Saling Menguduskan dalam Keluarga
Pada tanggal 18 Oktober 2015, awal minggu terakhir Sinode tentang Keluarga di Roma, Paus Fransiskus menganonisasi atau memberikan gelar orang-orang kudus kepada sepasang suami istri, yakni Santo Louis Martin dan Santa Marie-Azelie Guerin. Pasutri kudus ini memiliki 9 anak, tetapi yang empat meninggal sewaktu bayi, dan sisanya 5 perempuan, semuanya menjadi biarawati pada abad XIX. Putri bungsunya menjadi orang kudus yang sangat tersohor, yaitu Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus. Paus Fransiskus berkata, “Pasangan kudus Louis Martin dan Marie-Azelie Guerin melakukan ibadat Kristen dalam keluarga, setiap hari menciptakan lingkungan iman dan kasih yang membina panggilan anak-anak perempuan mereka.”

Salah satu pesan kuat dari Paus Fransiskus bagi kita adalah bahwa menjadi orang kudus itu bukan privilese para imam, bruder, suster, uskup, atau bahkan paus. Setiap orang, termasuk kita awam, juga dipanggil untuk hidup suci. Para Bapa Konsili Vatikan II telah mengajarkan: “Dalam Gereja, semua anggota, entah termasuk hierarki entah digembalakan olehnya (umat biasa), dipanggil untuk kesucian, menurut amanat Rasul: Sebab inilah kehendak Allah, pengudusanmu” (1Tes. 4:3; lih. Ef. 1:4). Padahal komunitas paling kecil dan alamiah secara sosial dan bahkan disebut sebagai Ecclesia Domestica (Gereja-Keluarga) adalah keluarga kita masing-masing. Hidup dalam panggilan apa pun, entah sebagai imam, bruder, suster, atau berkeluarga, ataupun hidup sendiri, tetaplah dibentuk oleh keluarga masing-masing sebelumnya.

Itulah sebabnya, hidup dalam keluarga adalah hidup untuk saling menguduskan. Masing-masing anggota dipanggil dan diutus untuk menguduskan satu sama lain yang sumbernya adalah kesatuan dengan Tuhan. Padahal kesatuan dengan Tuhan terjadi secara paling istimewa dalam Perayaan Ekaristi. Maka, keluarga kristiani hanya mungkin saling menguduskan kalau menimbanya dari sumbernya, yaitu Ekaristi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *