Ekaristi Mengubah Komunitas Tahap demi Tahap
Ketika memulai karya pastoralnya di Paroki Ars, sebuah desa yang kecil dan miskin, Pastor Maria Vianney (1786-1859) mendapati umatnya yang malas ke gereja, hidup susilanya buruk, sukanya pesta pora dan minum-minum sampai mabuk. Gedung gereja tidak terawat, halaman gereja ramai buat dansa dan pesta. Pastor Vianney tidak putus asa. Menghadapi umat yang begini, dia melakukan banyak doa di depan Sakramen Mahakudus dan bermati raga. Ia bisa tahan tidak makan 3 hari, dan kalau pun lapar, ia hanya makan kentang rebus yang sudah mulai menjamur. Pastor Vianney bertekun dalam doa dan mati raganya dalam waktu yang lama. Dan baru setelah 7 hingga 9 tahun, umat mulai tergerak. Mereka melihat kesucian Pastor Vianney yang rajin beradorasi dan bermati raga. Pelan tetapi pasti, banyak orang bertobat, mengakukan dosa dalam Sakramen Tobat, hingga akhirnya Ars menjadi tempat penziarahan yang amat terkenal di Prancis, di mana orang ingin menemui Pastor Vianney yang suci untuk bertobat dan menerima Sakramen Tobat.
Kisah Santo Yohanes Maria Vianney ini mengungkapkan satu realitas iman bahwa umat yang dianggap berdosa dapat berubah dan bertobat karena kesucian pastor parokinya yang banyak berdoa, khususnya di depan Sakramen Mahakudus, dan bermati raga. Benarlah bila dikatakan bahwa perubahan hidup umat mengalir dari sumber hidup kristiani, yakni Ekaristi. Dan belajar dari segi waktunya, perubahan itu tidak langsung jadi, melainkan butuh proses dan waktu, langkah demi langkah, tahap demi tahap. Persis, itulah yang dimaksudkan para Bapa Konsili yang berkata, “Hendaknya sambil mempersembahkan Hosti yang Tak Bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dan dari hari ke hari – berkat pengantaraan Kristus – makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antara mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua” (SC 48).
Menarik renungan ini, “Mungkin’kan, segala program pastoral kita sudah hebat dengan tolok ukur yang jelas, tetapi tetap saja tidak mampu mengubah umat, gara-gara kita kurang berdoa di depan Sakramen Mahakudus dan bermati raga?”