpul per Kevikepan untuk mendalami materi yang membangun. Pemateri tahun ini adalah Romo Telephorus Krispurwana Cahyadi, SJ. Para imam diajak untuk semakin mengenal imamatnya dan berjalan bersama sebagai Gereja yang berpengharapan.
Rekoleksi tersebut sangat membantu para imam untuk menyadari akan pribadinya yang rapuh namun dipilih Tuhan. Itulah pula yang disampaikan oleh Romo Yusuf Sunarno, MSF dilansir dari kanal YouTube Komsos Keuskupan Agung Semarang. “Kami disadarkan bahwa kami para imam sama seperti umat kebanyakan. Bahwa kami adalah pribadi-pribadi yang rapuh, tapi dipilih oleh Tuhan. Maka kami disadarkan supaya tidak jatuh ke dalam kesombongan-kesombongan karena pilihan dari Tuhan itu,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Romo Thomas Surya Awangga B., SJ, “(Dalam rekoleksi) Kami banyak belajar dari kisah inspiratif, tulisan, permenungan dari Paus Fransiskus. Saya rasa ini hal yang menarik karena Paus pun rapuh dan Gereja pun punya kerapuhannya. Tapi dalam rapuh ada harapan. Tema ini sangat sambung dengan tema Tahun Yubileum, yaitu tahun pengharapan. Saya semakin gembira karena diberi kerapuhan dan berjuang di dalam kerapuhan itu. Karena di dalam kerapuhan itu juga belajar apa itu harapan.”
Sementara itu imam senior KAS Romo Joseph Kristanto S, Pr. di usia ke-36 imamatnya, menyatakan dalam rekoleksi ini ia merasakan kembali bagaimana harus taat kepada pelayanan Uskup, bagaimana melihat kemungkinan pelayanan kebutuhan Keuskupan Agung Semarang dalam hal pastoral. “Maka ketika saya ingat akan janji saya di hadapan uskup untuk taat kepada uskup yang mentahbiskan dan pengganti-penggantinya di situlah saya ingin sentire cum ecclesia (sehati sepikir dengan Gereja) khususnya Gereja Keuskupan Agung Semarang,” tegasnya.

Dari tahun ke tahun, Ekaristi PJI selalu menyedot animo umat untuk hadir. Mereka tak hanya datang dari seputar kota dan Kevikepan Semarang, tetapi juga luar kota bahkan luar provinsi, yaitu DIY. Moda transportasi yang mereka gunakan beragam. Ada yang menggunakan bus, mobil roda empat, ada pula yang mengendarai motor, seperti seorang bapak bersama isteri yang berboncengan dari Paroki Gemolong Sragen. Dari pantauan ada lebih dari seribu umat memenuhi gedung gereja Katedral dan pelatarannya.

Ekaristi PJI 2025 ini tergolong istimewa. Istimewa karena beberapa petugas liturgi termasuk paduan suara dan pembawa persembahan dilayani oleh Umat Berkebutuhan Khusus (UBK) Santa Lidwina Kevikepan Semarang. Bahkan saat komuni dua UBK melantunkan tembang pujian dengan apik nan merdu. Begitu pula salah satu lektor adalah penyandang tuna netra.
Usai Ekaristi menjadi kesempatan yang dinanti umat. Ini menjadi ajang temu kangen antara ‘mantan umat’ dengan ‘mantan gembala’. Canda tawa dan foto bersama menandai sukacita tahunan ini. (BD Elwin)