Ada orang yang begitu cinta pada warna ungu. Ia mencari perabot rumah tanggayang berwarna ungu. Pakaiannya berwarna ungu.Sampul buku, taplak meja, tembok rumah dan kamar juga ungu. Sementara orang lain begitu suka menonton sinetron selama berjam-jam. Ia hafal semua tayangan sinetron di televisi. Nah, orang-orang tersebut dalam arti tertentu disebut “berdevosi” pada warna ungu atau sinetron.

Kata devosi berasal dari kata Latin devotio (kata benda)ataudevovere (kata kerja) yang berarti mencintai, menyerahkan diri dan menghormati seseorang atau suatu hal. Berdevosi berarti memiliki cinta dan menyerahkan diri dengan seluruh perasaan dan hatinya pada seseorang atau sesuatu itu. Dalam arti umum dan profan, contoh di atas dapat disebut suatu “devosi”. Dalam konteks liturgi dan hidup religius,devosi menunjuk pada olah kesalehan atau ibadat yang dilaksanakan dengan penuh cinta dan perasaan, secara teratur dan tetap (ajeg – bhs Jawa). Contoh devosi adalah rosario, doa Tiga Salam Maria, koronka, Jalan Salib dan doa kepada Hati Kudus Yesus. Walaupun tidak termasuk dalam liturgi yang resmi, devosi sangat dianjurkan oleh Gereja. Devosi membantu umat beriman dalam menghayati iman dan mempersiapkan hati untuk merayakan liturgi. Orang yang devosinya kuat biasanya memiliki penghayatan liturgi yang baik dan kuat pula.

Mengapa kita kadang merasa kering dalam perayaan liturgi? Penyebabnya bisa jadi terletak pada diri kita yaitu kita kurang berdoa dan berdevosi sebelumnya. Dengan banyak devosi, pikiran-hati-perasaan kita terbiasa dalam suasana doa dan ketika misalnya ber-Ekaristi, kita mudah menikmati perayaan suci itu. Untuk berdevosi, kita diberi kelonggaran oleh Gereja. Boleh saja kita berdoa rosario secara terbagi-bagi (pagi: 20 kali Salam Maria, siang 10 kali Salam Maria dan malam 20 lagi Salam Maria). Boleh saja kita jalan salib hanya dalam 5 atau 7 perhentian. Yang penting adalah kita berdoa dengan sungguh-sungguh dan penuh cinta saat devosi tersebut.