KEPRIHATINAN terhadap kondisi sekolah-sekolah Katolik yang harus ditutup di wilayah Keuskupan Agung Semarang (KAS) mulai banyak diungkapkan pada medio tahun 2000-an. Dari keprihatinan itu, , maka pada Kongres Ekaristi Keuskupan (KEK) I tahun 2008 di Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA), KAS membentuk Tim Peduli Pendidikan (TPP). Selanjutnya, TPP dikembangkan di masing-masing Kevikepan, dengan disemangati tema “Lima Roti Dua Ikan”. TPP bergerak cepat menyelematkan sekolah-sekolah Katolik yang ‘sakit’, antara lain melalui penghimpunan dana umat dan donatur, yang kemudian disalurkan ke sekolah-sekolah yang membutuhkan. Meningkatkan kapasitas finansial sekolah memang satu sisi dari peran TPP, tetapi kenyataannya perannya jauh lebih luas dari itu. Ketua TPP Kevikepan Surakarta Rama Richardus Heru Subyakto Pr menyampaikan, sejak tahun 2008 TPP Kevikepan Surakarta mulai menerapkan pesan Rama Kardinal Justinus Darmojuwono, yaitu sithik ora ditampik, akeh samsaya pikoleh (sedikit tidak ditolak, banyak semakin diharapkan). TPP rutin menghimpun dana, melalui ‘Gerakan Rp 1.000’, lalu ketika nilai itu dirasa terlalu kecil, ditingkatkan menjadi ‘Gerakan Rp 2.000’. Gerakan itu terus berkembang hingga saat ini .
“Awalnya, bantuan yang diberikan berupa barang atau sarana penunjang pendidikan, seperti alat peraga, komputer, sound system, dan lain-lain. Namun seiring waktu berjalan, sekarang bantuan diwujudkan dalam bentuk uang (cash). Silahkan sekolah yang membelanjakan,” kata Rama Heru. Rama Heru Subyakto mengatakan, TPP hanya bisa memberikan sebagian bantuan. Bantuan diberikan secara langsung saat tim berkunjung ke sekolah. “Pada tahun 2018, TPP sudah mengunjungi 18 sekolah, dari PAUD (KB, TK) sampai SD. Kriteria sekolah yang diberi bantuan adalah sekolah yang sudah ditinggalkan induknya (seperti yayasan) dan sekolah yang dikelola oleh paroki atau kelompok masyarakat,” ucapnya.
Hanya Pemicu
Sementara itu, di Kevikepan Semarang, beberapa sekolah Katolik yang berjalan terseok-seok, kini sudah bisa mulai berjalan seperti layaknya sekolah lain. Staf TPP Kevikepan Semarang Yohanes Doddy Harsanto mengemukakan, dengan bantuan itu, diharapkan sekolah-sekolah tersebut bisa mandiri untuk menghidupi dirinya sendiri. “Jadi tidak tergantung kepada jumlah murid dan tetap survive,” kata Doddy Harsanto.
Menurutnya, lingkup pelayanan TPP Semarang baru di kota dan Kabupaten Semarang.TPP belum bisa menjangkau daerah luar Semarang, seperti Jepara, Pati, dan Purwodadi. Bantuan yang sudah dilakukan TPP selama ini meliputi beberapa hal. Pertama, beasiswa untuk sekolah yang mengalami kekurangan. Ada satu sekolah yang tiap tahun dibantu oleh TPP berupa uang gedung, misalnya SMK St Ignasius dan SMP St Belarminus. Kedua, beaguru. Beaguru ini berupa pelatihan kepada guru. “Dalam hal ini kami tidak memberikan uang,” katanya.
Ketiga, infrastukur. Contohnya adalah SD Kanisius Pekunden Semarang, kami bantu untuk renovasi gedung. Caranya kami mengadakan kegiatan lari untuk menghimpun dana. Dari kegiatan lari TPP mendapatkan dana sebesar Rp 400 juta. Dana inilah yang digunakan untuk merenovasi gedung SD Kanisius Pekunden. Keempat, manajemen. Bantuan manajemen ini hanya untuk sekolah-sekolah yang mau terbuka secara manajemen dan secara keuangan. Bantuan yang diberikan tergantung kebutuhan sekolah. Di SMK Theresiana Bandungan, misalnya, TPP masuk ke sana karena keluhan pihak direktorat sekolah mengalami defisit Rp 600 juta per tahun. Lalu sekolah disurvei untuk melihat potensi-potensinya. Dan ternyata SMK Theresiana memiliki potentsi besar, lahannya luas dan jurusannya pertanian dan peternakan. Harusnya bisa dibuat bisnis pertanian. “Dan memang betul. Kami membuat bisnis hidroponik untuk membantu minusnya dana SMK. Kini SMK Theresiana bisa menghidupi dirinya sendiri, bahkan membebaskan uang gedung dan uang sekolah bagi para siswanya,” ungkap Doddy. Bermula dari pengalaman SMK Theresiana ini, TPP mengajak SMK-SMK lain untuk memiliki unit bisnis untuk membantu SMK-SMK tersebut. Harapannya 13 SMK Katolik di Kota Semarang ini memiliki unit bisnis yang dapat menunjang operasional SMK yang bersangkutan. Pada prinsipnya, lanjut Doddy, tugas TPP itu sebagai pemicu saja, bukan segalanya. Semuanya berbalik kepada pihak sekolah, kepala sekolah dan guru-gurunya. “Mungkin kami bisa memberikan ide-ide, namun dalam pelaksanaannya tetap tergantung guru dan kepala sekolah,” tuturnya. Dengan demikian dari pihak TPP sendiri tidak bisa berkata bahwa kesuksesan sekolah itu karya TPP, atau sebaliknya, kegagalan sekolah itu tanggung jawab tim.***sukamta, elwin