Keprihatinan bahwa banyak umat yang mempunyai imaginasi bahwa bangsa ini benar-benar sedang dalam masalah, konflik antar agama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan bersama di dalam bangsa ini.
Sebagai upaya untuk memberikan pencerahan bagi umat Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta, pada pertemuan rutin bulanan Prodiakon, diselenggarakan sarasehan dengan nara sumber romo Martinus Joko Lelono, Pr moderator Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Kevikepan DIY, dengan mengambil tema “Membangun Kerajaan Allah Zaman ini.”
Sarasehan diselenggarakan di Aula gereja (Selasa, 13/08/2019),selain dihadiri Prodiakon, juga dihadiri ketua lingkungan, kategorial, omk dan dewan paroki.
Di dalam sarasehan ini disadarkan kenyataan bahwa sikap saling curiga di dalam hidup bersama ini bukan hanya dimiliki oleh orang Katolik atau Kristen. Orang dari agama lain pun bisa punya imaginasi yang sama di masyarakat. Hal ini terutama diperparah oleh aksi-aksi terorisme dan perselisihan antar agama yang menjadi bagian dari hidup bersama di Negara ini.
Di tengah situasi, umat ditantang untuk mempertanyakan apakah imaginasi ini adalah satu-satunya imaginasi yang bisa terjadi di tengah hidup bersama. Rupanya, sebagai orang Katolik, imaginasi ini tidak boleh menjadi imaginasi yang menguasai hidup bersama. Sama seperti orang-orang dari agama lain memiliki gambaran tentang hidup damai, Gereja Katolik memiliki gambaran tentang hidup damai di dalam teks tentang Kerajaan Allah yang ditemukan di dalam teks Luk 4: 18-19. Teks ini berbicara tentang, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4: 18-19). Ide dasarnya adalah bahwa di tengah kehidupan bersama, orang Katolik sebagai orang yang diurapi dengan pembaptisan, tak hendak menjadi pribadi yang memperkeruh situasi, melainkan perlu menjadi pribadi yang mencerahkan hidup bersama: mengunjungi yang sakit dan tertawan; memberi penglihatan kepada yang buta; membebaskan yang tertindas.
Dalam bagian akhir dari pertemuan ini, beberapa umat menceritakan bahwa perjumpaan di tengah masyarakat di Yogyakarta masih bisa diandalkan. Ada ide-ide baik yang sudah terjadi misalnya dalam bentuk membuat acara makan bersama setelah sholat idul ied. Diingat juga bahwa ada banyak kebaikan dari orang-orang Islam di sekitar. Pada perayaan Idul Adha yang terakhir, banyak umat mendapatkan jatah daging dari acara kurban yang diadakan oleh saudara muslim. Kesadaran ini membawa umat kepada kesadaran bahwa masih ada kesempatan untuk membangun Kerajaan Allah zaman ini.
Harapannya, terang Tuhan semakin dirasakan di tengah-tengah masyarakat. Ada kesadaran baru bahwa garam menjadi kian tawar dan terang semakin disembunyikan (Mat 5: 13-16). Di tengah hidup bersama, umat ingin menjadi bagian dari usaha negeri ini semakin hari semakin menemukan kebaikannya. Rm. Ambroisius Heri Krismawanto, Pr mengajak umat untuk bersyukur atas acara ini dan menemukan makna kehadiran bersama sebagai bangsa. Inilah saatnya bersama-sama membangun bangsa dengan mimpi memiliki “SDM Unggul, Indonesia Maju.”