Ada umat Katolik yang tekun berdoa novena di beberapa tempat ziarah. Ziarah dan devosi ini adalah baik. Namun mereka menaruh foto copy teks doa novena di depan patung Bunda Maria atau patung orang kudus lainnya karena yakin doanya akan lebih didengarkan. Ada juga umat yang rajin meneruskan SMS atau pesan WhatsApp berantai yang isinya ajakan berdoa tertentu dalam waktu yang sudah disebutkan di sana juga. Mereka merasa takut untuk tidak meneruskan pesan berantai tersebut karena ada ancaman “ yaitu apabila tidak meneruskan ke 10 teman lain,doa-doa mereka tidak akan didengarkan Allah.

Ajakan untuk bertobat, membuat silih atas segala dosa, menata hidup sesuai teladan hidup santo-santa dan disertai denan rumusan doa yang ditawarkan tentulah merupakan ajakan yang baik. Devosi dan doa yang tepat menghantar orang pada situasi yang damai, tenang dan dekat dengan Allah. Namun doa dan devosi menjadi tidak tepat jika justru membawa rasa takut dan bersalah. Contoh mengenai pesan berantai di atas menjukkan hal ini. Orang menjadi cemas jika tidak melakukan doa dengan tuntas. Misalnya pada salah satu hari lupa berdoa rosario. Berdoa dan berdevosi dengan menaruh benda-benda tertentu di tempat ziarah juga bukan bentuk devosi yang tepat. Praktek ini dapat dikatakan sebagai „magie“. Orang justru percaya jika benda-benda itulah yang menjadi jaminan berkat. Padahal Tuhan sendiri yang menjadi sumber berkat bagi kita. Bukankah berkat dari Tuhan tidak bisa dibatasi pada jumlah doa dan berapa hari dilakukan?

Devosi merupakan olah kesalehan hidup rohani. Dengan tekun berdoa dan berdevosi, kita merasakan kedamaian dan kedekatan dengan Tuhan. Buah yang nampak dari ulah kesalehan hidup rohani atau devosi ini antara lain kasih, kesabaran, sukacita dan kemurahan hati. Buah-buah rohani dari devosi ini tentu bukan hanya untuk diri sendiri namun juga dapat dinikmati oleh banyak orang disekitar kita.