Salah satu ciri khas Generasi Z (Gen Z) adalah kemelekatan pada internet sehingga mereka tidak bisa dipisahkan dengan gawai. Salah satu dampaknya, anak-anak Gen Z dikenal sebagai generasi mager (males gerak) dan lebih memilih mengutarakan permasalahannya melalui media sosial, dibanding ke orang terdekat, dalam hal ini orangtua. Karena itu orangtua diharapkan lebih dapat memahami kebutuhan anak-anaknya yang tergolong sebagai Gen Z.
Hal tersebut menjadi diskusi dalam sarasehan katakese Pendidikan dengan tema “Mengenali Karakteristik Anak-anak Generasi Z dan Model Pendampingannya”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dewan Pastoral Paroki Gereja Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta, Jumat (24/05/24) menghadirkan Psikolog Stella Vania Puspitasari M.Psi.
Saat membuka kegiatan sarasehan, pastor Paroki St. Albertus Agung Yogyakarta, Romo Vincentius Suparman Pr., mengatakan sekolah-sekolah Kristiani, khususnya yang dikeloloa Yayasan Katolik saat ini menghadapi tantangan besar mengupayakan sistem Pendidikan yang mampu menyikapi perkembangan zaman. Oleh karena itu melalui sarasehan ini diharapkan, para orang tua, guru dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya bisa mendapatkan masukan dalam mendidik Gen Z.
“Kedepan sekolah-sekolah Katolik harus memikirkan berbuat apa agar dapat berperan serta membimbing generasi-generasi yang mampu menghadapi perkembangan zaman yang berubah dengan cepat” Kata romo Parman.
Oleh karena itu, Romo parman mengapresiasi kegiatan katakese Pendidikan yang diadakan ditingkat paroki ini, selain katekese Pendidikan yang juga diadakan di lingkungan-lingkungan selama bulan Maria ini.
Gen Z: Generasi Instan yang Rapuh
Psikolog Stella Vania membuka pemaparan dengan latar belakang munculnya banyak sebutan generasi, yakni Generasi Baby Boomer (1940-1959), Generasi X (1960-1979), Generasi Y/Millenial (1980-1994) dan Generasi Z (1995-2010) yang erat kaitannya dengan bidang ekonomi marketing. “Pada awalnya pembagian generasi ini digunakan untuk memudahkan segmentasi pemasaran produk agar tepat sasaran. Namun, saat ini penggolongan generasi ini juga digunakan di bidang-bidang lain”, terang Vania. Bahkan saat ini juga telah ada Generasi Alpha (Gen Alpha) untuk anak-anak yang lahir setelah tahun 2010, dan akan diikuti sebutan untuk generasi-generasi berikutnya, tambah Vania.
Menurut Vania Generasi Z menjadi generasi yang mendominasi kehidupan di bumi saat ini. Mereka yang tergolong sebagai Gen Z rata-rata saat ini sudah menginjak remaja atau sedang duduk di bangku kuliah. Gen Z sendiri berasal dari kata Zoomer karena mereka lahir dan tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi dan internet secara dekat.
Sebagai generasi yang tumbuh erat dengan perkembangan teknologi membuat Gen Z terbiasa hidup di lingkungan yang serba cepat, dan dimudahkan dalam berbagai hal karena semua dapat diakses melalui gawai, diantaranya telepon genggam. Selain itu, Gen Z merupakan generasi yang tumbuh di era ekonomi keluarga yang rata-rata lebih stabil, sehingga Gen Z terbiasa dengan lingkungan yang nyaman dan terpenuhi baik secara materi.
Ciri khas lain yang menjadi keunikan pada Gen Z adalah mereka cukup kritis dalam menyikap informasi, yang juga terbawa pada keseharian mereka. Oleh karena itu, terkadang orangtua merasa Gen Z ini sulit dinasehati, bisa saja hal ini disebabkan karena Gen Z tumbuh di era dimana semua informasi berdatangan dari berbagai sisi dan memang dibutuhkan kemampuan untuk memilah informasi yang dapat diterima, sehingga Gen Z akan mempertanyakan informasi yang diterima jika tanpa adanya dasar atau bukti yang valid.
Di sisi lain, karena Gen Z hidup di zaman yang serba cepat, Gen Z menjadi kreatif, kurang sabar dan kerap mengharapkan hasil yang instan. Karena kurang sabar dalam menjalani prosesnya, sehingga terkadang mereka mudah menyerah ketika dihadapkan pada kesulitan.
“Ibarat buah strawberry, Gen Z terlihat menarik, kuat, namun ternyata rapuh di dalam” jelas Vania.
Menghadapi Gen Z dengan Menjadi Orang tua EMAS
Menyikapi keunikan yang menjadi perbedaan tajam antara orang tua di generasi X, Y dengan Gen Z, Vania memberikan tips agar orangtua bisa nyambung dengan anak-anak Gen Z, yakni dengan menjadi orangtua EMAS, yang merupakan akronim dari Empati, Minat, Apresiasi, dan Seimbang. Empati artinya orangtua perlu mencoba memahami sudut pandang anak dengan percaya bahwa anak memiliki sudut pandang sendiri yang berharga. Minat, artinya orangtua perlu memahami apa yang menjadi minat anak dan memberi kesempatan mereka untuk melakukan eksplorasi. Apresiasi, artinya orangtua perlu terus mendorong anak Gen Z untuk mencoba hal-hal yang ditekuni dengan memberi apresiasi dan motivasi karena Gen Z sebenarya adalah anak yang haus akan prestasi. Tips terakhir Seimbang, artinya orang tua perlu menyeimbangkan antara aturan kedisiplinan dengan kehangatan dan kasih sayang.
“Jangan stress bapak ibu, Gen Z seperti halnya generasi-generasi lain adalah adalah generasi yang perlu didengar. Karena mereka terbiasa hidup dnegan teknologi maka orangtua juga perlu menyesusikan diri dengan dunia anak Gen Z”, saran Vania.
Kegiatan sarasehaan katekese Pendidikan ini diikuti oleh sekitar 60 orang tua calon penerima sakramen Krisma, dan dimoderatori oleh Rosario Guntur Harimawan, selaku wakil ketua Dewan Pastoral Paroki St. Albertus Agung Jetis.
(Wempi/Ryan).