Ketika Rama Paroki menawarkan supaya umat paroki bisa mengikuti Misa secara live-streaming, beberapa orang membalas lewat WhatsApps dengan mengatakan: “Rama, kami sudah Misa bersama Bapa Uskup”. Yang lain mengabarkan: “Kami biasa ikut Misa dari Katedral”. Bahkan ada yang bercerita bahwa ia terbiasa merayakan Misa di hari Minggu agak larut malam. Rupa-rupanya, sebelum Misa, dia mencari beberapa rekaman Misa di Youtube: panjang misa, siapa yang memimpin, khotbahnya seperti apa; diseleksi dahulu baru dipilihlah sebuah ‘rekaman’ Misa sesuai dengan selera. Ada juga yang tanpa sungkan menceritakan, supaya Misanya tidak berkepanjangan, dia men-skip beberapa bagian, misalnya lagu, pengumuman, doa tambahan setelah Komuni, dan sebagainya.
Rupa-rupanya ada banyak ketidakjelasan dalam memaknai Misa live-streaming. Pertama, harus dinyatakan bahwa Misa yang ‘sesungguhnya’ adalah Misa dalam kebersamaan tatap muka. Maka Misa live-streaming dilakukan oleh Gereja karena keadaan normal tidak mungkin dilakukan, sehingga ‘terpaksa’ dilakukan dengan cara live-streaming. Jadi keadaannya darurat, emergency, terpaksa. Hal ini dinyatakan oleh Bapa Suci Fransiskus. Namun demikian, Misa ini bukannya tidak bernilai. Sebaliknya, tetaplah sangat bernilai sekalipun kita menerima Sakramen Mahakudus secara batin.
Dalam konteks itu, sewajarnya setiap pribadi beriman mengikuti perayaan dengan konsentrasi yang lebih penuh, dengan kesungguhan hati yang semakin bulat, dengan niat yang lebih baik. Untuk itu, baik jika ketika mengikuti Misa live-streaming kita menentukan waktu dan gereja mana yang
akan kita ‘datangi’, dengan mempertimbangkan sungguh-sungguh paroki kita sendiri, sebab Keuskupan kita memilih reksa pastoral teritori, dan bukan kategori. Bijaksanalah untuk menyiapkan semacam altar, tidak ‘nyambi’ (sambil melakukan sesuatu), atau dalam Misa berpindah-pindah kanal. Ikuti satu, terutama paroki kita, dan setia dari awal sampai akhir.
Renungan dalam bentuk video: