Dari Kunjungan KH Masrur Ahmad ke Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan

Twitter
WhatsApp
Email

KERUKUNAN UMAT: Pimpinan Ponpes Al Qodir KH Masrur Ahmad (empat dari kanan) bersama para romo dan frater Seminari St. Paulus Kentungan, Selasa (13/10/2020). (YOGI IP/RADAR JOGJA)

Bahas Kesejahteraan Umat hingga Kurikulum Bersama Ponpes-Seminari

Nguwongke wong. Memanusiakan manusia. Memuliakan orang lain tanpa memandang perbedaan. Itu salah satu ajaran agama yang harus dijalankan umat. Apa pun agamanya. Itulah pesan Pimpinan Pondok Pesantren Al Qodir KH Masrur Ahmad saat berkunjung ke Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, Selasa (13/10/2020).

Gayeng dan hangat. Suasana itu begitu terasa ketika Radar Jogja memasuki ruang lobi Seminari St. Paulus di Kentungan, Sleman. Sesuai janjinya, tepat pukul 13.30 Gus Masrur, begitu beliau biasa disapa, sampai di Seminari St. Paulus. “Terima kasih saya diperkenankan sowan di seminari. Biasanya pondok kami yang dikunjungi, ini semacam kunjungan balik,” tuturnya.

Pada kunjungan kali ini Gus Masrur ditemani saudaranya, Gus Fahmi. Kehadiran keduanya disambut para romo dan frater seminari. Minister Seminari Tinggi St. Paulus Romo Ignatius Fajar Kristianto Pr turut hadir menyambut kiai kharismatik asal Wukirsari, Cangkringan, Sleman, itu.

Dalam obrolan ringan namun berbobot itu, baik Gus Masrur maupun para romo dan frater saling berbagi pengalaman dalam menjalin persahabatan antara umat muslim dan Katolik. Yang terkadang dibumbui pengalaman lucu. Termasuk kenangan frater seminari saat live in di Ponpes Al Qodir dan “salah” memilih teman tidur yang ternyata orang gila “binaan” Gus Masrur. Sontak cerita itu disambut geerr seluruh hadirin siang itu.

Pondok Pesantren Al Qodir memang tidak asing bagi para frater seminari. Bahkan sering juga menjadi tempat live in bagi para frater Seminari Magelang. “Sejak dulu, hubungan saya dengan teman Kristen dan Katolik sangat dekat,” ungkap Gus Masrur.

Di Al Qodir, lanjut Gus Masrur, tak ada batasan antara santri dan para frater. Mereka sama-sama diajarkan tentang bagaimana menjalani hidup berdampingan dan saling berbuat baik. Demi kesejahteraan bersama. Sesuai tuntutan agama. “Yang bisa menyejahterakan umat itu ya agama itu,” tegas tokoh Nahdlatul Ulama itu.

Terkadang, lanjut Gus Masrur, terdengar kabar adanya jarak antara umat Katolik dan muslim. Ternyata hal itu akan selesai dengan sendirinya dengan sering bertemu. Saling menyapa. Jagongan bareng. Sehingga tak ada lagi jarak antarumat.

Dalam setiap pertemuan Gus Masrur dengan para romo, diskusi tentang pemberdayaan umat Katolik dan Islam selalu menjadi topik utama. Itu melengkapi tema pembicaraan tentang kerukunan dan persahabatan antarumat beragama.

Demikian pula dalam obrolan kali ini. Gus Masrur pun mendiskusikan tentang kerja sama dengan gereja. Untuk lebih merekatkan hubungan silaturahmi antara umat muslim dan Katolik. Juga demi menyejahterakan umat. “Masih banyak umat Katolik maupun muslim yang kurang terperhatikan. Mari kita sama-sama cari jalan keluar. Agar umat beragama bisa merasa lebih diperhatikan dan sejahtera,” ajak Gus Masrur.

Romo Fajar pun menyambut baik usulan Gus Masrur. Baginya, siang kemarin merupakan hari istimewa setelah setengah tahun Seminari St. Paulus tak menerima tamu dari luar karena pandemi Covid-19. “Ini menjadi momen baik di tengah situasi seperti ini kita masih bisa berkumpul,” ucapnya.

Saat ini Seminari St. Paulus dihuni 76 frater dari Medan, Ketapang, Lampung, Purwokerto, dan Semarang. Tiap tahun, lanjut Romo Fajar, para frater selalu dididik untuk menjalin hubungan baik dengan penganut agama lain. Termasuk ke pondok pesantren. Untuk saling berbagi dan silaturahmi. Termasuk di Ponpes Al Qodir. “Maturnuwun Pak Kiai, meski dalam situasi terbatas, ini awal baik membangun kekeluargaan antara (Seminari, Red) Kentungan dan Al Qodir, Cangkringan,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Romo Agustinus Suryonugroho, Pr dari Seminari Magelang turut angkat bicara. Dia punya usulan untuk membangun kurikulum bersama antara pondok pesantren dan seminari.

Gus Marsur menyambut baik usulan Romo Agustinus. “Ya, ayo bikin kurikulum bareng. Bagus sekali ini,” responsnya semangat.

Bagi Gus Masrur, pondok pesantren sangat otonom. Tidak seperti sekolah formal. Kurikulum bersama seminari dan pesantren bisa dikemas dalam bentuk ekstrakurikuler.

Di akhir diskusi, Gus Masrur kembali berpesan agar seluruh umat saling menjaga kebinekaan. Bersama menjaga negara Indonesia dalam bingkai kemakmuran.

sumber : https://radarjogja.jawapos.com/