Paroki yang terletak di kota susu Boyolali ini diresmikan pada tanggal 22 Agustus 1961 oleh Mgr. Alb. Soegijapranata SJ dengan nama “Gereja Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria”
Sejarah paroki Boyolali diawali dari peristiwa dipermandikannya keluarga Kariyosemito dan 3 anaknya yang telah menamatkan Sekolah Guru Kanisius di Ambarawa pada tahun 1933 oleh Romo Hendrik, SJ di Paroki Purbayan Surakarta. Pelayanan misa bagi umat Boyolali mulanya diselenggarakan di sebuah rumah buatan Belanda yang dikenal sebagai gedung pengadilan negeri di Jalan Pandanaran Boyolali. Tahun 1941 umat Katolik Boyolali mendapat kunjungan Uskup Agung Semarang saat itu Mgr. Alb. Seogijapranata. Kunjungan tersebut disambut dengan acara sarasehan dan Misa Agung di rumah Tjondrodipuran yang sekaligus dikuatkan sebagai kapel. Pada dekade 1946-1950 perkembangan umat katolik di Boyolali berkembang pesat dengan ditandainya pembukaan kemabli sekolah katolik, perlaihan stasi Boyolali dari paroki Purbayan ke Surakrta, dibentuknya pengurus Gereja papa miskun, terbentuknya kring-kring, digunakannya kapel Tjondrodipuran sebagai tempat penerimaan sakramen perkawinan, dan juga baptisan sebanyak 120 orang pada 13 september 1958 di Kapel Tjondrodipuran oleh Romo Beyloos, MSF. Lalu disusul dengan penerimaan sakramen penguatan pada 19 September 1958 oleh Mgr. Alb. Soegijapranata, SJ. Untuk melayani kegiatan peribadatan dan misa, atas inisiatif dan kerjasama Romo Van Beek, MSF dan Romo Beyloos, MSF pada tahun 1958 dibuatlah gedung SMP Katolik sekaligus untuk misa. Gedung khusus Gereja baru dibuat pada tahun 1960 dan selesai pertengahan Agustus 1961 atas dukungan dana dan sumbangan dari umat Katolik dari Belanda. Pada tanggal 22 Agustus 1961 gedung Gereja diberkati dan diresmikan oleh Bapa Uskup Mgr. Alb. Soegijapranta, SJ dengan nama “Gereja Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria”