Perayaan Syukur Mangayubagya Ambal Warsa Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10

Twitter
WhatsApp
Email
Dalam berbagai situasi sulit, sejatinya pemimpin adalah juga pengayom, yang siap berdiri paling depan, “ing ngarsa sung tuladha”, menjadi panutan, dan tampil mengambil tanggung jawab dengan segala risikonya. Keteladanan yang mengandung watak gung binathara itu, adalah esensi dari Hamengkoni.

Dewan Paroki Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan umat Katolik di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta berinisiatif menyelenggarakan Misa Syukur Mangayubagyo Yuswo Dalem 80 Warsa Sri Sultan Hamengku Bawono Ka. 10. Perayaan Misa dilaksanakan pada Minggu 26 November 2023 pukul 15.00 Wib

Selebaran utama       : Mgr. Rubyatmoko, Pr (Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang)

Konselebran               :

  • AR. Yudono Suwondo, Pr
  • Raymundus Sugihartanto, Pr
  • Andrianus Maradiyo, Pr
  • FX. Sukendar, Pr
  • Martinus Joko Lelono Pr
  • Benediktus Hanjar Krisnawan Pr
  • Yohanes Sigit Heriyanto Pr
  • Basilius Edy Wiyanto Pr
  • Heribertus Budi Purwantoro Pr
  • Y. Nugroho Tri S, Pr

 

Rm. AR. Yudono Suwondo, Pr (Vikaris Episkopal Kevikepan Yogykarta Barat) dalam sambutannya menyampaikan:

SECARA ISTIMEWA, Perayaan Ekaristi Hari Minggu ini, kita Rayakan Bersama Yang Mulia Bapa Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko, kita  UJUBKAN SECARA KHUSUS DAN AMAT AGUNG, MENDOKAN DAN  Mangayubagya YUSWON DALEM 80 TH, NGARSA DALEM SAMPEYAN DALEM INGKANG SINUWUN SRI SULTAN HAMENGKU BAWANA INGKANG JUMENENG KA 10 SURYANING MATARAM SENOPATI ING NGALAGA LANGGENG ING BAWANA LANGGENG ING TATA PANATA GAMA.

KITA, Umat Katolik Yogyakarta Sebagai bagian dari Warga masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta  BERSYUKUR dianugerahi oleh Tuhan Pemimpin yang sungguh setia pada tanggung jawab dan semangat dasarnya yakni: HAMENGKU, HAMANGKU DAN HAMENGKONI” UNTUK MEWUJUDKAN MISI BESAR :  “Hamemayu Hayuning Bawana”, “Sangkan Paraning Dumadi”, “Manunggaling Kawula Gusti”.

 SELAIN ITU JUGA, Ungkapan Syukur ini dihaturkan, sebab Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Bawana Ka 10, demikian juga para leluhur pendahulu BELIAU berperan amat besar  dalam perjalanan Gereja Katolik sepanjang kurun waktu sehingga memungkinkan Gereja Katolik untuk selalu berusaha hadir dalam gerak kehidupan sosial kemasyarakat dalam perbagai segi kehidupan.

 Dalam buku yang berjudul “Gereja dan Masyarakat” dengan sub judul ‘Sejarah Perkembangan Gereja Katolik Yogyakarta’ yang diterbitkan dalam rangka Syukur atas Pesta Emas NKRI tahun 1995, oleh Panitia Kevikepan DIY, Pater Jan Weitjens, SJ mengatakan: “Ketika pada tanggal 10 Juni 1867 Yogyakarta terkena gempa bumi yang dahsyat – lebih dari 100 orang meninggal – gereja darurat roboh juga. Pastor Jan Babtist Palinckx, SJ tanpa kenal lelah membantu korban-korban gempa bumi. Karena kebaikan hati Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, dia bisa membeli sebidang tanah di dekat kraton di mana tahun 1871 didirikan Gereja Santo Fransiskus Xaverius. Dari situ Pater Palinckx melaksanakan karyanya, memahami keadaan dengan baik dan tepat, berhubungan baik dengan pamong masyarakat, dan dibantu oleh para imam, salah satunya Pater H Van Drissche,beserta segenap umat,  melaksanakan karya cinta kasih cemerlang dalam kurun waktu hampir 35 tahun.

Sejarah mencatat pula, bahwa dari Yogyakarta muncul tokoh-tokoh Nasional dan tokoh Gereja Katolik, dalam kebersamaannya dengan tokoh-tokoh lain seperti Bp. I.J. Kasimo, Mgr. A. Djajasepoetra, SJ, Bapak Yustinus Kardinal Darmajuwono, dan masih banyak lagi deretan nama yang bisa disebutkan. Demikian pula kita diingatkan sejarah, bagaimana Perjuangan tokoh-tokoh Katolik dalam kesatuan dengan semua elemen bangsa mempertahankan kemerdekaan Negara Kita, salah satunya adalah waktu Mgr Soegija memindahkan tempat kedudukannya dari Gedangan semarang ke Bintaran, serta diadakannya Kongres Ekaristi tahun 1939 dan Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia tahun 1949, semuanya di Yogyakarta.

Ungkapan Syukur ini sekaligus juga diharapkan memberi suasana kebatinan yang sejuk di tengah Masyarakat Yogyakarta yang segera akan memasuki masa kampanye elektoral di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diharapkan, doa-doa permohonan untuk terciptanya suasana sejuk dan damai dalam kontestasi pemilu 2024 yang akan datang dikabulkan Tuhan dan menjadi sukacita seluruh warga bangsa.

Ungkapan Syukur ini ditempatkan di Ganjuran yang amat kental dengan Tradisi Jawa baik suasana umat maupun rancangan arsitekturnya. Harapannya, seluruh umat Katolik diajak terus-menerus mendalami spiritualitas luhur budaya Jawa dalam arti seluas-luasnya. budaya tersebut dimaknai sebagai keutuhan hidup manusia yang senantiasa berusaha memahami jatidirinya, kehidupannya di tengah masyarakat dan kesatuannya denga alam semesta. Dengan segala kompleksitasnya, kebudayaan tadi mewujud dan tampak dalam tindak-tanduk, olah rasa, olah basa, olah pikir lan olah kanuragan. Dengan kata lain, budaya meruapakan cara umat manusia menampakkan jatidirinya yang sejati.  (J.B Kariuki Wakarega, African Ecclessial Review, Vol 47 (2005) 3, 223.)

Ungkapan Syukur ini dimaksudkan untuk ndherek menghaturkan apresiasi atas kepemimpinan Ngarsa Dalem yaitu “Tahta bagi Kesejahteraan Kehidupan Sosial Budaya Rakyat”. Tuhanlah yang menetapkan Ngarsa Dalem sebagai pemimpin sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci :  “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Rom 13.1) .GEREJA KATOLIK  siap bersinergi dan berkolaborasi dengan semua kelompok agama untuk mewujudkan Renaisans Mataram. Bahwa Mataram baru merupakan Keistimewaan Yogya di dalam Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an. Itulah identitas Yogya sebagai Masyarakat Mini Indonesia.

Sedangkan Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Bawana Ka 10 dalam sambutanya menyampaikan:

Prinsip moral “HAMENGKU BUWUNO, TEKADKU”. Hamengku Buwono, menyandang tiga substansi yang bersumber dari makna Hamangku, Hamengku dan Hamengkoni. Membesarkan hati dengan “lebih banyak memberi daripada menerima”, hakikat dari berbudi bawa leksana itulah, makna Hamangku, diaktualisasikan.

Hamengku, mengandung makna hangrengkuh atau ngemong, melindungi dan mengayomi, tanpa membeda-bedakan golongan, keyakinan dan agama secara adil. Hakekat Hamengku identik dengan ambeg adil paramarta, dan nilai Mangreh Landeping Mimising Cipta, Cipta Panggraitaning Rahsa.

Dalam berbagai situasi sulit, sejatinya pemimpin adalah juga pengayom, yang siap berdiri paling depan, “ing ngarsa sung tuladha”, menjadi panutan, dan tampil mengambil tanggung jawab dengan segala risikonya. Keteladanan yang mengandung watak gung binathara itu, adalah esensi dari Hamengkoni.

Memang, manusia fana tak lepas dari aral melintang. Pun saya, dalam liku kehidupan, tak jarang dipertemukan dengan berbagai tantangan dan coba. Tetapi saya percaya, bahwasanya “Dalam setiap hembusan angin, terdapat petunjuk bagi mereka yang mau mendengarkan”.

 

Hadir juga dalam acara tersebut:

  1. Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Bawana Ka 10
  2. Gusti Kanjeng Ratu Hemas
  3. Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi
  4. Kapolda DIY (Irjend Polisi Suwondo Nainggolan, S.I.K., M. H beserta Ibu) dan segenap Jajaran
  5. MY Esty Wijayanti—-Anggota DPR RI
  6. Bapak Haji Abdul Halim Muslih—-Bupati Bantul
  7. Bapak Nuryadi, S. Pd—-Ketua DPRD DIY,
  8. Andriani Wulandari SE —- Anggota DPRD DIY
  9. RA Yashinta— Calon DPD RI
  10. Bapak Panewu, bapak lurah, Ketua RW, RT