Perayaan Syukur 60 Tahun Berkah Pembaharuan Konsili Vatikan II

Twitter
WhatsApp
Email

Konsili Vatikan II merupakan rahmat ilahi dan sekaligus ungkapan kebesaran hati, keterbukaan pikiran dan kemauan untuk terus belajar menyibak selubung misteri ilahi yang dinyatakan kepada umat Allah melalui tanda-tanda jaman. Gereja sebagai persekutuan kaum beriman, yang meskipun bukan berasal dari dunia, tetapi hidup dalam dunia yang tunduk pada hukum ruang, gerak dan waktu, pasti ikut mengalami perubahan. Pilihan yang diambil dan keputusan yang dibuat oleh Konsili Vatikan II merupakan suatu penciptaan ordo novae, gerak kembali ke akar, perubahan radikal, sebuah revolusi agama.

Alumni Ikatan Filsafat Teologi (Ikafite) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ingin meneladan Paus Yohanes XXIII. Ingin menghidupi terus semangat keterbukaan dan dialog dengan siapapun. Untuk itu mereka terinspirasi menyelenggarakan acara Perayaan Syukur 60 tahun Berkah Pembaharuan Konsili Vatikan II yang dilaksanakan pada hari Sabtu ( 15/10/2022) di Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan Yogyakarta.

Dalam pesan pendek melalui video sebelum perayaan syukur dimulai, Mgr. Robertus Rubiyatmoko (Uskup Keuskupan Agung Semarang), menyatakan bahagia seandainya bisa ikut hadir dan bergabung dengan yang para undangan untuk merayakan syukur atas 60 tahun pembukaan Konsili Vatikan II. Bapa Uskup berharap bahwa semangat pembaharuan yang telah dicanangkan oleh para Bapa Konsili, tetap mewarnai semangat kehidupan menggereja. Dari waktu ke waktu, khususnya semenjak Konsili Vatikan II, gereja di Indonesia mengalami perkembangan yang luar biasa, khususnya selalu mencoba untuk mengembangkan, memajukan dinamika kehidupan bersama ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi.

Misa syukur ini dipimpin oleh Mgr. Yustinus  Harjosusanto (Uskup Agung Samarinda) dan Mgr. Dr. Petrus Boddeng Timang, Pr (Uskup Banjarmasin). Dalam homilinya Bapa Uskup mengatakan bahwa bacaan Injil yang khusus diambil dari Matius 16 : 13 – 23 ini sangat kaya. Banyak hal yang bisa diambil untuk renungan. Tetapi Bapa Uskup hanya menawarkan satu atau dua hal yang berkaitan dengan misa syukur ini. Gereja yang dijanjikan Tuhan sesuai bacaan Injil tadi memang pada akhirnya berdiri dan sampai sekarang sudah berusia lebih 2000 tahun. Perjalanan gereja dengan bimbingan Roh Kudus  selama itu diwarnai dengan berbagai proses dan dinamika sesuai dengan perkembangan, sehingga gereja menjadi semakin baik, bahkan menuju ke kesempurnaan.

Selesai misa syukur, dilanjutkan  dengan acara sarasehan  dengan narasumber : Mgr. Dr. Petrus Boddeng Timang, Pr, (Uskup Banjarmasin), Romo Dr. CB Mulyatno, Pr (Dosen Fakultas Teologi USD), Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag, M.A (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Romo Prof. Dr. FX Mudji Sutrasno, SJ (Guru Besar STF Driyarkara Jakarta), FX Hadi Rudyatmo (mantan Walikota Solo), MY Esti Wijayati (anggota  DPR-RI), Romo Dr. ST Gito Wiratmo, Pr (Ketua Pusat Pastoral Sanjaya), dan Yustinus Prastowo (Staff Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis).

Seperti dikatakan oleh Mgr. Dr. Petrus Boddeng Timang dalam sarasehan, bahwa pembaharuan (aggiornamento) dalam cara beriman dan cara menggereja umat, mana yang harus paling diperhatikan, karena hal ini masih menjadi masalah besar bagi umat sekarang ini. Atau seperti yang dikatakan Romo Dr. CB Mulyatno, Paus Yohanes XXIII memanggil Konsili karena gereja sudah lama jenuh. Saatnya jendela harus dibuka lebar, karena Konsili Vatikan II adalah konsili tentang manusia dan martabatnya. Harap pula dipertanyakan, apakah pendidikan Katolik sekarang ini sudah mempersiapkan keunggulan kualitas manusia? Pendapat yang unik muncul dari Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., M.A yang merupakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia mengatakan, tantangan hidup beriman dan beragama saat ini sangat dahsyat. Iapun mempertanyakan, benarkah klaim kebenaran masing-masing agama dan simbol-simbolnya menghalangi dialog kehidupan di Indonesia? Iapun mengemukakan pandangan umat Islam terhadap keterbukaan, dialog dan semangat pembaharuan yang dibawa gereja Katolik sejak Konsili Vatikan II. Pendapat lain lagi datang dari mantan walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo. Ia mengatakan, Konsili Vatikan II menempatkan awam sangat tinggi. Menjadi garam dan terang di ranah publik, dan prinsip iman dan kekatolikan yang dipakai untuk melayani. Pernyataan yang agak tajam datang dari Romo Prof. Dr. FX  Mudji Sutrisno yang merupakan Guru Besar STF Driyarkara Jakarta. Ia mengatakan, antara “altar” dan “pasar” mana aggiornamento yang terasakan. Ataukah semangat pembaharuan itu tinggal utopia. Sebelum Konsili Vatikan II, gereja Katolik merangkul seni dan para seniman, maka gereja terlihat indah. Tapi di mana sekarang para seniman, para pemusik, para sastrawan dan pelaku seni Katolik. Inkulturasi macam apa yang bisa dilaksanakan gereja Indonesia?

Romo Dr. ST Gito Wiratmo lain pula pendapatnya. Ia menjelaskan, Konsili Vatikan II adalah konsili tentang gereja dan cara menggereja, terutama gereja sebagai umat Allah. Apa sebenarnya yang menjadi maksud dan apa relevansinya bagi kita. Lain lagi pendapat dari MY Esti Wijayati, yang merupakan anggota DPR-RI. Ia mengulas tantangan-tantangan besar yang dihadapi wanita dari kelompok minoritas yang berkiprah di politik dan keprihatinan serta peta masalah yang paling menonjol di Indonesia yang dilihat DPR sekarang ini. Juga nilai plus dan minus tentang orang Katolik, tentang perempuan Katolik, dan tentang gereja Katolik.

Pendapat senada juga diutarakan oleh Yustinus Prastowo yang menjabat sebagai Staff Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis. Ia menjelaskan apa yang menjadi suka duka sulitnya melaksanakan ajaran sosial gereja di lingkungan yang sarat interest, kental politik dan kader Katolik yang langka. Juga sekilas prospek ekonomi dan peta politik menjelang Pemilu 2024. Bagaimanapun, panggilan kesucian awam Katolik harus sungguh diusahakan.

Berbagai tantangan dan hambatan bukanlah alasan untuk menyerah kalah, melainkan energi yang mendorong sebuah pencarian dan perjuangan yang tulus dan murni untuk menanamkan spirit Konsili Vatikan II dalam hati setiap umat Katolik. Dengan demikian, kita sungguh seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia. Semoga perayaan syukur 60 tahun berkah pembaharuan Konsili Vatikan II dan sarasehan dengan berbagai tokoh lintas bidang dan agama ini, seperti harapan Kardinal Suharyo dalam pesan pendeknya lewat video, kelak akan membuahkan buah-buah yang diharapkan.

(Clementine Roesiani)