Live In Moderasi Beragama di Desa Bejalen

Twitter
WhatsApp
Email
Sabtu, 25 Mei 2024, Misdinar Gereja Santo Yusup Gedangan, mengadakan acara Live In di Desa Wisata Bejalen, Ambarawa. Frater Yohanes Chrisostomus Wahyu Mega, SJ., sebagai pendamping misdinar, mengadakan program ini untuk memberikan pengalaman hidup bermasyarakat secara nyata bagi para misdinar.

Gedangan – Sabtu, 25 Mei 2024, Misdinar Gereja Santo Yusup Gedangan, mengadakan acara Live In di Desa Wisata Bejalen, Ambarawa. Frater Yohanes Chrisostomus Wahyu Mega, SJ., sebagai pendamping misdinar, mengadakan program ini untuk memberikan pengalaman hidup bermasyarakat secara nyata bagi para misdinar. Frater Wahyu berharap melalui acara live in ini, kami dapat mengembangkan sikap toleransi antar umat beragama.

Saat kami sampai di Desa Wisata Bejalen, Ambarawa, kami di sambut dengan Welcome Dance yang ditarikan oleh adik-adik yang bersekolah di SD Negeri Bejalen. Mereka menarikan tarian Angon-angon dan kami sangat bangga dengan mereka, karena mereka menari dengan sangat percaya diri dan sangat luwes. Setelah menyaksikan Welcome Dance, dilanjutkan dengan sambutan dari Bapak Nowo Sugiharto selaku Kepala Desa Bejalen dan Cesilia Asty selaku Ketua Panitia Live In Misidinar Gedangan.

Para Misdinar yang senang mengikuti live in moderasi beragama

Kemudian para misdinar bertemu dengan orang tua asuh selama live in ini. Kami tinggal bersama dengan orang tua asuh yang beragama Islam. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan diantar ke rumah warga (homestay) menggunakan kendaraan pick-up yang di kendarai oleh Bapak Woro selaku Ketua Bumdes Estu Mukti dan kami didampingi juga oleh Kelompok Sadar Wisata Desa Bejalen. Sesampainya di homestay, kami disambut dengan sangat ramah selayaknya keluarga sendiri. Kami berbincang-bincang dengan orang tua asuh dan saat kami bertanya kepada mereka, mereka merespon pertanyaan kami dengan sangat ramah. Beliau mengatakan, bahwa Desa Bejalen sudah difungsikan sebagai desa wisata selama 10 tahun lamanya.

Tidak terasa kami sudah berbincang-bincang cukup lama, dan waktunya kami untuk melakukan kegiatan berkeliling Rawa Pening menggunakan perahu motor (SETUM) dan belajar mengenai edukasi budidaya jamur. Setelah kegiatan selesai, kami kembali ke homestay untuk bersih-bersih dan disuguhi hidangan oleh orang tua asuh kami. Setelah selesai bersantap, kami membantu orang tua asuh untuk mencuci piring, gelas, dan mencuci alat masak yang kotor.

Studi dokumen Gereja Fratelli Tutti

Malamnya, kami melakukan studi dokumen gereja yang berbicara mengenai moderasi beragama dan dokumen gereja Fratelli Tutti. Moderasi Beragama memiliki arti yaitu, jalan tengah atau kata lainnya tidak jatuh pada ektrim tertentu dalam beragama. Setelah melakukan studi dokumen gereja, kami melakukan Doa Exament. Doa Exament dalam bahasa Latin adalah “Examen Conscientiae” yang berarti “pemeriksaan suara hati.”  Doa ini dapat dilakukan untuk meninjau kembali perjalanan sepanjang hari. Setelah doa selesai, kami kembali ke homestay untuk beristirahat.

Kegiatan menanam padi

Minggu, 26 Mei 2024, kami mengawali pagi dengan membantu orang tua asuh untuk memasak hidangan, menyiapkan minuman, mencuci piring dan gelas yang kotor. Setelah membantu orang tua asuh, kami melakukan senam pagi dipandu oleh Bu Diah. Bu Diah adalah seorang guru olahraga di SD Negeri Bejalen. Kegiatan senam pagi pun telah usai, kami melanjutkan kegiatan kami yaitu jalan-jalan menelusuri Desa Bejalen. Sembari berjalan, kami menyapa beberapa warga yang berada di luar rumah dan yang membuat hati kami senang adalah mereka menyapa kami kembali dengan senyum yang lebar dan dengan sangat ramah, walaupun kami tidak saling kenal; itulah indahnya “Toleransi”. Selanjutnya, kami melaksanakan kegiatan menanam padi, yang sekiranya cukup asing untuk di lakukan para Misdinar Paroki Gedangan, akan tetapi kami merasa sangat sarat dengan ilmu mengenai tata cara menanam padi dengan benar.

Kegiatan menanam padi telah usai, kami kembali ke homestay untuk bersih-bersih. Setelah itu, kami melanjutkan kegiatan Studi Spiritualitas Ignatian. Studi ini berbicara tentang “Cannonball Moment” yang berarti peristiwa meriam. Santo Ingnasius yang memiliki nama asli Inigo Lopezde Loyola adalah seorang pendosa tetapi ia dipanggil oleh Tuhan. Cannonball Moment yang dialami oleh Inigo terjadi pada tanggal 20 Mei 1521, yaitu peluru meriam mengenai kaki Inigo, dan kejadian itu merupakan awal dari keruntuhan mimpi duniawinya. Setelah studi kedua ini selesai, kami melanjutkan kegiatan kami yaitu edukasi membuat telor asin.

Kegiatan berkeliling rumah ibadah

Kegiatan selanjutnya yang kami lakukan adalah kegiatan yang semakin menumbuhkan rasa toleransi kami sebagai kaum muda. Kami diajak berkeliling rumah-rumah ibadah yang jaraknya tidak begitu jauh dan saling berdampingan. Yang pertama, kami mengunjungi Kapel Santa Maria Bunda Allah. Selanjutnya kami mengunjungi Gereja Kristen Protestan yang berada di dekat Kapel, yaitu Gereja GPDI El Shaddai. Kami juga mengunjungi Masjid Al Hidayah. Di sana, kami menemui Bapak Khatib sebagai Takmir Masjid Al Hidayah. Beliau adalah seorang pensiunan TNI. Beliau mengatakan, bahwa Masjid Al Hidayah ini memiliki mobil ambulans yang dapat digunakan untuk semua warga dan tidak hanya untuk umat Muslim saja tetapi untuk seluruh umat yang ada di Desa Wisata Bejalen.

Sesudah kami mengelilingi rumah Ibadah di Desa Wisata Bejalen yang merupakan kegiatan terakhir, kami kembali ke homestay untuk berkemas-kemas dan berpamitan kepada orang tua asuh kami. Kami merasa sedih harus berpisah dengan orang tua asuh karena selama kami di sana mereka sangat baik, ramah dan kami diperlakukan selayaknya anak sendiri. Live in ini memberikan pengalaman baru bagi kami.  Kami belajar berelasi dengan agama lain dan belajar memahami artinya menjadi sesama dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. (Kanaya, Misdinar Gedangan)