“Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya, Bapa itulah yang berkenan kepada-Mu” (Luk. 10:21)
Pernahkan berjumpa dengan seseorang yang sedang gembira dan tidak dapat menahan diri untuk menceritakan yang dia alami kepada orang terdekatnya? Kegembiraan seperti ini juga dapat kita temukan dalam bacaan Injil, para murid kembali kepada Yesus dengan gembira untuk mengabarkan kesuksesan misi yang mereka lakukan. Saat itu pula, Yesus bersyukur kepada Bapa-Nya.
Dalam nasihat apostolik Evangelii Gaudium artikel 21, Paus Fransiskus berkata: Sukacita Injil yang menghidupkan komunitas para murid adalah sukacita misionaris. Tujuh puluh dua murid merasakannya ketika mereka kembali dari misi mereka (bdk. Luk. Yesus merasakannya ketika la bersukacita dalam Roh Kudus dan memuji Bapa karena menyatakan diri-Nya kepada orang miskin dan anak-anak kecil (bdk. Luk 10:21). Itu dirasakan oleh para petobat pertama yang kagum mendengar para rasul berkhotbah “dalam bahasa asli masing-masing” (Kis. 2:6) pada hari Pentakosta. Sukacita ini adalah tanda bahwa Injil telah diberitakan dan menghasilkan buah.
Dalam Maximum Illud tampak pula sukacita misionaris dari para Uskup atau Vikaris atau Perfektur Apostolik yang memimpin misi suci dan orang-orang yang rela meninggalkan tanah air, keluarga dan kerabatnya untuk menyebarkan kabargembira dan iman Kristiani. Para Uskup atau Vikaris atau Perfektur Apostolik menanggung cobaan-cobaan sulit untuk mempertahankan wilayah-wilayah mereka terutama dalam menyebarluaskan Kerajaan Allah. Sedangkan lainnya harus melakukan perjalanan jauh yang seringkali berbahaya untuk memenangkan begitu banyak jiwa bagi Kristus (MI, 1o). Semua mereka lakukan didasari atas sukacita yang ada di dalam dirinya sehingga mereka pun ingin orang lain merasakan hal yang sama.
Misi kita hari ini adalah belajar bersyukur dari setiap peristiwa hidup, karena Allah berbicara melalui setiap peristiwa. Kita diajak untuk aktif menemukan dengan iman apa yang Tuhan ingin ungkapkan dari setiap realitas yang terjadi. Jika kita mampu mengenali cara-cara di mana Allah datang dan bekerja di dalam diri kita, kita dapat mengizinkan Roh-Nya untuk melaksanakan misi-Nya kepada orang lain melalui diri kita. Seperti para murid Yesus pada zaman itu dan para misionaris lainnya, mereka mampu memahami bahwa Allah bekerja dalam tiap hal yang mereka alami, sehingga walaupun mereka mengalami penderitaan, mereka tetap menjalaninya dan bersyukur. Inilah persekutuan yang mendalam dari para murid/misionaris dengan Yesus yang memberi mereka sukacita, gairah, dan semangat.
Bapa Suci Paus Fransiskus berkata: “JIka ada sukacita cita dalam kita, kita tidak perlu lagi diberitahu untuk mewartakan kabar baik Tuhan, semuanya akan berjalan spontan dan alami.” (AJ)