Keagungan Busana dan Ruang Liturgi
Niko adalah seorang misdinar yang ingin mendaftarIcan diri masuk Seminari. Saat wawancara, ia ditanya tentang motivasinya ingin masuk ke Seminari. Niko pun berkisah bahwa ia merasakan suatu kedamaian ketika berada di Gereja, khususnya ketika mengikuti Perayaan Ekaristi. Ia senantiasa kagum dengan imam yang mengenakan busana liturgi saat merayakan Elcaristi. “Sungguh bersahaja, namun sangat agung!” kata Niko. Apa yang menjadi pengalaman Niko ini bisa jadi juga menjadi pengalaman kita semua. Pakaian liturgi dan juga tata ruang liturgi memang simbol-simbol liturgi yang penuh arti. Maka norma liturgi telah mengatur dengan jelas untuk hal ini.
Altar merupakan tempat menghadirkan kurban salib dalam Perjamuan Kudus yaitu pusat ungkapan syukur dalam Elcaristi (PUMR 296). Altar hendaknya dibuat dari bahan yang kuat dan baik (PUMR 301). Yang boleh diletakkan di atas altar adalah lilin, salib, buku-buku perayaan liturgi, hosti, anggur, piala, dan milcrofon. Sementara bunga, uang kolekte, buah-buahan, dan patung diletakkan di depan atau samping altar. Mimbar sabda adalah tempat pewartaan sabda, homili, dan doa umat. Di panti imam semestinya hanya ada satu mimbar saja dan bukan dua mimbar. Sedangkan kursi imam melambangkan kedudukan imam sebagai pemimpin liturgi dan pemimpin umat. Idealnya ditempatkan dalam posisi yang memungkinkan bisa berhadapan dengan umat, dan di depannya dapat diberi jlagrak dan mikrofon untuk imam.
Busana liturgi yang dikenakan oleh para petugas liturgi dan terutama imam mengungkapkan: 1) fungsi dan tugas pelayanan yang mengenakannya, 2) sifat kemeriahan pesta yang sedang dirayakan dalam liturgi, dan 3) kehadiran Yesus Kristus yang bersama Gereja menjadi subjek atau yang merayakan liturgi. Untuk itu, hendaklah para petugas liturgi mengenakan pakaian liturgi dengan baik dan tepat. Dengan sadar akan maknanya, kita akan terbantu di dalam merayakan iman kita dalam liturgi.