Bongsari – Visualisasi Kisah Sengsara Yesus Kristus pada hari Jumat Agung menjadi salah satu ibadat yang ditunggu dan digemari banyak umat. Tahun ini saja di Kota Semarang setidaknya ada 7 paroki yang mengadakan ibadat berbentuk teatrikal ini. Paroki Santa Theresia Bongsari, salah satunya.
Jumat (29/03/24) pagi OMK Bongsari menyuguhkan Visualisasi Kisah Sengsara yang berbeda dari kebanyakan. Konsep modernitas dihadirkan dalam visualisasi yang melibatkan 60 OMK ini.
Sang sutradara, Atanasios Seno Kariadi, mengatakan Visualisasi Kisah Sengsara di tahun 2024 ini mengambil tema Modernitas. Hal ini dapat dilihat dari properti dan kostum yang dikenakan oleh para pemeran yang disesuaikan dengan budaya modern.
“Contohnya adalah pemeran prajurit yang didesain menjadi penjahat atau tukang pukul. Kemudian rakyat yang divisualkan dengan berbagai macam profesi, ada imam-imam yang memakai baju pejabat, juga Pontius Pilatus yang mengenakan pakaian hakim,” ucap OMK yang pernah belajar theater di Seminari Menengah Mertoyudan Magelang.
Seno menandaskan, hal ini adalah usaha penyesuaian yang coba dilakukan oleh dirinya dan tim untuk menghadirkan situasi yang dapat relate dengan kondisi modern saat ini.
Menurutnya, Visualisasi Kisah Sengsara ini bertujuan membantu umat agar bisa lebih mendalami makna kehidupan, refleksi, dan perenungan. Harapannya, umat Katolik dapat lebih menyadari betapa besarnya pengorbanan Yesus bagi umat-Nya.
“Dengan visualisasi ini harapannya, dapat membantu umat agar lebih mendalami makna kehidupan, tidak hanya sekadar visualisasinya saja, tapi juga momentum refleksi dan perenungan bagi umat,” kata Seno.
Sementara itu pemeran Yesus, Yohanes Danu Krisna, merasa bersyukur diberi tanggung jawab peran sebagai sosok Yesus. Ia pun menyadari ketidaklayakannya menerima peran tersebut, selain itu skill yang dimilikinya pun belum mumpuni.
“Saya bukan orang theater, sehingga awalnya kesulitan dalam berakting, ditambah lagi suara saya yang memang kurang bisa lantang. Namun berkat latihan selama 1,5 bulan membuat saya merasa cukup yakin mendalami peran sebagai sosok Yesus,” ucapnya.
Peran tersebut juga memberikan makna baginya bahwa ketika kita menerima celaan atau siksaan, “Saya diajak untuk menerima dengan lapang dada. Tetap fokus pada tujuan hidup kita masing-masing”, tandasnya.
Visualisasi yang digelar dari depan halaman gereja sampai ke lantai II Gedung Pelayanan Pastoral Paroki Bongsari sepanjang 100 meter ini, diikuti tak kurang dari 300 umat, baik dewasa maupun anak-anak. Tampak beberapa diantaranya berkaca-kaca dan meneteskan air mata, sebagai tanda haru dan iba atas pengorbanan Yesus. Di akhir visualisasi umat diberi kesempatan meletakkan sekuntum bunga mawar di lokasi ‘peyaliban’ sebagai tanda simpati dan empati atas pengorbanan Yesus.
Kekhusyukan adegan penyaliban ini sangat terbantu dengan keterlibatan Bongsari Music Ministry (BMM) yang menjadi backsound ibadat treatikal ini. Sekitar 20 pemusik mempersyahdu suasana.
Bagi Paroki Bongsari, Visualisasi Kisah Sengsara bukanlah kegiatan baru. Sebelum visualisasi serupa marak di berbagai paroki, Paroki Bongsari sudah mengadakannya lama, tepatnya sejak 1982. Tiap tahun selalu dihadirkan tema yang berbeda.
Kepala Paroki Bongsari, Romo Eduardus Didik Chahyono SJ yang sangat men-support kegiatan ini, bersyukur proses Visualisasi Kisah Sengsara ini dapat berjalan dengan lancar. Melalui ibadat ini, beliau berharap bisa membantu meningkatkan iman umat Katolik.
“Melalui jalan salib dalam visualisasi kisah sengsara ini umat merasakan Kristus yang bersedia menyerahkan hidup-Nya untuk keselamatan umat manusia. Semoga visualisasi ini semakin menggugah kita untuk mencintai sesama,” harapnya. (BD Elwin J)