Pelagianisme Baru dan Gnostisisme Baru
Santo Matias Rasul, yang kita pestakan hari ini, dipilih untuk menggenapi dua belas rasul setelah kematian Yudas Iskariot. Ia terpilih dengan tugas jelas, yakni menggenapi jumlah kedua belas rasul yang melambangkan dasar umat Allah yang baru, dan menjadi kebangkitan Yesus (Kis. 1:21- 22). Pertanyaannya, bagaimanakah kita masing-masing ambil bagian dalam tugas para rasul yang digantikan oleh para uskup itu untuk menjadi saksi kebangkitan Kristus pada zaman ini?
Menarik sekali bahwa Paus Fransiskus menyebut dua bahaya besar dalam Gereja masa kini. Melalui Anjuran Apostolik Gaudete et Exultate (GE), Sri Paus menyebut gnostisisme baru dan pelagianisme baru. Gnostisisme baru merupakan sikap dan pandangan yang menganggap bahwa keselamatan dan kekudusan dapat dicapai melalui ilmu atau pengetahuan atau pengalaman atau gagasan tertentu yang begitu memukau dan istimewa bagi diri sendiri, tetapi intinya tidak berdampak dengan aksi kasih kepada sesama. Misalnya orang sangat kagum dengan pandangan filosofi tertentu, psikologi tertentu, atau pandangan tertentu yang membuatnya hidup dalam pikiran dan perasaannya sendiri. Adapun pelagianisme baru merupakan cara pandang yang intinya menganggap keselamatan dapat dicapai dengan perbuatan baik dan tidak memerlukan rahmat atau bantuan Allah. Pada masa kini, Paus Fransiskus menunjuk pelagianisme baru dalam bentuk misalnya orang yang terobsesi dengan hukum, asyik dengan keuntungan sosial dan politik, kekhawatiran berlebihan terhadap liturgi dengan begitu kaku dalam aturan liturgi, ajaran dan wibawa Gereja, kesombongan berkenaan dengan kemampuan untuk mengelola hal praktis, sampai lupa pada kasih dan keinginan membantu kepada sesama, terlebih yang menderita (GE 57).
Kalau begitu, menjadi saksi kebangkitan Kristus pada zaman ini adalah menghidupi dan terus belajar menjadi semakin rendah hati, dengan membiarkan diri diubah oleh karunia Tuhan, dan secara konkret menghindari gnostisisme baru dan pelagianisme baru.