Lama, nama Santo Yusuf seperti “tidak mendapatkan tempat” dalam liturgi Gereja Katolik. Baru pada tanggal 13 November 1962, Paus Yohanes XXIII memasukkan nama Santo Yusuf dalam Doa Syukur Agung I (DSA I). Dan melalui Dekret Paternas Vices, tertanggal 1 Mei 2013, Kongregasi
Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen memasukkan nama Santo Yusuf dalam DSA II, III, dan IV. Sejak saat itu, nama Santo Yusuf selalu disebut setelah nama Santa Perawan Maria dalam Doa Syukur Agung.

Dalam Kitab Suci sendiri, Santo Yusuf juga hanya diceritakan pada awal masa hidup Yesus. Kita tidak menemukan kalimat atau kata-kata yang disampaikan olehnya. Walaupun seperti menjadi tokoh yang diam, Santo Yusuf berperan sebagai bapak yang mendidik, mendampingi, dan mengasihi Yesus, sehingga pada akhirnya Yesus siap untuk berkarya mewartakan Kerajaan Allah. Santo Yusuf menjadi bayangan Bapa Surgawi bagi Yesus. Artinya, ia menghadirkan kasih Bapa yang menguatkan dan meneguhkan Yesus.

Banyak orang dan dunia saat ini membutuhkan para bapak sebagaimana Santo Yusuf. Kita semua seperti anak-anak yang memerlukan kasih dan pendampingan dari bapak agar bertumbuh dewasa secara manusiawi dan iman. Pada saat yang sama, kita dipanggil untuk menghadirkan kasih
Bapa Surgawi bagi sesama di sekitar kita dan terlebih bagi mereka yang merindukan kasih sayang dari seorang bapak.

Marilah kita belajar dari kasih kebapaan Santo Yusuf. Ia mengasihi Yesus dengan tulus dan lepas bebas. Yesus bukan miliknya. Maka Yusuf merelakan-Nya ketika Yesus meninggalkan keluarga untuk melaksanakan kehendak Bapa Surgawi. Kita pun diajak untuk menghadirkan kasih Bapa Surgawi kepada anggota keluarga kita masing-masing dan kepada sesama yang kita jumpai serta yang ada di sekitar kita. Bukan agar mereka terikat dan menjadi milik kita, namun agar mereka merasakan sendiri kasih dari Bapa Surgawi.

Renungan dalam bentuk video dapat dilihat DI SINI.