Sejarah Kelahiran

Paguyuban Wara Semedi Kevikepan Yogyakarta merupakan paguyuban para janda Katolik di Kevikepan Yogyakarta. Awal mula berdirinya disebabkan oleh adanya keprihatinan akan banyaknya tatangan kehidupan yang dihadapi oleh wanita Katolik yang telah ditinggal  oleh pasangan hidupnya karena kematian maupun sebab lain.

Para janda tersebut, apalagi yang masih muda, mudah sekali merasa lemah, tak berguna, rendah diri atau minder, malu bergaul, terasing, merasa serba salah, kesepian, tidak mempunyai teman untuk bertukar pikiran dalam menyelesaikan masalah keluarga. Melihat keadaan itu, Ibu C. Hadisuseno, seorang janda Katolik, tergugah untuk menghimpun para janda Katolik dalam satu wadah. Tujuannya agar dalam satu wadah tersebut para janda bisa saling menghibur, menguatkan, mengisi dan menjadikan mereka lebih kuat dan percaya diri dalam menjalani hidupnya.

Pada bulan Juli 1968, diadakan pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan janda dari Paroki Bintaran, Pugeran, Kidul Loji, Kota Baru. Dalam pertemuan tersebut diputuskan  didirikannya Paguyuban Janda Katolik dengan nama “Paguyuban Elisabeth” dengan pelindung Santa Elisabeth Hungaria. Pestanya dirayakan setiap tanggal 17 November. Rapat menetapkan, sebagai ketua adalah Ibu C. Hadisuseno dan penasehat rohani adalah Rama paroki Bintaran (ex officio).

Dalam perjalanan waktu nama paguyuban berubah. Menurut Pak Besut (penyiar kondang RRI Yogyakarta), pada tanggal 22 November 1974 paguyuban Elisbeth diganti dengan nama “Paguyuban Wara Semedi”. Nama baru tersebut mau menegaskan identitas  paguyuban tersebut. Wara Semedi adalah ibu-ibu yang hidup sendiri tanpa pendamping atau pasangan dan dipilih untuk semedi.

 

Visi dan Misi

Visi atau tujuan Paguyuban

  1. Bersama-sama berusaha meningkatkan hidup rohani, ngudi indhaking karahayon
  2. Ikut merasul (terutama membantu di kebun anggur, khususnya untuk pendidikan para calon imam)
  3. Selalu menjaga cinta kasih pada almarhum suami

 

Misi

  1. Menumbuhkan kebiasaan untuk doa pribadi dan doa bersama
  2. Mengadakan renungan Kitab Suci dan sharing pengalaman iman
  3. Meningkatkan penghayatan iman, antara lain melalui rekoleksi, wisata rohani dan retret
  4. Membantu seminar dengan doa dan dana
  5. Saling berkunjung dan membantu sesuai keadaan
  6. Mohon ujud dalam Misa untuk almarhum suami serta jiwa-jiwa di Api Penyucian

 

 

Logo  atau lambang dan arti

Wara semedi mempunyai logo tangan terbuka  dengan membawa tiga tangkai bunga Mawar. Artinya adalah wara semedi bersikap membuka diri untuk sesama. Bunga mawar melambangkan keharuman, maka wara semedi dipanggil untuk membawa keharuman atau hidup baik bagi siapa pun di lingkungannya.

Salib berwarna coklat yang diikat 2 cincin dan dari salib memancar sinar berwarna putih. Salib ini menggambarkan bahwa hidup ini berpusat pada Yesus. Sinar putih yang memancar melambangkan Roh Kudus yang menerangi hati manusia. Di bawah ada pita biru dengan tulisan ‘Dalam Kasih Saling Mengasihi’.

 

Kegiatan

Doa bersama yang khusus adalah doa Sabtu Imam. Doa ini dilaksanakan setiap hari Sabtu Sore setelah Jumat Pertama atau sesuai kesepakatan di masing-masing Paroki. Doa Sabtu Imam bertujuan untuk mendoakan para imam, calon imam dan memohon panggilan imam.

 

Kegiatan lain

  1. Pertemuan Rutin. Pertemuan rutin dilaksanakan setiap tanggal 22 Januari, 22 April, 22 Juli dan 22 Oktober. Pertemuan ini wajib dihadiri minimal 2 orang wakil pengurus tiap paroki
  2. Rekoleksi diadakan setiap bulan November dan diperuntukkan bagi semua anggota. Rekoleksi pertama kali diadakan pada bulan Desember 1972 di Paroki Bintaran
  3. Retret pernah diadakan sebanyak 1 kali
  4. Wisata Rohani
  5. Membantu pendidikan di Seminari. Wara Semedi selalu mengumpulkan dana untuk disumbangkan ke Seminari Menengah Mertoyudan dan Seminari Tinggi Kentungan

 

 

Keanggotaan

Pesyaratan

  1. Wanita Katolik berstatus janda cerai mati. Kelompok ini disebut Melati
  2. Wanita Katolik yang hidup terpisah dengan suami karena masalah perkawinan. Kelompok ini disebut Kenanga
  3. Wanita Katolik yang hidup tidak menikah, termasuk suster. Kelompok ini disebut Kanthil

 

Hak dan Kewajiban

  1. Berhak mengikuti semua kegiatan yang diadakan berdasarkan kesepakatan bersama
  2. Berkewajiban melaksanakan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama

 

Organisasi dan Kepengurusan

  1. Bentuk organisasi adalah perkumpulan informal, tidak mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Untuk mengatur kegiatannya dibuat kesepakatan bersama di antara anggota melalaui musyawarah mufakat
  2. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan, dibentuk pengurus baik di tingkat Kevikepan maupun Paroki atau Stasi, bahkan di tingkat Lingkungan bila diperlukan dan memungkinkan. Organ kepengurusan yang dibentuk adalah penasehat rohani, ketua I, ketua II, sekretaris I, sekretaris II, bendahara I, bendahara II, tim liturgi, tim sosial.

 

Lain-lain

  1. Media komunikasi yang dipakai adalah surat, telepon dan pengumuman Gereja
  2. Sumber dana berasal dari iuran anggota, sumbangan sukarela saat pertemuan, keuntungan hadiah hadir dan bantuan pihak tertentu yang bersifat tidak mengikat

 

Anggota Wara Semedi Kevikepan DIY terdiri dari 16 paroki

  1. Paroki Kidul Loji
  2. Paroki Pugeran
  3. Paroki Kota Baru
  4. Paroki Bintaran
  5. Paroki Baciro
  6. Paroki Kumetiran
  7. Paroki Jetis
  8. Paroki Banteng
  9. Paroki Pringwulung
  10. Paroki Mlati
  11. Paroki Kelor
  12. Paroki Wonosari
  13. Paroki Klodran
  14. Paroki Kalasan
  15. Paroki Adm. Bandung
  16. Paroki Adm. Pringgolayan
  17. Paroki Wates dengan nama Santa Monika