Kesuksesan seseorang dalam mencapai impian kadangkala memang penuh dengan misteri. Tidak sedikit yang mempunyai pengalaman unik penuh lika-liku sebelum akhirnya bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Hal tersebut juga dialami seorang pengusaha muda bernama Yohanes Adventodi. Lahir dan besar di Samigaluh, Kulonprogo membuat dirinya semakin gigih mengembangkan potensi desa dengan apa yang dia miliki.
Jangan Gengsi Jadi Petani
Berawal dari mencoba satu bidang usaha, nyatanya jalan kesuksesan pria yang akrab dipanggil Todi ini terlihat. Usaha yang dijalani Todi tidak jauh dari bunga yang elok dipandang saat acara penting seperti pernikahan dan semacamnya. Ya, sebut saja bunga krisan. Kepada tim Lintas, Todi banyak bercerita mengenai usaha bunga potong krisan yang sudah digelutinya dari tahun 2014 lalu ini. “Dulu sempat ada pilot project bunga krisan di Samigaluh yang diadakan Balai Penelitian Pertanian dan Teknologi Yogyakarta, ya sebagai tahap percobaan. Ternyata hasilnya cukup bagus, dan bisa ditanam dan dikembangkan di daerah ini, “ ungkap Todi mengawali.
Gayung bersambut, tidak butuh waktu lama masyarakat bekerjasama dengan Dinas Pertanian yang merespon hasil baik tersebut. Dengan kata lain masyarakat tertarik melakukan penanaman bunga potong krisan di Samigaluh. Cerita menarik mengiringi langkah awal warga Samigaluh untuk mengembangkan usaha bertani bunga potong krisan ini. “Bukan hanya satu atau dua orang yang ikut andil, tapi banyak. Bersama – sama kami berkomitmen, awalnya satu dukuh lanjut ke masyarakat lainnya untuk menekuni bunga potong krisan ini, “ jelasnya.
Todi menuturkan, para pelopor penanaman bunga krisan kebanyakan adalah teman-teman muda. Dari yang dulunya pengangguran, tukang batu, dan beberapa ada yang masih sekolah dengan langkah pasti mencoba berkiprah dan menekuni bertani bunga krisan ini. Mereka dari berbagai golongan berniat menekuni bunga potong krisan dan akhirnya mendapat respon positif dari dinas pertanian dengan pemberian bantuan hibah. Demi pengelolaan bunga potong krisan kedepannya, diharapkan hal ini menjadi salah satu ikon di Kabupaten Kulonprogo, karena baru satu dan pertama kalinya.
Bagi Todi secara pribadi, bunga krisan memiliki keindahan warna yang memikat. Bunga yang berasal dari Eropa ini dapat bertahan dua minggu setelah dipetik dan diletakkan dalam vas berisi air. Jadi tidak heran bila bunga krisan memang dijadikan bunga potong sebagai hiasan acara pernikahan dan sebagai karangan bunga. Dari situlah menurut Todi, satu perubahan yang cukup berdampak dilakukan warga desa dari bertani tanaman biasa, menjadi petani bunga potong krisan.
“Dulu saat masih bercocok tanam jagung, singkong dan tanaman tradisional lainnya lahan 100 meter2 dalam satu tahun pendapatan rata-rata Rp 500 ribu. Nah, saat ini lahan 100 meter2 per tiga bulan bisa panen dan mendapat Rp 2-3 juta, “ rinci Todi menjelaskan.
Dari hal tersebut, bagi Todi hal tersebut menjadi bukti satu hal perubahan yang membuat daya tarik warga untuk bertani bunga potong krisan. Todi menegaskan inilah yang menjadi gerak bersama, bukan sekelompok orang saja. Jelas secara ekonomi terdapat peningkatan, di samping itu secara ketenagakerjaan warga mendapat pernghasilan yang baik, pengangguran pun bisa ada pekerjaan.
Tidak Perlu Pergi Jauh untuk Mencari Nafkah
Pria kelahiran 30 Desember 1981 ini melihat potensi pengembangan bunga potong krisan yang semakin baik. Todi menyebutkan bahwa rekan-rekan muda di sekitarnya tidak perlu jauh-jauh pergi keluar untuk mencari nafkah. “Di tempat ini, jika itu ditekuni trenyata juga menghasilkan, menghidupi, dan bermanfaat bagi orang banyak, “ucapnya.
Apa yang dijalani Todi sampai saat ini memang membutuhkan proses yang panjang. Apalagi jika menyangkut bagaimana mengajak, meyakinkan, dan meneguhkan niat rekan-rekan muda untuk bersama-sama mengembangkan usaha ini. “Awalnya memang tidak mudah, banyak yang merasa gengsi dengan profesi sebagai petani. Dianggap sebagai sesuatu yang kurang nge-trend. Namun jika dilakukan secara sungguh-sungguh, memakai teknologi, dan membuat pupuk hingga memasarkannya dengan digitalisasi, “ tambahnya.
Di sisi lain, Todi dan pelopor penanaman bunga krisan di wilayah Samigaluh juga mengalami kendala. Sempat dianggap remeh karena menjadi petani bunga, padahal pemikiran bertani adalah sesuatu yang bisa dimakan. Padahal dari segi hasil lebih menguntungkan dan luar biasa. Dari situ terbentuklah paguyuban atau asosiasi yang mengajak kelompok tani desa lain untuk bergabung. Todi menambahkan, sejak itu banyak yang tertarik dan sekarang sudah lebih dari 40 petani bunga potong krisan yang tergabung dalam asosiasi bunga potong krisan Samigaluh.
Sempat Dianggap Sebelah Mata Akhirnya Berkembang Bersama
Dari asosiasi yang terbentuk mempunyai manfaat dan pengaruh besar. Para petani bisa berjalan dan berkembang bersama lewat satu pintu. “Pengadaan bibit, penyediaan sarana produksi, dan pemasarannya dari satu pintu, jadi para petani tidak bisa jual sendiri hasil panennya. Hal itu agar harga, kualitas, kontinyuitas terjaga. Tugas asosiasi menjadwal tanaman supaya tiap hari ada, “ jelasnya lebih detail.
Pasar pun juga harus dijaga apalagi berhubungan dengan penyediaan bunga potong krisan yang tetap terjaga kualitasnya. Lebih lanjut, dalam dua kali seminggu pihaknya harus menyetor bunga sampai Yogya, Wates, Bantul, Purworejo, dan Solo. Mengenai kegagalan panen atau kendala dalam proses tanam, Todi mengungkapnya adanya diskusi dan kerjasama yang baik antar petani demi menjaga kualitas dan pasar bunga krisan.
Menjadi petani bunga memang bukan pekerjaan mudah, hal itu diungkapkan pula oleh Todi. Seperti menekuni sebuah pekerjaan pada umumnya, menanam bunga krisan membutuhkan ketelitian dan perlakuan khusus. Bunga krisan yang membutuhkan jam siang lebih panjang ini juga mendapat sentuhan teknologi dengan lampu agar merangsang tumbuh tingginya tanaman ini.
Tidak berhenti belajar dan mencari pengetahuan, sebagai petani juga menggunakan SOP yang sudah dibuat oleh asosiasi. Semua jelas kapan waktu dipupuk, disemprot, waktu panen dan dari itu petani harus disiplin dan tertib demi hasil maksimal. Melalui rasa memiliki demi kesejahteraan bersama, para petani bunga potong krisan terus mengembangkan usahanya hingga kini. Bagaimana wadah ini bisa menjadi sebuah paguyuban yang mengakrabkan satu dengan yang lain, menjalin rasa kekeluargaan, menjaga komitmen bersama. “Persaingan ya persaingan sehat, saling membantu dan menyemangati, “ imbuhnya.
Pasang Surut Usaha dan Komitmen
Namun tidak mudah, pasang surut juga dialami mulai dari pergantian cuaca bisa mempengaruhi bunga menjadi kurang bagus. Hal tersebut bisa berimbas pada kualitas bunga, nantinya konsumen atau pasar merasa kurang puas. Disamping itu, jumlah petani yang naik turun nyatanya juga bisa menyerah di tengah jalan. Todi menerangkan adanya seleksi alam di antara para petani. “Balik lagi butuh teliti dan telaten, jadi SDM juga diperhatikan. Otomatis jika petani berkurang, pemenuhan kebutuhan juga berkurang. Untungnya untuk menyelamatkan pasar, terdapat kubung bunga krisan dengan hasil yang cukup bagus, mampu menjadi tambahan penghasilan bagi masyarakat, “ ujarnya menambahkan.
Menurut dia, budidaya krisan di Kulonprogo harus dikembangkan, baik dari luasan lahan dan pengelolaan. Misalnya dengan cara menata atau mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada. Menelisik lebih dalam yakni mengenai komitmen sebagai petani sekaligus pengusaha. Bagi Todi, pekerjaan ini bukan bekerja untuk orang lain, maka jelas diperlukan sikap disiplin terhadap diri sendiri. “Segala managemen tentang pemeliharaan, keuangan, bagaimana menjaga kualitas bunga ya ditentukan oleh petani sendiri. Kemudian terus kami kembangkan bersama asosiasi, agar sama-sama kita jaga, “ tuturnya.
Lebih jauh lagi, Todi mengungkap saat ini seiring berkembangnya usaha, bukan hanya budidaya dan produksi bunga saja, namun ada pengembangan ke arah agrowisata bunga krisan. Mengajak kembali lebih banyak orang, bukan hanya petani, namun bagaimana pengelolaan pariwisata bisa mendongkrak, meningkatkan perekonomian di Samigaluh. Bisa menghasilkan lagi perekonomian yang lebih dari sebelumnya.
Menariknya, pengembangan dari krisan didukung penuh oleh pemerintah dan masyarakat sekitar. “Masyarakat merelakan rumah untuk homestay, kami sudah memulai itu baru 6 rumah. Sinergi Ada gayung sambut antara pertanian, pariwisata, dan kehidupan masyarakat sekitar. Agrowisata yang digarap tentu menawarkan tempat singgah, taman, parkir luas, joglo sebagai tempat pertemuan, dan pusat kuliner, “ ungkapnya.
Hal tersebut tentu menjadikan desa lebih hidup, sejahtera, dan ekonomi juga terangkat dengan terobosan baru ini. Seakan menjadi proses yang terus naik dan menanjak, seperti anak tangga, apa yang dikerjakan Todi dan rekan-rekan didesanya juga mempunyai kunci sukses. Ia menegaskan, disiplin terhadap diri sendiri adalah yang utama, tidak mudah tergoda dengan hal lain. Fokus dengan satu hal, sebelum sukses menekuni satu ya jangan ke yang lain. Itulah jiwa seorang pengusaha.
Migunani Tumrap Liyan
Hal yang istimewa menjadi pegangan bagi pria kelahiran Kulonprogo ini, mengingat perjalananya sampai di titik sekarang juga bukan sesuatu yang instan. Menurut dia, usaha tidak perlu terlalu lama direncanakan, tapi dijalani saja. Semakin banyak kita ragu, semakin banyak itu tidak dikerjakan. Untung rugi biasa, semua datang sendiri. “Ketakutan jangan ditaruh di awal, taruh aja di akhir. Apapun usahanya, kalau tidak berani memulai, ya enggak tahu berhasil tidak, harus berani memulai, “ pesan Todi.
Apalagi berbicara mengenai generasi muda saat ini, Todi meyakinkan jangan pernah takut menjadi seorang petani. Karena disitu banyak hal yang kita dapatkan, sisi ekonomi, peran serta di tanah kelahiran menjadi kebanggan tersendiri. “Tidak harus pergi merantau ke luar kota, bisa jadi kita mengembangkan potensi yang ada desa. Semakin banyak orang muda yang bergerak di desanya, semakin kuat desa itu menuju desa maju, mandiri, dan modern. Itu yang diharapkan, “ tegasnya meyakinkan.
Ditambah lagi dengan rasa syukur melihat apa yang dikerjakannya bersama rekan-rekan di desanya. Todi menganggap seperti garam dan terang dunia. “Saya lakukan demi orang banyak, enggak melulu kepentingan pribadi, namun sebagai bisa semakin banyak orang yang kami ajak maju, berdayaguna, dan berkomitmen bersama. Intinya ini sebagai salah satu panggilan, tidak menggebu-gebu untuk diri saya sukses saja. Tapi seberapa banyak orang saya ajak untuk untuk maju dan sukses, “ pungkasnya mengamini.
Narasumber: Yohanes Adventodi (Petani dan Pengusaha Bunga Potong Krisan)
Penulis: Vincensia Enggar L