Saat berjumpa dengan pak Teguh, prodiakon paroki, pak Tomo sebagai ketua lingkungan bertanya: “Pak Teguh, apa bisa memimpin liturgi pemberkatan sepeda motornya keluarga Stefanus ya?” Pak Teguh sebagai prodiakon baru itu sambil senyum-senyum menjawab: “Boleh…boleh, pemberkatan sepeda motor kan termasuk liturgi…jadi sudah tugas saya itu, bukan tugas pak pamong lingkungan”. Pak Tomo senang sekali, lalu mereka membicarakan kapan dan teknisnya.
Ada yang tidak pas dalam peristilahan ini. Memang benar bahwa prodiakon dimungkinkan untuk memimpin pemberkatan sepeda motor, mobil, sawah, ternak, bibit pohon dan seterusnya. Pemberkatan-pemberkatan tersebut termasuk sakramentali. Nah sakramentali di sini tidak termasuk liturgi. Maka tidak pas kalau pak Tomo dan pak Teguh tadi menyebut ibadat tersebut dengan liturgi pemberkatan sepeda motor. Yang termasuk liturgi ialah perayaan sakramen-sakramen, yang jumlahnya tujuh itu, dan ibadat harian yang dalam bahasa Latinnya ialah liturgia horarum. Memang ada sakramentali yang telah masuk ke bagian liturgi, seperti pengurapan dengan minyak krisma pada tahbisan imamat (baik tahbisan imam maupun uskup). Tetapi umumnya sakramentali dapat diadakan di luar liturgi ataupun di luar Misa Kudus.
Hanya saja semua perayaan sakramen, ibadat harian ataupun sakramentali semuanya berhubungan dengan Misteri Paskah seperti diajarkan pada Konstitusi Liturgi artikel 61: “berkat liturgi sakramen-sakramen dan sakramentali bagi kaum beriman yang hatinya sungguh siap, hampir setiap peristiwa hidup dikuduskan dengan rahmat ilahi yang mengalir dari Misteri Paskah: sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus”. Misteri Paskah menjadi pusat seluruh perayaan sakramen-sakramen, tetapi juga ibadat harian, ataupun pula sakramentali dan devosi-devosi macam apapun.