Saat lomba paramenta dalam rangka Tarcisius Cup Misdinar se-Kevikepan DIY 2018, salah satu tim dari perwakilan paroki dipersilahkan untuk mempersiapkan peralatan liturgi perayaan Kamis Putih. Tim juri tersenyum-senyum karena kasula yang mereka persiapkan berwarna ungu. Hal ini keliru. Semestinya kasula berwarna putih atau kuning yang melambangkan kemuliaan dan kekudusan.
Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya memahami simbol-simbol yang ada dalam perayaan liturgi. Warna pakaian petugas liturgi yang kita lihat hanya salah satu simbol yang kita jumpai dalam perayaan. Selain warna pakaian, ada juga benda-benda yang bermakna simbolis. Benda-benda yang kita pakai dalam perayaan liturgi terdiri dari benda-benda alamiah dan buatan. Contoh benda-benda alamiah adalah air, abu, dupa, api, anggur, roti dan minyak. Contoh benda-benda buatan adalah piala, sibori, salib, tabernakel, meja altar dan mimbar. Semua benda yang dipakai ini memiliki makna simbolis tertentu. Contohnya adalah lilin yang menyala. Api yang kita lihat menyimbolkan Yesus Kristus yang bangkit dan menjadi terang hidup kita. Tidak hanya warna dan benda namun gerakan-gerakan dalam perayaan liturgi juga bermakna simbolis.Mengapa kita misalnya dalam perayaan Ekaristi kadang berdiri, duduk dan membungkuk bukanlah tanpa makna. Contohnya dengan berdiri pada saat bacaan Injil, kita menunjukkan sikap hormat dan siap sedia mendengarkan Tuhan yang bersabda. Hal ini menunjukkan betapa perayaan liturgi kita selalu dipenuhi dengan simbol-simbol yang begitu kaya. Ini bukan pertama-tama soal aturan mengapa kita memakai warna putih pada saat Kamis Putih atau mengapa kita berdiri saat bacaan Injil. Ada makna tertentu yang mau ditampakkan. Maka alangkah baiknya kita memahami symbol-simbol yang ada sehingga kita semakin menghayati perayaan liturgi kita.