Jamnas SEKAMI hari ketiga, peserta dibagi ke dalam 10 kelompok, untuk melakukan Kunjungan Keberagaman Nusantara di 10 tempat yang berbeda di sekitar Magelang dan Muntilan. Sekitar pk 08.30, 96 peserta dari 3 Bawil : St. Andreas, St. Gisella, dan St. Yohanes Paulus II, menuju ke Pondok Pesantren Nurul Falah, yang berlokasi di Gunungpring, Muntilan, sekitar 15 km dari Seminari Mertoyudan. Bagi sebagian besar peserta, ini adalah kali pertama bagi mereka berkunjung ke Pondok Pesantren.
Tiba di Pondok Pesantren yang sudah berdiri sejak 1971 ini, peserta disambut dengan keramahan para santri. Dalam pengantarnya, Rm. Bernadus Teddy Prasetyo, Direktur Diosesan (Dirdios) Keuskupan Ketapang yang turut serta dalam kelompok ini menceriterakan pengalamannya beberapa waktu yang lalu mengikuti live in beberapa hari bersama teman-teman pondok pesantren di suatu tempat. Ada celetukan dari santri setempat “Wah ternyata orang Kristen itu baik ya”. Kalimat sederhana ini ternyata begitu menggelitik. Bagaimana bisa kalimat itu tercetus. Seperti apa pandangan mereka terhadap orang Kristen sebelumnya? Bisa jadi, pandangan negatif yang terbangun sebenarnya hanya karena tidak pernah ada kesempatan berinteraksi, tidak pernah saling bersinggungan, tidak pernah mengenal langsung, sehingga muncul persepsi yang mengarah pada ketakutan untuk bergaul lebih dekat satu sama lain. Oleh karena itu, kegiatan ini diadakan dengan tujuan memfasilitasi teman – teman remaja untuk membangun komunikasi dan mengenal lebih dekat rekan – rekan kita yang berbeda keyakinan.
Setelah ice breaking yang dipandu oleh Kak Jasmine, Kak Adinta, Kak Diyah, Kak Nisa, Kak Wirda dari Pondok Pesantren Nurul Falah, peserta dibagi ke dalam enam kelompok untuk melakukan sharing session dengan tema diskusi kebhinekaan. Dua atau tiga orang santri bergabung di setiap kelompok, berbagi pengalaman dan berinteraksi langsung dengan para peserta Jamnas SEKAMI 2023.
Ditemui oleh Tim Dokumentasi dan Publikasi Jamnas SEKAMI 2023, Kyai Muhammad Arwani, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah ini mengungkapkan, bahwa sejatinya kita ditakdirkan menjadi manusia. Manusia dalam Bahasa Arab disebut insan, yang artinya harmoni. Jadi meskipun kita berbeda agama, berbeda suku, berbeda ras, berbeda warna kulit, dan berbeda hal lain sebagainya, kita semua masih sama manusia. Maka ciptakanlah harmoni, agar kita semua menjadi makhluk Tuhan yang sangat dicintaiNya.
Setelah sharing session, beberapa peserta kebingungan karena beberapa temannya tidak ada tempat. Mereka mencoba mencari ke kelompok – kelompok yang ada namun tak kunjung ditemukan. Di tengah kebingungan, peserta yang dicari – cari sedari tadi muncul dengan membawa alat musik rebana (terbang). Ternyata mereka diajak oleh teman – teman santri untuk berlatih Hadroh ketika teman – teman yang lain terlibat diskusi seru dalam kelompok. Sebuah lagu berjudul Di Doa Ibuku, yang biasanya kita dengar dibawakan dengan iringan alat musik modern kali ini dibawakan dengan apik oleh teman – teman kita dengan rebana, yang di daerah setempat dikenal dengan Kesenian Tradisional Hadroh. Hanya satu jam berlatih dan mereka sudah mampu menampilkan yang terbaik. Sungguh ini membuka wawasan para peserta mengenai keberagaman budaya Indonesia. Betapa kayanya kesenian tradisional yang bisa dikolaborasikan dengan budaya modern.
Tak terasa hari sudah menjelang siang, dan acara harus diakhiri. Suasana haru sangat terasa ketika Peserta Jamnas SEKAMI bertukar cinderamata dengan Santri Pondok Pesantren Nurul Falah. Kebersamaan yang hanya beberapa jam ternyata membuka cakrawala baik Peserta dan Santri mengenai indahnya persaudaraan dalam keberagaman. Kesempatan untuk berinteraksi yang hanya sekejap mata ini mampu meruntuhkan dinding pembatas yang semula ada di antara mereka. Semoga apa yang telah dimulai di Jamnas SEKAMI ini semakin meneguhkan tak hanya peserta, namun juga semua pihak yang telah terlibat ambil bagian, untuk terus Berbagi Sukacita dalam Kebhinekaan, Bersahabat, Terlibat, dan Berbagi Berkat.