Open House Seminari St. Petrus Canisius Mertoyudan

Twitter
WhatsApp
Email

Lebih dari 600 orang muda dari berbagai paroki di bawah Keuskupan Agung Semarang menghadiri Open House yang diselenggarakan oleh Seminari St. Petrus Canisius Mertoyudan, Minggu (16/4/2023).

Rektor/ Ketua Seminari, Romo Markus Yumartana, SJ dalam sambutannya di pembukaan open house mengatakan tujuan open house adalah mengajak orang muda untuk mengenal dan kemudian tertarik masuk seminari. Romo mencuplik motto hidup Petrus Kanisius : “Jika kamu punya terlalu banyak hal untuk dilakukan, dengan bantuan Tuhan engkau akan dapat waktu untuk melakukan semua hal itu.”
Inilah mengapa St. Petrus Canisius menjadi pelindung Seminari Menengah Mertoyudan.

Acara open house ini merupakan acara tahunan Seminari St. Petrus Canisius Mertoyudan dalam rangka memperingati pesta nama St. Petrus Canisius setiap tanggal 27 April atau memperingati ulang tahunnya yang ke-111 pada tahun ini.

Santo Petrus Kanisius adalah seorang kudus Yesuit yang dikenal sebagai pujangga gereja di masanya. Ia lahir di Njimegen, Belanda tahun 1521 dan wafat di Fribourg, Swiss pada tahun 1597. Apa yang khas, penting, dan istimewa dari Petrus Canisius adalah kemanpuannya untuk menangkap dan merasakan sesuatu yang terjadi dalam kehidupan nyata gereja dan pada saatnya hal tersebut diolah untuk memajukan hidup rohani umat Allah.

Seminari ini dimulai sekitar satu abad yang lalu di Muntilan. Pada tanggal 30 Mei 1912, Jenderal Serikat Jesus ke-25, P. Franciscus Xavier Wernz, SJ menyetujui usaha pembukaan seminari oleh Pater van Lith, SJ dan Pater Mertens, SJ di Muntilan. Sejak saat itulah, secara resmi pendidikan calon Imam pribumi pertama di Indonesia yang dimulai dari Muntilan ini berdiri. Pada tahun 1912 tidak ada lulusan Kweekschool Muntilan yang hendak melanjutkan sebagai calon imam, tetapi tahun 1913 dan tahun-tahun berikutnya muncul kembali lulusan yang menyatakan diri untuk dididik sebagai calon imam. Seminari di Muntilan masih menumpang di Kolese Xaverius dan semua seminarisnya merupakan tamatan Kweekschool Xaverius Muntilan. Seminaris pertama : FX Satiman dan Petrus Darmasepoetra.

Sistem pembinaan memakai gaya Yesuit yang di dalamnya ada Romo Rektor, Romo Direktur, Romo Pamong Umum dan Pamong-pamong lain yang mendampingi seminaris di tiap angkatan. Memiliki 3 motto yaitu : kesehatan, kesucian dan pengetahuan. Kekhasan seminari ini yang pertama adalah pendidikan yang berasrama. Dengan adanya asrama ini dimungkinkan pendalaman pengetahuan yang lebih. Artinya, pendalaman yang integral yang bukan hanya menyangkut pengetahuan intelektual, tapi juga mengintegrasikan pengetahuan yang didapat ke dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pengelolaan, kepribadian, dan juga pengolahan mengenai kehidupan komunitas dan kerohanian.

Di seminari tidak hanya dikembangkan aspek kognitif tapi juga aspek afektif, bagaimana nilai-nilai menghargai orang lain dan nilai kedisiplinan. Ada pelajaran khusus yang diterima oleh calon imam, yaitu pelajaran Kitab Suci dan bahasa Latin. Tidak mungkin menjadi imam jika tidak pernah belajar Kitab Suci.
Salah satu pendidikan yang integral adalah mengembangkan humaniora. Untuk mengembangkan humaniora, seminaris dilatih untuk bisa mengolah rasa keindahan melalui musik.

Hidup seorang imam harus ditopang dengan kehidupan rohani yang dalam. Semboyan kesucian ini bukan kesalehan yang artifisial saja, tapi kemauan untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Kehidupan batin menjadi bermakna di tempat ini.

Clementine Roesiani