Dilatar belakangi beberapa peristiwa radikalisme dan intoleransi di DIY yang masih sering terjadi, atas dasar itulah maka diskusi panel diadakan. Diskusi panel dihadiri perwakilan dari 37 Paroki di Kevikepan DIY, juga dihadiri oleh SEKBER ORMASKAT DIY dan tokoh umat seperti anggota DPR RI dan Daerah. Acara ini berlangsung pada hari Minggu (02/02/2020), di Wisma Rosari Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran, diprakarsai oleh tiga Komisi yang ada di Kevikepan DIY, Komisi HAK, Komisi PK3 dan Komisi KPKC.
Hadir pada acara ini, Romo Vikep Kevikepan DIY Romo Adrianus Maradiyo, Pr, Romo Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran Romo Paulus Supriyo Pr, Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Agung Semarang Romo FX Endra Wijayanta Pr serta beberapa anggota legislatif.
Diskusi panel ini menghadirkan nara sumber, merek adalah Dirbinmas Polda DIY, Kombes Pol. Rudi Heru Susanto S.H., M.H., Ketua Pusat Studi Pancasila UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, Ir. Lestanta Budiman M. Hum, dan Ketua Komisi HAK Kevikepan DIY, Romo Martinus Joko Lelono Pr.
Ir. Lestanta Budiman M. Hum, Ketua Pusat Studi Pancasila UPN ‘Veteran’ Yogyakarta sebagai pembicara yang pertama menyampaikan, radikalisme merupakan paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis. Radikalisme tidak hanya monopoli kelompok agama, tetapi juga terjadi pada semua gerakan idelogis yang dilakukan dengan cara fanatik dan revolusioner, demikian halnya radikal Islam sering kali karena faktor “konsep jihad” yang disalahtafsirkan. Setiap agama ada yang radikal.
Disampaikan pula oleh Ir. Lestanta Budiman M. Hum bahwa Jogjakarta sudah tidak termasuk dalam10 besar kota toleransi di Indonesia. Melawan intoleransi bukan dengan kekerasan, namun melawan dengan meluruskan, dengan cara memberikan pencerahan dan diskusi.
Dilanjutkan dengan pembicara yang kedua, yaitu Kombes Pol. Rudi Heru Susanto S.H., M.H., Dirbinmas Polda DIY. Neliau mengatakan “Diawali dengan adanya internet dan media sosial, berita hoax dishare, melalui hoax inilah intoleransi, radikalisme dan terorisme berkembang”.
Kombes Pol. Rudi Heru Susanto S.H., M.H memberikan tip dalam menyebarkan berita, yaitu :
- Cek apakah isi berita BENAR? Sudah di KONFIRMASI?
- Apakah FAKTA atau PRASANGKA?
- Kalau BENAR, apa PERLU DISEBARKAN? Apakah ada orang yang SAKITI (DIZALIMI)?
- Apakah berita MEMBERI KEBAIKAN atau MENYULUT PERMUSUHAN?
Beliau juga menyampaikan beberapa penyebab intoleransi, radikalisme dan terorisme, antara lain :
- Tingkat kemiskinan
- Rendahnya tingkat pendidikan
- Pemahaman agama yang sempit terhadap agama yang dianutnya
- Konsep mati sahid, jihad, kafit yang tidak benar
- Ingin mendirikan ideologi negara agama
- Meningkatnya ujaran kebencian
Romo Martinus Joko Lelono Pr, Ketua Komisi HAK Kevikepan DIY, sebagai pembicara ketiga menyampaikan dokumen Abu Dhabi.
Pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.”
Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama. Konsep kewarganegaraan berlandaskan pada kesetaraan hak dan kewajiban, di mana semua menikmati keadilan. Karena itu, pentinglah untuk membentuk dalam masyarakat kita konsep kewarganegaraan penuh dan menolak penggunaan istilah minoritas secara diskriminatif yang menimbulkan perasaan terisolasi dan inferioritas. Penyalahgunaannya melicinkan jalan bagi permusuhan dan perselisihan; hal itu mengurangi setiap keberhasilan dan menghilangkan hak-hak agama dan sipil dari beberapa warga negara yang terdiskriminasi karenanya.
Sebagai penutup Romo Joko mengatakan”Gereja Katolik adalah bagian dari penyembuhan Indonesia.”
Acara ditutup dengan closing statetment Romo Vikep Kevikepan DIY Romo Adrianus Maradiyo Pr yang pada intinya mengajak umat Katolik menjadi bagian dalam menyelesaikan masalah dan bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.
Agustinus Suseno