PENGANTAR
Kunjungan bersejarah Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab (UEA) bisa dipandang secara
luas sebagai tonggak sejarah dalam dialog antaragama.
Dalam Konferensi Global pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama
dengan Imam Besar Al-Ahzar Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “the Document on
Human Fraternity for World Peace and Living Together.”
Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani oleh Paus dan Imam Besar Al-Ahzar ini
merupakan peta jalan berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup
harmonis di antara umat beragama, dan berisi beberapa panduan yang harus
disebarluaskan ke seluruh dunia.
Berikut ini terjemahan dari Bahasa Inggris dari dokumen tersebut.

PERJALANAN APOSTOLIK BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS
KE UNI EMIRAT ARAB
(3-5 FEBRUARI 2019)

 

PENDAHULUAN
Iman menuntun orang beriman untuk memandang dalam diri sesamanya seorang
saudara lelaki atau perempuan untuk didukung dan dikasihi. Melalui iman pada Allah,
yang telah menciptakan alam semesta, ciptaan, dan seluruh umat manusia (setara
karena rahmat-Nya), umat beriman dipanggil untuk menyatakan persaudaraan manusia
ini dengan melindungi ciptaan dan seluruh alam semesta serta mendukung semua
orang, terutama mereka yang paling miskin dan yang paling membutuhkan.

Nilai transendental ini berfungsi sebagai titik awal untuk sejumlah pertemuan yang
ditandai dengan suasana persahabatan dan persaudaraan di mana kami berbagi
sukacita, dukacita, dan berbagai masalah dunia kita saat sekarang. Kami melakukan ini
dengan mempertimbangkan kemajuan ilmiah dan teknik, keberhasilan terapeutik, era
digital, media massa dan komunikasi. Kami juga mempertimbangkan tingkat
kemiskinan, konflik dan penderitaan begitu banyak saudara dan saudari di berbagai
belahan dunia sebagai akibat dari perlombaan senjata, ketidakadilan sosial, korupsi,
ketimpangan, kemerosotan moral, terorisme, diskriminasi, ekstremisme, dan banyak
sebab lainnya.

Dari diskusi-diskusi kami yang penuh persaudaraan dan terbuka, dan dari pertemuan
yang mengungkapkan harapan besar di masa depan yang cerah bagi semua umat
manusia, lahirlah gagasan Dokumen tentang Persaudaraan Manusia ini. Ini adalah
sebuah teks yang telah dipikirkan secara jujur dan serius sehingga menjadi pernyataan
bersama tentang cita-cita yang baik dan tulus. Ini adalah dokumen yang mengundang
semua orang yang memiliki iman kepada Allah dan iman dalam persaudaraan manusia
untuk bersatu dan bekerja bersama sehingga dapat berfungsi sebagai panduan bagi
generasi mendatang untuk memajukan budaya saling menghormati dalam kesadaran
akan rahmat ilahi yang agung, yang menjadikan semua manusia sebagai saudara dan
saudari.

 

DOKUMEN
Dalam nama Tuhan, yang telah menciptakan seluruh manusia yang setara dalam hak,
kewajiban dan martabat, dan yang telah dipanggil untuk hidup bersama sebagai
saudara dan saudari, untuk memenuhi bumi dan untuk mewartakan nilai-nilai
kebaikan, cinta, dan kedamaian;

Atas nama hidup manusia yang tidak bersalah, yang telah dilarang Allah untuk dibunuh,
dengan menegaskan bahwa siapa pun yang membunuh seseorang, orang itu bagaikan
membunuh seluruh umat manusia, dan siapa pun yang menyelamatkan seseorang,
orang itu bagaikan menyelamatkan seluruh umat manusia;
Atas nama orang miskin, orang melarat, orang yang terpinggirkan, dan mereka yang
paling membutuhkan, yang bagi mereka Allah telah memerintahkan kita untuk
membantu sebagai tugas yang dituntut dari semua orang, terutama orang kaya dan
berkecukupan;

Atas nama anak yatim, para janda, para pengungsi dan mereka yang diasingkan dari
tanah air dan negara mereka; atas nama para korban perang, penganiayaan dan
ketidakadilan; atas nama mereka yang lemah, mereka yang hidup dalam ketakutan, para
tawanan perang, dan mereka yang disiksa di setiap bagian dunia mana pun, tanpa
perbedaan;

Atas nama orang-orang yang telah kehilangan keamanan, kedamaian, dan kemungkinan
untuk hidup bersama, karena menjadi korban kehancuran, malapetaka, dan perang;
Atas nama persaudaraan manusia yang merangkul semua manusia, menyatukan
mereka dan menjadikan mereka setara;

Atas nama persaudaraan ini yang terkoyak oleh kebijakan-kebijakan ekstremisme dan
perpecahan, oleh sistem keuntungan tak terkendali atau oleh kecenderungan ideologis
penuh kebencian yang memanipulasi tindakan dan masa depan perempuan dan lakilaki;

Atas nama kebebasan, yang telah dianugerahkan Allah kepada semua manusia dengan
menciptakan mereka bebas dan menjadikan mereka berbeda berkat rahmat ini;

Atas nama keadilan dan belas kasihan, fondasi kemakmuran dan landasan iman;

Atas nama semua orang yang berkehendak baik yang ada di setiap bagian dunia;

Dalam nama Allah dan segala sesuatu yang dinyatakan sejauh ini; Al-Azhar al-Sharif dan
umat Muslim dari Timur dan Barat, bersama-sama dengan Gereja Katolik dan umat
Katolik Timur dan Barat, menyatakan untuk menerima budaya dialog sebagai jalan; kerja sama timbal balik sebagai kode etik; saling pengertian sebagai metode dan
standar.

Kami, yang percaya pada Allah dan pada perjumpaan akhir dengan-Nya dan
penghakiman-Nya, berdasarkan tanggung jawab agama dan moral kami, dan melalui
Dokumen ini, menyerukan kepada diri kami sendiri, kepada para pemimpin dunia serta
para pembuat kebijakan internasional dan ekonomi dunia, untuk bekerja keras
menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai; untuk ikut campur
tangan selekas mungkin untuk menghentikan pertumpahan darah dari orang-orang
yang tidak bersalah serta mengakhiri peperangan, konflik, kerusakan lingkungan dan
kemerosotan moral dan budaya yang dialami dunia saat ini.

Kami menyerukan kepada kaum terpelajar, para filsuf, tokoh agama, seniman, praktisi
media dan para budayawan di setiap bagian dunia, untuk menemukan kembali nilainilai perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, persaudaraan manusia dan hidup
berdampingan dalam rangka meneguhkan nilai-nilai ini sebagai jangkar keselamatan
bagi semua, dan untuk memajukannya di mana-mana.

Deklarasi ini, yang berangkat dari pertimbangan mendalam atas realitas kita dewasa ini,
dengan menilai keberhasilannya dan dalam solidaritasnya dengan penderitaan, bencana
dan malapetaka, meyakini dengan teguh bahwa di antara penyebab utama dari krisis
dunia modern adalah ketidakpekaan hati nurani manusia, penjauhan dari nilai-nilai
agama dan individualisme yang tersebar luas disertai dengan filsafat materialistis yang
mendewakan manusia dan memperkenalkan nilai-nilai duniawi dan material sebagai
pengganti prinsip-prinsip tertinggi dan transendental.

Seraya mengakui langkah-langkah positif yang diambil oleh peradaban modern kita di
bidang sains, teknologi, kedokteran, industri, dan kesejahteraan, terutama di negaranegara maju, kami ingin menekankan bahwa, terkait dengan kemajuan bersejarah
seperti itu, betapapun hebat dan bernilainya hal-hal tersebut, terdapat kemerosotan
moral yang mempengaruhi tindakan internasional dan melemahnya nilai-nilai dan
tanggung jawab rohani. Semua ini berkontribusi pada perasaan frustrasi umum,
keterasingan, dan keputusasaan yang membuat banyak orang jatuh ke dalam pusaran
ekstremisme ateistik, agnostik atau fundamentalisme keagamaan, atau ke dalam
ekstremisme fanatik dan buta, yang pada akhirnya memicu bentuk-bentuk
ketergantungan dan penghancuran diri individual atau kolektif.

Sejarah menunjukkan bahwa ekstremisme agama, ekstremisme nasional, dan juga
intoleransi telah menimbulkan di dunia, baik itu di Timur atau Barat, apa yang mungkin
disebut sebagai tanda-tanda “perang dunia ketiga yang sedang berlangsung sedikit
demi sedikit”. Di beberapa bagian dunia dan dalam banyak keadaan tragis, tanda-tanda
ini telah mulai tampak menyakitkan, seperti dalam situasi-situasi di mana jumlah persis
korban, para janda dan anak yatim tidak diketahui. Selain itu, kami melihat daerah lain
bersiap untuk menjadi panggung konflik baru, dengan pecahnya ketegangan dan
penumpukan senjata dan amunisi, dan semua ini dalam konteks global yang dibayangbayangi oleh ketidakpastian, kekecewaan, ketakutan akan masa depan, dan
dikendalikan oleh kepentingan ekonomi yang berpikiran sempit.

Kami juga menegaskan bahwa krisis politik besar, situasi ketidakadilan, dan kurangnya
distribusi sumber daya alam yang adil – yang hanya menguntungkan segelintir
minoritas kaya, hingga merugikan mayoritas penduduk bumi – telah melahirkan, dan
terus melahirkan, banyak sekali jumlah orang miskin, sakit dan meninggal. Hal ini
menyebabkan krisis bencana yang telah menimbulkan korban di berbagai negara,
terlepas dari sumber daya alam dan sumber daya orang muda yang menjadi ciri bangsabangsa ini. Dalam menghadapi krisis seperti itu yang mengakibatkan kematian jutaan
anak-anak –yang menjadi lemah akibat kemiskinan dan kelaparan– ada kebungkaman
yang tidak dapat diterima di tingkat internasional.

Jelaslah dalam konteks ini bagaimana keluarga sebagai inti dasar masyarakat dan umat
manusia sangat penting dalam melahirkan anak-anak ke dunia, membesarkan mereka,
mendidik mereka, dan membina mereka dengan pendidikan moral yang kuat dan rasa
aman di rumah. Menyerang lembaga keluarga, meremehkanatau meragukan peran
pentingnya, adalah salah satu kejahatan paling mengancam di zaman kita.
Kami juga menegaskan pentingnya membangkitkan kesadaran beragama dan perlunya
membangkitkan kembali kesadaran ini di dalam hati generasi baru melalui pendidikan
yang sehat dan kepatuhan pada nilai-nilai moral dan ajaran agama yang benar. Dengan
cara ini, kita dapat menghadapi kecenderungan yang individualistis, egois, saling
bertentangan, dan juga mengatasi radikalisme dan ekstremisme buta dalam segala
bentuk dan ungkapannya.

Tujuan pertama dan terpenting dari agama adalah percaya pada Allah, untuk
menghormati-Nya dan untuk mengundang semua perempuan dan laki-laki untuk
mempercayai bahwa alam semesta ini bergantung pada Allah yang mengaturnya. Dia
adalah Pencipta yang telah membentuk kita dengan kebijaksanaan ilahi-Nya dan telah
menganugerahi kita karunia kehidupan yang harus dilindungi. Ini adalah anugerah yang
tidak seorang pun berhak untuk mengambil, mengancam atau memanipulasi demi
kepentingan dirinya. Sesungguhnya, setiap orang harus menjaga anugerah kehidupan
ini dari awal hingga akhir alamiahnya. Karena itu kami mengutuk semua praktik yang
mengancam kehidupan seperti genosida, aksi terorisme, pemindahan paksa,
perdagangan manusia, aborsi, dan eutanasia. Kami juga mengutuk kebijakan yang
mendukung praktik-praktik ini.

Lebih-lebih lagi, kami dengan tegas menyatakan bahwa agama tidak boleh
memprovokasi peperangan, sikap kebencian, permusuhan, dan ekstremisme, juga tidak
boleh memancing kekerasan atau penumpahan darah. Realitas tragis ini merupakan
akibat dari penyimpangan ajaran agama. Hal-hal tersebut adalah hasil dari manipulasi
politik agama-agama dan dari penafsiran yang dibuat oleh kelompok-kelompok agama
yang, dalam perjalanan sejarah, telah mengambil keuntungan dari kekuatan sentimen
keagamaan di hati para perempuan dan laki-laki agar membuat mereka bertindak
dengan cara yang tidak berkaitan dengan kebenaran agama. Hal ini dilakukan untuk
mencapai tujuan yang bersifat politis, ekonomi, duniawi dan picik. Karena itu, kami
menyerukan kepada semua pihak untuk berhenti menggunakan agama untuk
menghasut (orang) kepada kebencian, kekerasan, ekstremisme dan fanatisme buta, dan
untuk menahan diri dari menggunakan nama Allah untuk membenarkan tindakan
pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan. Kami meminta ini berdasarkan
kepercayaan bersama kami pada Allah yang tidak menciptakan perempuan dan laki-laki
untuk dibunuh atau saling berkelahi, atau tidak untuk disiksa atau dihina dalam
kehidupan dan keadaan mereka. Allah, Yang Mahakuasa, tidak perlu dibela oleh siapa
pun dan tidak ingin nama-Nya digunakan untuk meneror orang-orang.
Dokumen ini, selaras dengan Dokumen Internasional sebelumnya yang telah
menekankan pentingnya peran agama-agama dalam membangun perdamaian dunia,
menjunjung tinggi hal-hal berikut:

– Keyakinan yang teguh bahwa ajaran-ajaran otentik agama mengundang kita untuk
tetap berakar pada nilai-nilai perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai
pengertian satu sama lain, persaudaraan manusia dan hidup bersama yang harmonis;
untuk membangun kembali kebijaksanaan, keadilan dan kasih; dan untuk
membangkitkan kembali kesadaran beragama di kalangan orang-orang muda sehingga
generasi mendatang dapat dilindungi dari ranah pemikiran materialistis dan dari
kebijakan berbahaya akan keserakahan dan ketidakpedulian tak terkendali
berdasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum;

– Kebebasan adalah hak setiap orang: setiap individu menikmati kebebasan
berkeyakinan, berpikir, berekspresi dan bertindak. Pluralisme dan keragaman agama,
warna kulit, jenis kelamin, ras, dan bahasa dikehendaki Tuhan dalam kebijaksanaanNya, yang melaluinya Ia menciptakan umat manusia. Kebijaksanaan ilahi ini adalah
sumber dari mana hak atas kebebasan berkeyakinan dan kebebasan untuk menjadi
berbeda berasal. Oleh karena itu, fakta bahwa orang dipaksa untuk mengikuti agama
atau budaya tertentu harus ditolak, demikian juga pemaksaan cara hidup budaya yang
tidak diterima orang lain;

– Keadilan yang berlandaskan belas kasihan adalah jalan yang harus diikuti untuk
mencapai hidup bermartabat yang setiap manusia berhak atasnya;

– Dialog, pemahaman dan promosi luas terhadap budaya toleransi, penerimaan sesama
dan hidup bersama secara damai akan sangat membantu untuk mengurangi pelbagai
masalah ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang sangat membebani sebagian besar
umat manusia;

– Dialog antar umat beragama berarti berkumpul bersama dalam ruang luas nilai-nilai
rohani, manusiawi, dan sosial bersama dan, dari sini, meneruskan keutamaankeutamaan moral tertinggi yang dituju oleh agama-agama. Hal ini juga berarti
menghindari perdebatan-perdebatan yang tidak produktif;

– Perlindungan tempat ibadah –sinagoga, gereja dan masjid– adalah kewajiban yang
dijamin oleh agama, nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan perjanjian internasional. Setiap
upaya untuk menyerang tempat-tempat ibadah atau mengancam mereka dengan
serangan kekerasan, pemboman atau perusakan, merupakan penyimpangan dari ajaran
agama-agama serta pelanggaran jelas terhadap hukum internasional;

– Terorisme menyedihkan dan mengancam keamanan orang, baik mereka di Timur atau
Barat, Utara atau Selatan, dan menyebarkan kepanikan, teror dan pesimisme, tetapi ini
bukan karena agama, bahkan ketika para teroris memperalatnya. Ini lebih disebabkan
oleh akumulasi penafsiran yang salah atas teks-teks agama dan oleh kebijakan yang
terkait dengan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan kesombongan.
Inilah sebabnya mengapa sangat penting menghentikan dukungan terhadap gerakan
teroris yang dipicu oleh penyediaan pendanaan, penyediaan senjata dan strategi, dan
dengan upaya untuk membenarkan gerakan ini bahkan dengan menggunakan media.
Semua ini harus dianggap sebagai kejahatan internasional yang mengancam keamanan
dan perdamaian dunia. Terorisme semacam itu harus dikutuk dalam segala bentuk dan
ekspresinya

– Konsep kewarganegaraan berlandaskan pada kesetaraan hak dan kewajiban, di mana
semua menikmati keadilan. Karena itu, pentinglah untuk membentuk dalam masyarakat
kita konsep kewarganegaraan penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara
diskriminatif yang menimbulkan perasaan terisolasi dan inferioritas.
Penyalahgunaannya melicinkan jalan bagi permusuhan dan perselisihan; hal itu
mengurangi setiap keberhasilan dan menghilangkan hak-hak agama dan sipil dari
beberapa warga negara yang terdiskriminasi karenanya;

– Hubungan baik antara Timur dan Barat tidak dapat disangkal diperlukan bagi
keduanya. Keduanya tidak boleh diabaikan, sehingga masing-masing dapat diperkaya
oleh budaya yang lain melalui pertukaran dan dialog yang bermanfaat. Barat dapat
menemukan di Timur obat bagi penyakit rohani dan agama yang disebabkan oleh
materialisme yang tersebarluas. Dan Timur dapat menemukan banyak unsur di Barat
yang dapat membantu membebaskannya dari kelemahan, perpecahan, konflik dan
kemunduran pengetahuan, teknik dan budaya. Pentinglah memperhatikan perbedaan
agama, budaya dan sejarah yang merupakan unsur vital dalam membentuk karakter,
budaya, dan peradaban Timur. Juga penting untuk memperkuat ikatan hak asasi
manusia mendasar demi membantu menjamin hidup yang bermartabat bagi semua
perempuan dan laki-laki di Timur dan Barat, dengan menghindari politik standar
ganda;

– Adalah sebuah keharusan untuk mengakui hak perempuan atas pendidikan dan
pekerjaan, dan untuk mengakui kebebasan mereka untuk menggunakan hak politik
mereka sendiri. Selain itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk membebaskan
perempuan dari pengkondisian historis dan sosial yang bertentangan dengan prinsipprinsip iman dan martabat mereka. Juga penting untuk melindungi perempuan dari
eksploitasi seksual dan dari diperlakukan sebagai barang dagangan atau objek
kesenangan atau keuntungan finansial. Oleh karena itu, harus dihentikan praktikpraktik yang tidak manusiawi dan vulgar yang merendahkan martabat perempuan.
Harus dilakukan berbagai upaya untuk mengubah undang-undang yang mencegah
perempuan menikmati sepenuhnya hak-hak mereka;

– Perlindungan hak-hak dasar anak untuk bertumbuh kembang dalam lingkungan
keluarga, untuk memperoleh gizi baik, pendidikan dan dukungan, adalah tugas keluarga
dan masyarakat. Tugas-tugas semacam itu harus dijamin dan dilindungi agar tidak
diabaikan atau ditolak untuk anak mana pun di belahan dunia mana pun. Semua praktik
yang melanggar martabat dan hak anak harus dikecam. Sama pentingnya untuk
waspada terhadap bahaya yang mereka hadapi, khususnya di dunia digital, dan untuk
menganggap sebagai kejahatan perdagangan manusia tidak bersalah dan semua
pelanggaran masa muda mereka;

– Perlindungan hak-hak orang lanjut usia, mereka yang lemah, penyandang difabilitas,
dan mereka yang tertindas adalah kewajiban agama dan sosial yang harus dijamin dan
dibela melalui undang-undang yang ketat dan pelaksanaan perjanjian internasional
yang relevan.

Untuk tujuan ini, melalui kerja sama timbal balik, Gereja Katolik dan Al-Azhar
mengumumkan dan berjanji untuk menyampaikan Dokumen ini kepada pihak-pihak
berwenang, pemimpin yang berpengaruh, umat beragama di seluruh dunia, organisasi
regional dan internasional yang terkait, organisasi dalam masyarakat sipil, lembaga
keagamaan dan para pemikir terkemuka. Mereka selanjutnya berjanji untuk
menyebarluaskan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Deklarasi ini di semua tingkat
regional dan internasional, seraya meminta agar prinsip-prinsip ini diterjemahkan ke
dalam kebijakan, keputusan, teks legislatif, program studi dan materi yang akan
diedarkan.

Al-Azhar dan Gereja Katolik meminta agar Dokumen ini menjadi objek penelitian dan
refleksi di semua sekolah, universitas dan lembaga pembinaan, sehingga dengan
demikian membantu mendidik generasi baru untuk membawa kebaikan dan kedamaian
bagi sesama, dan untuk menjadi pembela hak-hak di mana pun mereka berada dari
mereka yang tertindas dan yang terkecil dari saudara-saudari kita.
Akhirnya, cita-cita kami adalah:

Deklarasi ini bisa menjadi undangan untuk rekonsiliasi dan persaudaraan di antara
semua umat beriman, juga di antara umat beriman dan yang tidak beriman, dan di
antara semua orang yang berkehendak baik;
Deklarasi ini dapat menjadi seruan bagi setiap hati nurani yang jujur yang menolak
kekerasan dan ekstremisme buta; seruan bagi mereka yang menghargai nilai-nilai
toleransi dan persaudaraan yang dikembangkan dan didorong oleh agama-agama;
Deklarasi ini dapat menjadi saksi keagungan iman kepada Allah yang mempersatukan
hati yang terpecah dan mengangkat jiwa manusia;
Deklarasi ini dapat menjadi tanda kedekatan antara Timur dan Barat, antara Utara dan
Selatan, dan antara semua yang percaya bahwa Allah telah menciptakan kita untuk
saling memahami, saling bekerja sama dan hidup sebagai saudara dan saudari yang
saling mengasihi.
Inilah yang kami harapkan dan ingin capai dengan tujuan menemukan perdamaian
universal yang dapat dinikmati semua orang dalam hidup ini.

 

Abu Dhabi, 4 Februari 2019

Bapa Suci                                                              Imam Besar Al-Azhar

Paus Fransiskus                                                         Ahmad Al-Tayyeb