Mertoyudan, 05/07/2023 – Masih bertempat di GOR Laudato Si, salah satu rangkaian kegiatan para sahabat SEKAMI pada Jambore Nasional SEKAMI 2023 hari kedua adalah Edukasi 3 yang mengusung permainan tradisional dari berbagai daerah di nusantara.
Sebagai negara majemuk yang terdiri dari berbagai pulau dan suku, bukan rahasia bila Indonesia juga kaya akan berbagai permainan tradisional. Permainan tradisional telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di masing-masing daerah. Sayangnya, tidak bisa dipungkiri, minat generasi masa kini terhadap permainan tradisional mulai terkikis, tergantikan oleh aneka gawai. Berangkat dari titik itu, Jambore Nasional SEKAMI 2023 menghadirkan berbagai permainan tradisional ke atas panggung.
Romo Yohanes Sigit, SCJ mengawali sesi Edukasi 3 dengan ice breaking. Beliau mengajak semua peserta untuk mempererat persahabatan dan saling mengenal satu sama lain, setidaknya anggota Bawil masing-masing, melalui permainan tradisional yang dipresentasikan sepanjang sesi.
Pada sesi ini, permainan tradisional didemonstrasikan oleh para alumni T-SOM Angkatan I dan II. Sebuah VT keberagaman disuguhkan untuk mengantarkan para peserta kepada pengenalan ragam permainan tradisional Indonesia. Adapun permainan yang ditampilkan yakni Injit-Injit Semut dari Jambi, Salam Sabrang dari Jawa Barat, Cublak-Cublak Suweng dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta Berbalas Pantun Rasa Sayange dari Maluku.
Injit-Injit Semut menjadi permainan pertama yang ditampilkan. Permainan ini merupakan permainan kelompok dimana para pemain menumpukkan tangan membentuk menara. Mereka yang posisi tangannya berada di atas, mencubit punggung tangan pemain yang ada di bawahnya. Mengikuti instruksi dari animator, pemain yang berada di paling bawah akan memindahkan tangannya ke posisi paling atas. Diiringi lagu Injit-Injit Semut yang berasal dari Jambi, permainan ini dilakukan sesuai dengan tempo lagu. Semakin tempo lagu dipercepat, semakin antusias para peserta bermain.
Tak hanya memperkenalkan permainan tradisional nusantara, para peserta juga diajak merefleksikan pelajaran yang diperoleh dari tiap permainan. Angelina, peserta dari Keuskupan Bandung, misalnya. Baginya, permainan Injit-Injit Semut mengajarkannya untuk menghargai teman. “Saya mencoba menghargai teman yang mencubit agak sakit. Sebab, teman-teman yang lain juga mungkin merasakan hal yang sama,” ujarnya. Pendapat Angelina sejalan dengan pendapat Evan, peserta dari Keuskupan Tanjungkarang yang turut diundang maju untuk membagikan pendapat di panggung,
Lain lagi dengan Vania. Peserta dari Keuskupan Bandung tersebut membagikan pelajaran yang dia dapatkan dari permainan yang sama. “Cubit mencubit sama sakitnya,” simpulnya.
Dimas, peserta dari Kevikepan Ende menutup sharing refleksi permainan Injit-Injit Semut dengan pendapat yang agaknya sangat mewakili semua peserta. “Saya tetap gembira walau sakit dicubit,” ujarnya disambut tepuk tangan dan riuh tawa seantero GOR.
Animasi permainan tradisional nusantara lantas diakhiri dengan demonstrasi permainan Balas Pantun Rasa Sayange. Layaknya lagu Rasa Sayange yang merupakan rangkaian bait-bait pantun pada ayatnya, masing-masing Bawil diminta mempersiapkan pantun pula. Bawil yang ditunjuk oleh animator kemudian menyanyikan pantun mereka sesuai dengan nada pada ayat lagu Rasa Sayange. Semangat dan sukacita peserta beserta pendamping amat terasa. Semua Bawil berlomba untuk tampil. Sambil mengangkat vandel tinggi-tinggi, mereka meneriakkan Bawil masing-masing, berharap animator menunjuk mereka untuk menyanyikan pantun yang sudah mereka persiapkan.
Meski pada akhirnya tidak semua Bawil berkesempatan menampilkan pantun masing-masing, semuanya masih bisa memetik pelajaran dari permainan Balas Pantun Rasa Sayange. Bukan saja bahwa kita wajib menyayangi alam dan sesama, pantun-pantun ciptaan tiap-tiap Bawil juga sarat akan pesan dan makna bagi semua.